Mendorong Kemandirian Pangan dengan Akad Salam

Mendorong Kemandirian Pangan dengan Akad Salam

Imam Zulfian--Ist

Oleh: Imam Zulfian

Seksi Kehumasan, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Prov. Kep. Bangka Belitung

Sektor Pertanian berkontribusi dalam perkembangan ekonomi suatu negara. Secara umum, sektor pertanian setidaknya memiliki tiga peran yaitu pemenuhan nutrisi ketahanan pangan, penyumbang pendapatan eskpor, dan penyerapan tenaga kerja. Spesifik pada Provinsi Bangka Belitung, sektor pertanian menjadi lapangan usaha yang menyumbang pendapatan terbesar daerah. Badan Pusat Statistik (BPS) dan Bank Indonesia mencatat sektor pertanian Bangka Belitung tumbuh sebesar 5,06% (yoy) pada triwulan 1-2023, dan menjadi kontributor LU unggulan dalam Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.

Pandemi Covid-19 menjadi variabel faktor menurunnya perekonomian Indonesia, termasuk sektor perbankan. Namun secara spesifik pada perbankan syariah berdampak sebaliknya. Sejak pandemi Covid-19, perkembangan ekonomi syariah di Indonesia menunjukkan hasil positif. Statistik Perbankan Syariah oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bulan Mei 2023 menunjukkan performa membaik pada perbankan syariah, dibuktikan dengan tren stabil pada Capital Adequacy Ratio (CAR), pertumbuhan Return on Asset (ROA), dan Non-Performing Financing (NPF) yang semakin menurun saat dan setelah pandemi Covid-19. Pada pembiayaan syariah, terjadi pertumbuhan sebesar 17,09% pada Juni 2023 (yoy).

Spesifik pada sektor pertanian, pembiayaan syariah sektor ini tumbuh sebesar 60% pada Mei 2023 (yoy). Pembiayaan syariah pada sektor pertanian dapat dilakukan dengan beberapa opsi. Skema yang paling umum pada perbankan konvensional adalah melalui kredit pinjaman berbasis utang atau Kredit Usaha Rakyat (KUR). Pada perbankan syariah, pembiayaan juga dilakukan dengan berbagai opsi produk, termasuk dalam pertanian. Sejak 2014, akad murabahah menjadi pembiayaan terbesar yang dikeluarkan oleh bank syariah, diikuti oleh Musyarakah dan Mudharabah.

Sepanjang pandemi Covid-19, tren positif pembiayaan pertanian diikuti dengan angka Non-Performing Financing (NPF) yang cenderung membaik. Sejak tahun 2020 hingga bulan Mei 2023, nilai pembiayaan pertanian meningkat, sejalan dengan angka NPF pada bank syariah pada sektor ini yang cenderung menurun. Hal ini menunjukkan penetrasi pembiayaan bank syariah terhadap sektor usaha pertanian tetap berjalan bahkan meningkat dan tingkat gagal bayar pelaku usaha akan pembiayaan syariah juga berangsur menurun terlepas hadirnya pandemi Covid-19. Perkembangan ekonomi syariah selama pandemi juga tidak lepas dari peran Bank Indonesia dalam mendorong kemandirian pangan pada UMKM dan pondok pesantren. Melalui Program Sosial Bank Indonesia, ekonomi syariah didorong untuk mampu menjadi pendorong ekonomi domestik, baik dengan bantuan alat dan sistem pertanian (alsintan), pembinaan berkelanjutan, serta monitoring performa secara berkala. Di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, sudah terdapat beberapa pilot project pengembangan kemandirian pangan dan ekonomi pesantren, sehingga ponpes mampu menghidupi entitas nya sendiri hingga mampu berkontribusi pada peningkatan produksi pangan lokal.

Mengenal Akad Salam

Salah satu akad yang aplikatif pada sektor pertanian adalah Salam. Salam berasal dari kata Bahasa Arab As-Salaf yang artinya pendahuluan. Dinamakan Salam (As-Salaf) karena transaksi penyerahan uang dan penentuan spesifikasi barang dilakukan di awal kontrak (Jaharuddin & Maesarach, 2021). Menurut Fatwa DSN No. 5 tahun 2000, definisi akad Salam adalah transaksi jual beli komoditas yang belum ada, kemudian dilakukan transaksi secara tangguh dengan menyerahkan uang di awal kepada penjual namun barang akan diantarkan di kemudian hari sesuai waktu dan tempat yang ditentukan.

Al-Quran dan Hadits membolehkan transaksi akad jual beli dengan sistem tangguh, yaitu akad Salam. Pemerintah juga mengatur implementasi akad salam melalui fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) No. 05/DSN-MUI/IV/2000 tentang Jual Beli Salam. Perlakuan akuntansinya juga diatur melalui PSAK Syariah No. 103 tentang Jual Beli Salam yang diterbitkan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI).

DSN MUI mengembangkan fatwa tentang akad salam, berikut dengan syarat dan rukunnya. Beberapa syarat akad salam adalah: (1) alat bayar yang harus diketahui jumlah dan bentuknya, (2) Pembayaran dilakukan saat tanda tangan kontrak, (3) Pembayaran tidak boleh dalam bentuk pembebasan hutang, (3) Pembeli tidak boleh menjual barang sebelum menerimanya, dan (5) Tidak boleh menukar barang, kecuali dengan jenis yang sesuai kesepakatan. Sedangkan rukun Salam adalah: (1) Pembeli (muslam) dan penjual (muslam ilaih) yang sudah baligh, berakal sehat, serta tidak dibawah tekanan, (2) Objek transaksi (muslam fih) yang jelas jenis, sifat, ukuran, dan batas waktu penyerahan, dan (3) Sighat (Ijab Qabul), (4) Alat tukar yang jelas dan terukur, serta disetujui kedua pihak. Penjabaran DSN MUI lainnya adalah akad salam di Indonesia dapat dijadikan channel pembiayaan sektor pertanian.

Akad salam dibagi dalam 2 jenis. Pertama, akad salam yang secara umum antara pembeli dan petani (ordinary salam). Akad ini dimulai dengan persetujuan antar dua pihak beserta penyertaan modal kepaada petani. Kemudian, petani akan mengirimkan komoditas sesuai dengan jenis, takaran, waktu, dan tempat yang ditentukan. Akad ordinary Salam menjadi cikal bakal pengembangan jenis akad Salam kedua yaitu Salam parallel.

Akad Salam parallel melibatkan perbankan, petani, dan pembeli. DSN MUI membolehkan keterlibatan perbankan dalam akad salam sebagai intermediasi pembiayaan (bridging financing), sehingga akan terjadi 2 akad salam yaitu antara petani dan perbankan serta antar perbankan dan pembeli. Akad ini diperbolehkan dengan syarat 2 akad salam dimaksud harus dalam kontrak yang berbeda, sehingga tidak merusak unsur syariah akad Salam. Dalam akad Salam parallel, perbankan akan memesan komoditas pertanian kepada pertain menggunakan akad salam beserta modal produksi. Kemudian, petani akan memulai produksi dengan modal dimaksud hingga memasuki masa panen. Disisi lain perbankan menjalin akad jual beli Salam dengan pembeli dengan kontrak berbeda. Ketika masa panen tiba, maka petani akan mengirimkan komoditas dimaksud kepada pihak pembeli beserta dokumen pe ndukung (delivery order) sebagai bukti pengiriman barang telah selesai. Pada akad Salam parallel, perbankan akan mendapat keuntungan dari selisih antara akad salam pertama dan akad salam kedua, sedangkan petani akan mendapat margin keuntungan dari modal produksi. Pembeli akan mendapat barang (komoditas) sesuai kontrak dengan perbankan.

Tantangan Pengembangan akad Salam

Akad Salam merupakan akad yang termasuk dalam jual beli, dalam hal ini jual beli komoditas pertanian dengan melakukan pemesanan dan pembayaran dimuka (forward sale) antara pihak produsen (petani) dan pihak pembeli. Akad Salam telah banyak dilakukan sebagai opsi pembiayaan pertanian di berbagai negara seperti Afghanistan, Pakistan, Sudan, dan Malaysia (Mulyany et al., 2022; Muneeza et al., 2011; Saiti et al.,2018) akibat permasalahan finansial para petani dalam menggarap lahan untuk produksi komoditas. Permasalahan finansial petani termasuk ketidakmampuan petani dalam mengikuti skema akad lainnya yang cenderung menuntut termin pengembalian secara periodik, sedangkan arus kas petani akan positif ketika masa panen.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: