Lemah Bilong & Lemah Jari

Lemah Bilong & Lemah Jari

Ahmadi Sofyan - Penulis Buku /Pemerhati Sosial Budaya--

Oleh: AHMADI SOFYAN

Penulis Buku / Pemerhati Sosial Budaya

 

DULU orang Bangka mengistilahkan seseorang yang gampang terpengaruh oleh bisikan orang lain, disebut “lemah bilong”. Bisa jadi di era digital ini maraknya media sosial bisa disebut “lemah jari” bagi yang gampang termakan dan men-share berita hoax.

----------

DI ERA media sosial seperti ini, gampang-gampang susah. Berbagai berita bisa dibuat dan diolah. Berbagai tudingan pun begitu gampang diarah bahkan tak tahu lagi mana yang benar dan yang salah. Banyak orang yang berilmu dan memiliki kredibilitas membangun negeri pun harus pasrah. Karena di era sekarang tak dipungkiri seseorang bisa diatur untuk ditentukan menang dan kalah.

Ada orang alim tapi berlawanan dengan kekuasaan, maka diawasi dan dikriminalisasi. Ada orang alim, tapi tak berlawanan dan cenderung menikmati arahan penguasa, maka akan disanjung dan dipuji. Hal seperti ini sejak zaman dahulu pun sudah ada dan hingga kini bahkan nanti. Dilain sisi, pemberitaan pun begitu gampang memberikan trade mark kepada seseorang bahkan dengan begitu keji. Tak peduli ulama, yang penting aman dan arah angin bisa diikuti. 

Akhirnya, hak dan bathil bercampur dan membaur. Ia bagaikan nasi yang diolah menjadi bubur. Diaduk dan diciduk tak peduli rasa keadilan semakin bias dan membelur. Akhirnya kebhenikaan dan rasa kebersamaan sebagai anak negeri sudah kabur. Ibu pertiwi menangis melihat perilaku kita yang sudah semakin ngawur. Para pendiri negeri yang bersusah payah memperjuangkan kemerdekaan RI menangis sedih di alam kubur. Lima Sila dalam Pancasila hanyalah slogan mulut, sehingga perilaku kita sesama anak negeri justru kian tak akur.

Di era media sosial ini, kecerdasan menganalisa serta mencari data adalah hal yang sangat penting. Maraknya berita yang dibuat dan diolah seringkali membuat suasana bathin kadangkala pening. Begitu gampang berita yang belum jelas dishare sehingga saling tuding. Oleh karenanya, bijaksana dalam bermedia sosial sekarang ini adalah pekerjaan penting. Tak sembarang buat status maupun komentar agar pribadi tak pusing. Apalagi menjelang tahun politik seperti sekarang ini, waspada dan hati-hati.

Pemimpin & Kelemahannya

PEMIMPIN adalah orang yang mampu mempengaruhi orang lain. Ada 2 pemimpin ditengah kehidupan masyarakat kita, yakni pemimpin struktural dan pemimpin non struktural. Pemimpin struktural adalah pemimpin yang memiliki jabatan di pemerintahan, baik itu eksekutif, Legeslatif maupun Yudikatif. Sedangkan pemimpin non struktural adalah orang yang ditokoh di lingkungannya, bisa tokoh pemuda, tokoh agama, tokoh masyarakat maupun tokoh preman. 

Salah satu kelemahan pemimpin yang kerapkali terjadi ditengah kehidupan sosial kita, terutama sekarang ini adalah “lemah bilong” alias “telinga lembek”. Maksud dari tutur lisan orang Bangka (Lemah Bilong) ini adalah tipikal orang yang terlalu gampang mendengar bisikan orang lain yang belum jelas kebenarannya. Kalau di era maraknya media sosial, “lemah bilong” bisa dikategorikan dengan orang yang gampang percaya dan menyebarkan berita hoax. Kalau dulu karena mudah mendengar bisikan, maka diistilahkan “lemah bilong”, maka sekarang di era digital ini bisa disebut “lemah jari”.

Kalau dikalangan aparat, “lemah bilong” dan “lemah jari” bisa juga hanya mempercayai laporan anak buah tanpa mampu menganalisa dan mencari dari sumber lain. Sehingga sekarang ini banyak tokoh di daerah yang diawasi akibat laporan sepihak tanpa melakukan pendekatan sosial atau budaya lokal. Pendekatan budaya dan sosial adalah salah satu lem perekat keutuhan NKRI di semua lini. Karena Indonesia dibangun dengan salah satunya adalah nilai-nilai budaya. Itulah mengapa kita mengenal BHENIKA TUNGGAL IKA.

“Dimana bumi dipijak, disitu langit dijunjung” begitulah orangtua kita dulu mewasiatkan dengan makna bahwa dimana pun kita berada, hendaknya paham budaya dan kehidupan sosial masyarakatnya. Siapapun dan apapun profesi dan jabatan yang kita sandang, pemahaman akan budaya dan kultur sosial masyarakat setempat hendaknya benar-benar menjadi perhatian bagi semua pihak. Mari jadikan nilai-nilai kearifan lokal serta budaya sebagai lem perekat kehidupan berbangsa dan bernegara. Jauhkan sikap arogan yang justru akan menumbuhkan embrio-embrio barisan sakit hati yang justru akan membuat terpecahnya negeri tercinta ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: