ERPEKAT Babel Cium Indikasi Sindikat Mafia Tanah di Kotawaringin

ERPEKAT Babel Cium Indikasi Sindikat Mafia Tanah di Kotawaringin

Ibnu Hajar--Julian

BABELPOS.ID, PANGKALPINANG - Emergency Respon Pejuang Masyarakat (ERPEKAT) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) merespon adanya keluhan dan laporan dari masyarakat Desa Kotawaringin, Kecamatan Puding Besar, Kabupaten Bangka.

Dari laporan dan informasi yang diterima tersebut, ERPEKAT mencium dugaan sindikat mafia tanah di Kotawaringin yang dilakukan oknum aparatur pemerintah desa.

Hal itu berawal dari terbitnya perjanjian antara Pemdes Kotawaringin dengan perusahaan perkebunan PT Fanyen Agro Lestari (FAL) yang dibumbui dengan Memorandum of Understanding (MoU), sesuai dengan surat keputusan Nomor 011 SPK-SM-II/FAL/VII/2023 tentang Pembebasan Lahan.

"Jelas ini menyalahi prosedur, dan cacat hukum! Kok beraninya oknum pejabat kepala desa bertindak sebagai pihak pertama untuk pembebasan lahan hutan negara dengan perusahaan tersebut. Sedangkan logo antara pemdes dan perusahaan tidak ditampilkan dalam MoU tersebut," ungkap Ketua ERPEKAT Babel, Ibnu Hajar lewat siaran pers yang diterima Babel Pos, Jumat (27/10).

BACA JUGA:Pemdes Kotawaringin Diduga Jual Beli Lahan APL, Warga Protes

BACA JUGA:PT FAL Resmi Dilaporkan, Ditunggu Tindakan Tegas DLHK Babel

Seharusnya, menurut Ibnu, jika Pemdes ingin menjalin kerjasama dengan melibatkan perusahaan, bisa mengerahkan unit bisnisnya yakni Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), atau koperasi sebagai mitra kerjanya. "Oleh karena itu saya menangapi dalam hal pembebasan itu tidak menggunakan BUMDES atau koperasi sebagai mitranya kerjanya," terangnya.

Ibnu juga sudah berkomunikasi dengan warga Kotawaringin, bahwa sejatinya masyarakat ini menolak kehadiran PT FAL karena dinilai dapat menimbulkan konflik horizontal antar warga, tetangga bahkan saudara. "Yang lebih mirisnya lagi, kerjasama kelola hutan negara primer cuma beralaskan surat MoU," kata Ibnu.

Memang, dikatakan Ibnu lagi, diakui warga pernah ada sosialisasi, cuma yang hadir bukan warga yang memiliki lahan Ganti Rugi Tanam Tumbuh (GRTT) tersebut, melainkan orang-orang yang pro terhadap perusahaan.

"Lahan yang akan dibebaskan untuk perkebunan itu kurang lebih seluas 1.500 hektar, sebagian bukan lahan GRTT di Kotawaringin, tetapi lahan tersebut belum terjamah oleh warga dan dikuasai oleh PT FAL, jelas hutan tersebut hutan yang tidak bertuan," jelasnya.

BACA JUGA:Tolak PT FAL, Warga Minta Angkat Kaki dari Kotawaringin

BACA JUGA: Kades Tidak Tahu. Penjual Lahan Desa Kepoh ke PT FAL, Misterius?

Oleh sebabnya, tegas Ibnu, ERPEKAt Babel akan mengawal dan mendampingi warga  sampai tuntas terkait adanya dugaan sindikat mafia tanah di desa Kotawaringin, dengan indikasi adanya penyalahgunaan  wewenang oknum Pemdes Kotawaringin dalam pembebasan lahan hutan negara dengan perusahaan tersebut.

"Sesuai dengan amanat Undang Undang Nomor 6 Tahun 2016 tentang Desa pada pasal 29 poin a menyatakan kepala desa dilarang membuat keputusan yang menguntungkan diri sendiri, anggota keluarga, pihak lain dan/atau golongan tertentu, menyalahguna wewenang, tugas dan/atau kewajibannya. Melakukan kolusi, korupsi dan nepotisme, menerima dapat mengaruhi keputusan atau tindakan yang akan dilakukannya," tegasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: