Potensi & Prestasi
Ahmadi Sofyan--
Pun, memiliki harta sebanyak apapun dan disebut sebagai orang kaya raya bukanlah prestasi. Tapi cara memperoleh dan keberadaan harta memberikan banyak manfaat kepada masyarakat itu baru disebut prestasi.
Kalau sekedar untuk memiliki banyak harta lalu dianggap prestasi, maka sangatlah gampang diperoleh dengan berbagai macam cara, seperti korupsi, melihara tuyul, persugihan, merampok, menipu dan sebagainya.
Disinilah pentingnya makna prestasi yang perlu kita maknai kembali dalam kehidupan sosial saat ini. karena betapa banyak anak-anak muda yang salah mengartikan prestasi dari sebuah kekayaan.
Memiliki popularitas sehingga dikenal seantero dunia bukanlah prestasi, tapi kebermanfaatan diri dari popularitas yang dimiliki untuk masyarakat itu bisa disebut prestasi.
Keberadaan popularitas untuk melakukan perubahan masyarakat ke arah yang lebih baik itu baru disebut prestasi. Kalau sekedar populer, di era yang serba canggih ini sangatlah gampang. Kita lihat saja, semua orang sudah menjadi wartawan bagi dirinya sendiri. Bikin media sendiri, nulis berita diri sendiri, share sendiri, komentar sendiri dan semua media sosial menjadi ajang untuk mempopulerkan diri sendiri.
Era kini, kalau sekedar memperolah popularitas, semudah mengaduk secangkir kopi, entah itu popularitas karena prestasi ataukah memaksakan diri. Bahkan berabad-abad lalu, orang Arab pernah menyindir: “bul zam-zam fal masyhur” (kencingi air zam-zam, pasti populer”. Artinya kalau sekedar populer, berbuatlah yang tidak lazim atau gila sekalipun.
Demikian juga, kepada diri sendiri, saya juga sering mengatakan bahwa mampu menggugah semangat orang dan disebut sebagai motivator, ceramah, tausiyah bukanlah prestasi.
Tapi menjalankan motivasi itu dengan bersama-sama lalu membuahkan hasil kebermanfaatan bagi banyak orang itulah prestasi.
Begitupula memiliki kemampuan agama dan pandai berceramah bukanlah prestasi. Menjadi seniman bukanlah prestasi, memiliki suara bagus dan menjadi seorang penyanyi bukanlah prestasi, memiliki suara merdu dan melantunkan ayat-ayat suci sehingga disebut Qori ataupun Qori’ah bukanlah prestasi.
Tapi prestasi itu baru bisa didapatkan adalah ketika ia memiliki azas manfaat yang dirasakan banyak orang dan diri kita mampu menjadi inspirasi besar bagi orang lain untuk menuju arah kebaikan.
Bahkan menjadi pejabat bahkan sekelas Presiden pun bukanlah prestasi, tapi bagaimana jabatan itu memberikan manfaatkan kepada umat, kepada rakyat dan husnul khotimah kala mengakhiri jabatan tersebut, barulah bisa disebut sebagai prestasi.
Walaupun sebetulnya juga tak bisa disebut Prestasi, karena jabatan adalah amanah dan kebaikan yang ada didalamnya adalah kewajiban.
Begitupula terpilih dan menjadi Wakil Rakyat itu bukanlah prestasi. Kemampuan menulis dan tulisan tersebar diberbagai media maupun diterbitkan menjadi buku itu bukanlah prestasi.
Akhirnya, ditengah-tengah “kedunguan” dan gagal pahamnya kita yang kian akut, saya belajar kembali memaknai Prestasi itu adalah ketika diri menjadi inspirasi besar bagi orang lain dan potensi dalam diri menjadi inovasi serta inspirasi bagi orang lain.
Kepada diri sendiri kita perlu teriak keras: “Ayo gali potensi dalam diri, raih prestasi dan nilaimu akan bertambah ketika mampu menjadi inspirasi bagi orang lain atau generasi selanjutnya”.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: