KEJUJURAN PEMILU DALAM SENGKETA

KEJUJURAN PEMILU DALAM SENGKETA

Saifuddin --Foto: ist

BACA JUGA:Optimalisasi UMKM Keberlanjutan

BACA JUGA:PESTA, SIMULACRA DAN DEMOKRASI

Keputusan MK itu memunculkan resonansi di ruang politik maupun di ruang publik. PDIP sebagai partai pemenang di Pemilu 2019 merasa di khianati, karena kadernya mengambil jalan lain untuk bergabung dengan Prabowo, dan Jokowi pun terindikasi dukungannya ke Koalisi Indonesia Maju. Keberpihakan itu yang pada akhirnya membuat jagat politik semakin memanas. 

Ini bisa di bilang catatan cacatan dalam demokrasi, dimana Mahkamah Konstitusi sebagai pilar tegaknya hukum justru menjadi agency praktek hukum yang keliru, dan cendrung melahirkan “gaya despotisme”. Sebagai epilog ; 98 KKN (kolusi Korupsi Nepotisme), namun sekarang di balik menjadi NKK (Nolong Kawan dan Keluarga).

Setelah drama pengumuman KPU tanggal 20 Maret 2024 lalu atas perolehan suara ketiga kontestan dengan perolehan suara Prabowo Gibran 58%---sesuai aturan tiga hari setelah pengumuman maka dibuka ruang gugatan ke MK atas kecurangan pemilu. Dan sementara ini bergulir sengketa pemilu di MK, para saksi ahli telah memberikan keterangan terkait bukti-bukti kecurangan. Para pengacara saling sindir daam persidangan. Romo Magnis Suseno sebagai saksi ahli dari 03 telah menyampaikan makna filosofis terkait etika dan moral dengan sarkas “Jokowi ibarat karyawan yang curi uang toko, bahkan dianggap sebagai mafia organisasi”. Perdebatan pun sulit dihindari dari tim hukum 02 Yusril Ihza Mahendra terkait etika. 

Bahkan Pork barrel (politik gentong babi) pun mencuat dalam sidang sengketa pemilu di MK, Faisak Basri (ekonom Senior) saksi ahli dari 01 menyebut politik gentong babi bagi negara berkembang seperti Indonesia bisa dilihat dari pengerahan aparat, politisasi bansos, money politik---semua itu hanya dapat dilakukan oleh penguasa yang punya interest pribadi pada kelompok atau pasangan tertentu dalam kontekstasi politik. 

BACA JUGA:Optimalisasi UMKM Keberlanjutan

BACA JUGA:PESTA, SIMULACRA DAN DEMOKRASI

Menurut tim hukum 03 Hotman Paris menyangsikan mana mungkin pemilu bisa dibatalkan sementara Prabowo Gibran memperoleh 58 % sekitar 94 juta suara pemilih. Tetapi banyak fakta sejarah di dunia pemilu dibatalkan bahkan pemenang didiskualifikasi karena kecurangan seperti di Kenya dengan kemenangan petahana 52% karena kecurangan dibatalkan. Oleh karena itu, sengketa ini bukan hanya sebatas kecurangan tetapi dari awal proses pencawapresan Gibran di MK sudah menjadi masalah dalam politik demokrasi, sehingga dalamsengketa ini MK dituntut untuk mengembalikan marwahnya sebagai institusi terhormat dalam menyelamatkan hukum dan demokrasi di Indonesia. 

Sebagai bagian terakhir dari tulisan ini meminjam istilah dari Parmoedya Ananta Toer “Kalau ahli hukum tidak merasa tersinggung dengan pelanggaran hukum, sebaiknya dia jadi tukang sapu jalanan” . Bahkan penyapu jalanan dapat membersihkan kotoran dijalanan, sementara ahli hukum yang tidak punya hati nurani dapat membersihkan kotoran tuannya. 

Dan semoga pemimpin yang dilahirkan tidak lahir dari sengketa dan hasil kotoran.(*)

BACA JUGA:Kepemimpinan Kepala Sekolah Dalam Menyelamatkan Keberlangsungan Sekolah Swasta

BACA JUGA:Pemilu 2024: Aksi dan Asa Generasi Muda Menentukan Arah Politik Indonesia

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: