Integritas, Popularitas dan Isi Tas
Ahmadi Sofyan - Penulis Buku /Pemerhati Sosial Budaya--
Oleh: Ahmadi Sofyan - Penulis Buku/Pemerhati Sosial Budaya
POPULARITAS bisa diolah & dibeli, apalagi zaman canggihnya teknologi. Isi tas mudah diisi, sebab instansi dan birokrasi kita penuh transaksi. Sedangkan Integritas hanya ada pada manusia-manusia pilihan paling atas, walau kadangkala diri terhempas dalam kesunyian tak berbatas….
Suatu hari, ada yang bertanya kepada saya tentang Integritas. “Apa itu integritas?”. Saya tidak mau menjawab secara teori apalagi harus membuka mbah google agar mendapat jawaban yang ilmiah seperti kaum akademisi. “Kalau kamu melakukan sesuatu (Kejujuran) yang tidak ada satupun manusia yang tahu, padahal dirimu bisa untuk menipu (membohongi) banyak orang dengan berbagai dalih dan alasan, tapi kamu tidak melakukannya dan tetap berlaku jujur, itulah integritas. Tak penting kejujuranmu itu diketahui orang atau tidak, diakui atau tidak. Itulah integritas!” jawab saya tegas.
Entah benar atau tidak, tapi begitulah pemahaman saya tentang Integritas. Sebab sampai detik ini saya tidak pernah membuka mbah google, membuka buku yang berkaitan dengan makna integritas. Sebab pemahaman saya bahwa integritas itu adalah nilai diri seseorang, sehingga hanya orang-orang pilihan yang dapat memilikinya.
Negeri ini tidak kekurang orang pintar, tapi bisa susah mencari orang-orang benar. Tak kekurangan orang hebat, tapi semakin sengsara mencari integritas dari kalangan pejabat. Tak akan kekurangan orang cerdas, tapi semakin sulit yang memiliki integritas. Makanya tak heran jika yang terjadi negeri ini inflasi politisi, tapi defisit negarawan.
Berbagai lembaga pemerintahan, BUMN, birokrasi dan instansi, seringkali menjadi rusak sebab transaksi. Orangnya datang dan pergi silih berganti, tapi transaksi masih saja terus menghantui. Inilah yang disebut manusia-manusia bermental transaksional. Negara yang kaya, menjadi bangkrut dengan hutang dimana-mana. Mental-mental transaksional inilah yang menjadi kendala utama patalogi birokrasi di negeri ini.
Puasa & Integritas
INTEGRITAS itu ada pada diri semua orang, tak memandang suku, agama dan warna kulit. Menumbuhkan integritas dalam diri hendaknya sejak dini. Orangtua yang cerdas adalah orangtua yang mulai mendidik anak-anaknya dengan integritas bukan prestasi akademik atau perlombaan ini dan itu. Sebab integritas itu adalah nilai dalam pribadi seseorang, terlebih lagi bagi orang dewasa dan dalam dunia kerja. Kepada anak, saya selalu bicara: “Boleh salah, tapi jangan pernah bohong. Boleh nakal, tapi akui kenakalan dan kesalahanmu. Yang tidak boleh adalah berberbohong, hukumannya akan berat!”. Ini sebenarnya adalah upaya dan usaha saya sebagai orangtua agar anak memiliki integritas diri sejak dini. Persoalan popularitas dan memenuhi isi tas, tak perlu dididik hal itu kepada anak-anak kita, sebab manusia modern dimasa yang akan datang jauh lebih paham mengenai kedua hal tersebut.
Lunturnya nilai Integritas seringkali diawali oleh kepura-puraan. Kepura-puraan seringkali diawali oleh keinginan atau syahwat diri ingin segera mendapatkan posisi, popularitas dan pastinya menambah pundi-pundi isi tas. Ramadhan 1444 H ini adalah moment kita menjadikan sebagai ajang menumbuhkan integritas. Sebab Puasa adalah pendidikan manusia-manusia muslim untuk menjadi manusia berintergritas.
Mengapa demikian?
Kalau kita pura-pura sholat, semua orang tahu. Pura-pura zakat demikian juga. Pura-pura haji pun sama. Tapi kalau pura-pura Puasa, rasanya sangatlah mudah. Siapa manusia yang bakalan tahu kalau kita kala menyelam disungai sambil minum air? Siapa pula manusia yang tahu sambil wudhu, kita telan air kala berkumur? Siapa pula manusia yang tahu kalau kita ke kebun sendirian, terus masak mie dan ngopi, terus pulang ke rumah menjelang maghrib dan berpura-pura lemas karena puasa? Pastinya integritas puasa kita teruji, sebab hanya diri kita, Tuhan dan malaikat-Nya saja yang tahu. Disinilah Puasa sesungguhnya mendidik kita menjadi manusia-manusia berintegritas.
***
PROVINSI Kepulauan Bangka Belitung adalah provinsi yang pesat akan kisah dan pergolakan pertambangan (timah). Mental-mental transaksional tidak hanya merambah pada kehidupan para pengusaha, tapi bisa melekat pada birokrat dan aparat hukum. Hal seperti ini pastinya terus berlarut sehingga membutuhkan seorang pemimpin yang “rada gila” dengan intergitas tinggi. Tidak perlu menjadi manusia ½ dewa, tapi cukup menjadi manusia seutuhnya namun memiliki kekokohan integritas pasti mampu mengurangi perilaku transaksional di negeri ini.
Secara pribadi, saya sangat bermimpi dan berharap menjadi kenyataan, hadirnya kepemimpinan baru, Suganda Pandapotan Pasaribu, yang baru saja dilantik menjadi Pj. Gubernur Kepulauan Bangka Belitung dapat menujukkan integritas seorang Birokrat di Negeri Serumpun Sebalai. Sebab, tanpa integritas itu maka hanya akan menambah deretan para pemimpin yang transaksional, sibuk mengejar popularitas dan berakhir dengan mengumpulkan pundi-pundi isi tas. Walau tidak kenal banget kecuali dari media, namun dari beberapa komunikasi dengan beberapa orang yang saya kenal di Ibukota Jakarta, bahwa dipilihnya Suganda Pandapotan Pasaribu, tidak lepas dari Intergitas selama ini beliau miliki saat berada di Pusat Kekuasaan. Semoga seperti itu dan saya sangat senang mendengarnya. Namun, ibarat laut, Bangka Belitung memiliki aneka ragam ikan yang hidup didalamnya. Ada yang penuh tulang, ikan berdaging enak dan ada pula ikan yang berpatil tajam dan siap menusuk dengan memberikan bisanya. Disinilah butuh kekuatan iman & mental dalam menjaga integritas.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: