CERPEN: KEPUNEN

CERPEN: KEPUNEN

--

Oleh Dian Chandra - Penulis Tinggal di Toboali Bangka Selatan 

 

MALAM kian larut, tapi Mang Yen masih saja sibuk memancing di Kulong Ijau. Sudah sedari siang ia sibuk sendirian di sana. Diabaikannya panggilan sang istri yang menyuruhnya pulang dan makan, padahal ia tahu betul dengan susah payah si istri menghampirinya. Bagaimana tidak, untuk ke Kulong Ijau, perempuan paruh baya yang giginya telah tanggal satu-satu itu harus melalui semak belukar, jalanan penuh tanah palit, yang pastinya akan membikin gampang terpeleset bila tak hati-hati. Akan tetapi, Mang Yen tak peduli. Hingga akhirnya, istrinya pulang jauh sebelum hari gelap.

 

Akan tetapi, sebelum pergi, si istri sempat melontarkan sumpah serapah. "Biarlah, Abang di hini. Semoga dak dimaken gergaji buruk!" sungut istrinya sembari menaikkan celananya tinggi-tinggi agar tak terkena tanah palit yang akan menambah pekerjaannya kelak. Sebab, tanah cokelat berlumpur itu begitu sukar dibersihkan karena mengingat perempuan yang tak lagi muda itu hanya mengandalkan tenaga tuanya saja tanpa mesin cuci sebagai penolong.

 

Begitulah, malam-malam, Mang Yen masih saja duduk-duduk di atas rerumputan dengan kail di sampingnya dan lampu minyak tak jauh darinya. Sedang di sebelah kanannya, telah lama bermukim ikan-ikan hasil perolehannya. Ikan-ikan air tawar itu sudah sedari tadi meloncat-loncat dan menggelepar-geleparkan badannya dari dalam sebuah wadah rotan. Sedang Mang Yen, hanya melirik tanpa melakukan apa-apa.

 

Di belakang ia duduk, bermukim rimbunan daun simpur, yang bergoyang-goyang diterpa angin malam. Di atas sana, bulan mulai terang, tapi tak satu pun muncul bintang. Suara binatang malam mulai bersahut-sahutan, mulai dari jangkrik, kodok, burung hantu, anjing hutan, hingga hantu mawang, si penguasa hutan. Konon kabarnya, hantu mawang gemar menyirih menggunakan campuran daun simpur dan pucuk nipah.

 

Diam-diam, mulai timbul perasaan takut di benak Mang Yen. Ya, laki-laki yang kepalanya telah rimbun uban itu tahu betul bagaimana ganasnya mawang. Seperti kerap kali diceritakan orang-orang kampung, sewaktu dia kecil dahulu.

 

Mang Yen mulai diliputi dilema. Ia hendak meneruskan usahanya memancing sebab ia ingin menemukan macam-macam ikan langka yang dapat ia jual kembali dengan harga mahal. Akan tetapi, nyalinya mulai ciut bila mengingat-ingat bagaimana ekspresi para orang tua dulu sewaktu menceritakan keganasan hantu mawang. Hih! Ia mulai bergidik. Ngeri!

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: