Intinya, siapa yang menjadi andalan dan meninggalkan kenangan manis? Siapa pemimpin yang menggunakan tehnik pertemanan atau bergaya pejabat yang besar wewenang? Maka kepemimpinan yang sangat sementara, menurut saya jauh lebih elegan adalah menggunakan kesempatan kepemimpinan itu untuk “bersahabat” bercengkerama, bernostalgia, berdiskusi ringan dan jangan lupa santap lempah kuning bareng orang-orang Bangka.
Kalau Urang Bangka sudah bisa diselami karakternya, jangankan kebijakan seorang pemimpin, panci satu-satunya di dapur saja bisa ia serahin, sebab Urang Bangka itu sebetulnya asyik dan tidak pelit.
Jangankan soal kebijakan, kepala dan harganya dirinya pun berani ia serahin pada orang yang ia percaya, sebab loyalitas Urang Bangka itu lumayan tinggi.
Namun, jika itu tidak bisa dilakukan, maka ada istilah yang seringkali saya ungkapkan dalam banyak kegiatan, termasuk 2 hari lalu saat jadi Narasumber di RRI Sungailiat: “Urang Bangka itu, kalau ia lagi normal, maka persoalan diselesaikan dengan otak, tapi kalau sudah “gerigit ati” ia jadi otak-otak.”
Oleh karenanya, banyak persoalan di Pulau Bangka ini, selesaikan dengan komunikasi baik dan asyik. Mengapa baik dan asyik? Bukan baik dan benar? Karena kebenaran bagi Urang Bangka itu fleksibel.
Sedangkan asyik itu pasti.
Menurut kacamata buram saya, pemimpin kita hari ini perlu manajemen komunikasi yang baik dan asyik agar Bangka Belitung itu ceria, nggak tegang! Baik dan asyik-lah ketika sedang memimpin, sebab Urang Bangka itu sesungguhnya baik dan asyik.
Salam Urang Bangka! (*)