Sebab disini, istilahnya Kau boleh jadi atasan tapi kakimu jangan nginjak kepala kami.
Kau boleh jadi orang pintar, tapi jangan coba-coba sok ngajar, boleh benar tapi jangan merasa paling benar dan menyalahkan orang lain apalagi membodoh-bodohi.
Boleh menasehati tapi jangan merasa paling suci sebab debu dan kotoran pasti ada dalam tubuh setiap manusia. Kau boleh sekolah setinggi apapun, tapi kalau sedang bergaul dengan orang Bangka, jangan coba-coba kau tunjukin ketinggian pendidikanmu, sebab masih kelihatan punggungmu saat pergi meninggalkan perkumpulan alias “agik anget ketong e”, sudah banyak orang yang mentertawakan, minimal “kentut dari hidung” alias mendengus.
Sepintar dan sealim apapun dirimu, Urang Bangka itu tidak bisa dinasehati dengan menyalahkan, tapi ia harus dinasehati dengan pendekatan penuh keakraban. Sebab kalau kau mencoba menasehati alias sok alim dan sok ngajarin urang Bangka, maka bersiaplah ada kalimat:
“Ngumong kek Sabak!”. Sebab ada istilah populer disini “Kalau orang Banten tidak mempan dibacok, maka Urang Bangka tidak mempan dipadah”.
Urang Bangka itu, yang nggak sekolah saja pintar lho, apalagi yang sekolah. Makanya jangan heran yang tak sekolah tinggi bisa nyeramahin yang sekolahnya sudah sampai keluar negeri. Di Bangka ini, jangankan perempuan, laki-laki saja judes.
Mungkin ini pengaruh tanaman sahang atau lada khas Bangka (Muntok White Pepper) yang terkenal pedas se-dunia.
Selain itu, boleh percaya atau tidak, cabe yang ditanam di Tanah Pulau Bangka jauh lebih pedas dari cabe yang ditanam di Pulau Jawa.
Memimpin Urang Bangka
SETELAH tahu karakter dan kehidupan sosial masyarakat Pulau Bangka yang juga tak jauh berbeda dengan masyarakat Pulau Belitung, maka menjadi pemimpin di wilayah ini tak ubah seperti keberadaan barang tambang bernama Timah, yakni jadi anugerah ataukah musibah.
Anugerah sebab tak semua orang bisa dapat kesempatan dan mampu merangkul asyik masyarakatnya. Musibah sangat mungkin terjadi sebab ketidakmampuan dan sikap arogan alias menyelesaikan sebuah masalah dengan cara panas seperti panasnya timah.
Oleh karenanya, menjadi pemimpin di Pulau Bangka dan Belitung, perlu tehnik dan seni yang manis. Menurut saya hal yang paling efektif adalah dengan cara merangkul bukan memukul, diskusi dengan argument bukan sentiment dan mengajak bukan mengejek.
Permasalahan apapun dan seberat apapun, sangatlah mudah diselesaikan di Pulau Bangka ini, yakni dengan tehnik pertemanan.
Pertemanan pastinya harus diawali dengan komunikasi yang baik dan menjaga komunikasi itu secara kontinyu.
Selanjutnya menikmati lempah kuning di tempat santai alias yang tidak terlalu “wah” dan kala itu jangan diskusi terlalu formal sebab karakter Urang Bangka cenderung “jijik” dengan hal terlalu formal.
Berapa banyak pemimpin yang telah berlalu di Bangka ini, baik di wilayah Kota, Kabupaten maupun Provinsi yang baru seumur jagung.