Jalan Terjal UMKM Go Ekspor

Jalan Terjal UMKM Go Ekspor

Reniati Fadillah --(ist)

Oleh : Dr. Reniati, SE.,M.Si

Ketua ISEI Cabang Pangkalpinang Koordinator Bangka Belitung

Ketua Pemberdayaan Perempuan UMKM Indonesia Wilayah Bangka Belitung

Rendahnya Kontribusi Ekspor UMKM

Porsi jumlah UMKM yang sudah menjalani eksport masih sangat terbatas, dibandingkan mereka yang masih berkutat di pasar lokal. Berdasarkan data yang dilansir oleh Kementrian Koperasi dan UMKM (2022) baru ada sekitar 14%-15% dari jumlah 64,2 juta unit usaha dan ditargetkan tahun 2024 bisa meningkat hingga 17%. Angka kontribusi UMKM terhadap rantai pasok global (GVC) ternyata lebih kecil lagi yaitu 4.1% berdasarkan data dari Asian Development Bank, 2020. Ini menunjukkan dikancah Internasional UMKM kita masih rendah daya saingnya. Padahal kontribusinya terhadap PDB telah mencapai 61,07%, kontribusinya terhadap tenaga kerja 97% dan investasi sangat besar yaitu 58%. Sehingga tidak mengherankan juga, ketika semua Kementrian, Lembaga dan BUMN rame-rame mendukung program pemberdayaan UMKM. Tetapi kita berharap tentunya bahwa program-program yang dibuat mengacu kepada sebuah road map besar untuk membawa UMKM kita naik kelas, berkelas dan mensejahterakan para pelakunya.

BACA JUGA:Revolusi Bisnis Digital Membuka Peluang Baru dan Tantangan yang Harus Dihadapi

Persoalan yang dihadapi oleh para pelaku UMKM dalam rangka up scalling ekspor dapat dilihat dari dua sisi yaitu sisi demand dan supply. Dalam current condition (kondisi sekarang) persoalan yang dihadapi oleh UMKM mengenai market (demand side) yaitu: pertama masih terbatasnya Informasi market intelligence, mereka belum menyadari pentingnya melihat apa yang dibutuhkan dan diinginkan oleh pasar. Sehingga memproduksi hanya dari sisi memproduksi tanpa didorong oleh keinginan pasar. Kedua belum optimalnya dukungan ekosistem UMKM ekspor, komunitas masih terbatas dan memang belum terbangun ekosistemnya tentunya ini dipicu oleh masih rendahnya jumlah UMKM ekspor dan juga asosiasi atau wadah yang berkiprah di ekspor UMKM dan ketiga terbatasnya realisasi model pembiayaan UMKM ekspor, saat ini model pembiayaan masih berkutat kepada modal kerja yang tidak secara khusus untuk membiayai ekspor. Sedangkan dari sisi UMKM (supply side) : pertama belum memiliki kelembagaan formal, rata-rata jenis usahanya masih individu belum berbentuk PT yang memiliki keleluasan untuk melakukan ekspansi usaha. Kedua belum terbentuknya mindset dan manajemen professional. Ketiga terbatasnya pengetahuan ekspor mereka malah cenderung takut dan kuatir melakukan ekspor karena memang belum mengenal potensi dan aturan di negara tersebut, kendala bahasa juga menjadi salah satu constraint untuk bergerak go eksport. Keempat kuantitas, kualitas, kapasitas, kontinuitas dan kemasan atau disingkat dengan (5K) serta standarisasi dan sertifikasi (2S) produk UMKM belum sesuai permintaan. Kelima kemampuan komunikasi dan media pemasaran terbatas, kemampuan menyampaikan produk kepada khalayak dan literasi terhadap internet of things dan media pemasaran digital sangat terbatas. Terakhir keenam adalah Brand image (termasuk informasi produk) belum sesuai tren pasar ekspor.

BACA JUGA:Qris Transaksi Digital Fintech dan Fenomena Online Shopping, Crypto Currency

Cukup peliknya tantangan UMKM dalam melakukan ekspor membuat jalan terasa terjal dan berliku. Oleh karena itu diperlukan fasilitasi dan sinergi semua komponen untuk mengentaskan sekitar 86 persen UMKM yang masih belum ekspor. Paling tidak secara bertahap harus diupayakan untuk terus bertransformasi dari hanya jago kandang menjadi Go global. Menjadi UMKM yang Go Ekspor adalah titik tertinggi posisi sebagai UMKM. Untuk mengurai setiap permasalahan yang dimiliki baik dari sisi permintaan maupun penawaran tentunya dibutuhkan strategi yang jitu dan terukur serta terlaksana dengan baik. UMKM butuh Solusi untuk menghadapi terjalnya jalan Go Eksport.

BACA JUGA:Upaya Pelestarian Varietas Padi Lokal Menuju Pertanian Berkelanjutan

Pull and Push Strategy

Salah satu institusi yang memiliki road map pengembangan UMKM yang detil dan sudah terbukti adalah Bank Indonesia. Bank Indonesia secara khusus memiliki Departemen….Pengembangan UMKM berorientasi ekspor dari hulu ke hilir dilakukan melalui 2 strategi besar, yaitu Pull Strategy (Market Diven) dan Push Strategy . Berikut Pull Strategy (market driven) dalam pengembangan UMKM berorientasi ekspor yaitu: a) melakukan Kurasi terhadap produk-produk yang siap diekspor serta melakukan promosi dagang yang gencar, b) Market intelligence, biaya riset pasar adalah bagian terbesar dari pengeluaran untuk ekspor oleh karena itu pemerintah perlu memfasilitasi ini untuk UMKM secara keseluruhan c) Sinergi dengan stakeholders, mulai dari Pemerintah Daerah, pelaku UMKM, Asosiasi, Kementrian dan Lembaga terkait dan juga Masyarakat secara keseluruhan dan terakhir d)Business matching, dalam rangka mempertemukan UMKM dan buyer. Adapun untuk Push Strategy dalam pengembangan UMKM berorientasi ekspor langkah yang perlu dilakukan antara lain : a)Identifikasi gap yang ada di lapangan terkait (pasar, standarisasi, sertifikasi) yang ada dan yang dibutuhkan oleh pasar ekspor. b)Melakukan digitalisasi mulai dari proses keuangan, produksi, sumberdaya manusia dan pemasaran untuk para pelaku UMKM. c) Memberikan akses pembiayaan ekspor, d) Melakukan kegiatan Capacity building & pendampingan sinergi dengan K/L terutama untuk awal komoditas UMKM ekspor yang potensial yaitu kopi, kain dan kerajinan, makanan minuman olahan dan spices.

BACA JUGA:23 Tahun Sudah Usiamu Bangka Belitung, Kemanakah Nasibmu Berlabuh

Dreaming yang Kita Harapkan

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: