BABELPOS.ID, SUNGAILIAT - Anda suka makan di restoran atau rumah makan? Atau sering makan minum di tempat hiburan?
Tahukah, dari transaksi yang Anda bayarkan untuk makan minum itu, 10 persennya disetorkan ke pemerintah daerah sebagai Pajak Restoran.
Jadi secara tidak langsung, Anda telah berkontribusi membiayai pembangunan lewat transaksi makan dan minum di rumah makan, restoran dan tempat hiburan di Kabupaten Bangka.
Menurut Undang-Undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD), Pajak Restoran adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh restoran.
Tempat makan minum yang termasuk kategori restoran yakni; rumah makan, kafetaria, bar, kantin, warung baso, pempek dan lainnya.
Kepala Badan Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPPKAD) Kabupaten Bangka, Hariyadi, menjelaskan Pajak Restoran bersifat self assessment. Dimana wajib pajak restoran, diberi kepercayaan untuk melaporkan, menghitung dan membayar sendiri pajak usahanya melalui Surat Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD) setiap bulan paling lambat tanggal 15 pada bulan berikutnya. Adapun tarifnya adalah 10 persen dari nilai transaksi.
"Jadi wajib pajak melaporkan, menghitung, dan menyetorkan sendiri ke rekening kas daerah setiap bulannya paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya, dan apabila lewat tanggal 15 akan dikenakan denda" jelas Hariyadi didampingi Kabid Penagihan dan Pengendalian Pajak Daerah Adi Muslih dan Kabid Pendataan dan Penetapan Pajak Daerah Aryanto.
"Jadi kalau satu porsi itu 20 ribu, ditambah 10 persen pajak restoran yaitu 2 ribu maka total harganya menjadi 22 ribu. Dan yang 2 ribu ini wajib dihitung, dilaporkan dan disetorkan ke kas daerah," terangnya.
Hanya saja, disayangkan, kepercayaan yang diberikan oleh undang-undang kepada wajib pajak restoran ini oleh beberapa wajib pajak restoran tidak dilaksanakan dengan baik, dimana mereka tidak memungut secara tertib. Sehingga antara jumlah penjualan atau omset perbulan tidak sesuai dengan pajak yang dilaporkan dan disetorkan.
Dari evaluasi BPPKAD, titik lemahnya, masih ada sebagian pengusaha restoran, rumah makan, cafe, maupun warung selaku wajib pajak restoran belum memahami bahwa kewajiban mereka adalah untuk melakukan pemungutan pajak, karena melekat pada usaha yang mereka lakukan.
Jadi kalau ada pengusaha restoran atau rumah makan tidak melakukan pemungutan pajak ini, berarti yang bersangkutan tidak melaksanakan kewajiban dengan baik dan secara tidak langsung sudah melakukan persaingan usaha secara tidak sehat, karena dapat menjual harga makanan per porsi lebih murah 10 persen dari pengusaha yang sudah memungut dan membayar pajak.
Hal ini tentu merugikan bagi sesama pengusaha restoran atau rumah makan yang sudah tertib dalam memungut dan menyetorkan pajaknya dan juga merugikan pemda.
"Karena itu perlu dipasang tapping box sehingga transaksi restoran tercatat dengan baik, dan kewajiban mereka dalam melaporkan, menghitung dan membayar pajak akan lebih mudah dan juga bisa termonitor dengan baik," jelasnya.
Sayangnya, ada sebagian wajib pajak yang sudah dipasang tapping box merasa keberatan dengan jumlah pajak yang harus disetorkan. Alasannya merasa terlalu besar. Padahal sudah sesuai ketentuannya yaitu 10 persen dari omset.