Money Talks
Ahmadi Sofyan - Penulis Buku /Pemerhati Sosial Budaya--
Oleh: Ahmadi Sopyan - Penulis Buku/Pemerhati Sosial Budaya
“KALAU isteri lagi marah terus menerus, cobalah di Ruqyah. Tapi kalau di Ruqyah tidak mempan, maka cobalah di beri Rupiah, pasti sembuh”
MINGGU lalu, saya diskusi ringan dengan sahabat karib saya dr. Hendry Jan, Owner RS. KIM (Kalbu Intan Medika). Diskusi soal politik, sosial dan perilaku manusia yang memang bisa berubah kapan pun dan apapun profesi yang disandang. Bahkan perubahan itu bisa berubah drastis dalam waktu hampir bersamaan.
Itulah manusia, tak ada kesetiaan abadi atau loyalitas sejati. Sangat langka hal ini masih tersisa, apalagi di era seperti sekarang ini, yang semuanya serba instan.
Winston Churchill, sang Perdana Menteri United Kingdom zaman dulu pernah bercerita pengalaman dirinya dengan seorang sopir taksi. Suatu hari, Sang Perdana Menteri ini hendak pergi wawancara di kantor BBC. Kali ini ia ingin pergi sendiri tanpa pengawalan protokoler atau membawa ajudan. Bahkan ia tidak membawa mobil, namun pergi dengan menumpang taksi.
Sang sopir taksi tidak mengetahui sama sekali bahwa penumpangnya adalah tokoh besar bahkan tokoh utama di pemerintah Inggris (United Kingdom) kala itu. Sesampai di kantor BBC, ia meminta kepada sopir taksi untuk berkenan menunggu dirinya sekitar 40 menit, sebab ia ingin pulang dengan taksi tersebut.
Ternyata, si sopir taksi menolak seraya berkata: “Saya tidak bisa menunggu Pak, karena saya harus pulang ke rumah untuk mendengarkan pidato Winston Churchill di rumah”. Lantas si sopir taksi tersebut memuji Winston Churchill dengan berbagai pujian hebat, sehingga ia rela pulang ke rumah dan tidak membawa taksi sesaat demi untuk mendengar Winston Churchill dari radio di rumahnya. “Winston Churchill pemimpin kami yang tidak bisa tergantikan, mendengar pidatonya adalah semangat bagi kami sehingga tidak mungkin tak kami dengar apalagi hanya ditukar dengan lembaran Dollar”. Pernyataan sopir taksi itu membuat sang Perdana Menteri terkesima sekaligus bangga, sebab hanya untuk mendengarkan pidatonya saja seorang sopir taksi ini berani menolak rezeki atau dengan pekerjaannya sesaat. Karena senangnya, Winston Churchill pun mengeluarkan 20 Dollar dari dompetnya, sebuah nilai uang yang sangat besar saat itu. diberikannya lembaran uang tersebut kepada sopir taksi tanpa ia memberitahu siapa dirinya.
Ndilalah, ketika sang sopir taksi menerima uang sebesar itu, ia senang bukan kepalang. lantas dirinya berpikir, kalau sampai menunggu sang penumpang sesuai dengan permintaannya, pastilah ia mendapat lembaran Dollar yang jauh lebih besar. Menerima 20 Dollar saja sudah sangat besar nilainya, apalagi menunggu dan mengantarkan kembali pulang sang penumpang. Lantas sang sopir taksi berkata: “Pak, saya akan menunggumu sampai berapa lama pun bapak akan kembali dari kantor ini”. Kaget juga Winston Churchill mendengar perkataan sang sopir taksi. “Lho, katanya mau mendengarkan pidato Winston Churchill melalui radio di rumah?” tanya Winston Churchill. “Go to hell… dengan pidato Winston Churchill yang tidak berguna bagi kami rakyatnya!” jawab sang sopir taksi.
Dari kejadian yang dialami oleh Winston Churchill ini, kita dapat melihat bagaimana “prinsip-prinsip” demikian mudah rapuh dengan lembaran Rupiah, eh Dollar. Begitu mudah lembaran uang memodifikasi prinsip, ideologi, nasionalisme, bahkan keyakinan. Demi uang aset negara bisa dijual, demi uang keluarga tercerai berai, demi uang teman menjadi lawan, demi uang sahabat disikat, demi uang rakyat sengaja dibuat melarat, demi uang pejabat rela menjadi budak, demi uang hak orang disikat, demi uang pangkat digadaikan, demi uang kebenaran dibungkam, demi uang pilihan berubah cepat, demi uang tubuh dijual, demi uang manusia berubah menjadi bunglon, demi uang hoax dibuat, demi uang buzzer bertindak, demi uang agama dijadikan tunggangan sesaat, demi uang orang semua bisa berubah. Kalau uang sudah bicara, moralitas menjadi sirna. Inilah yang dimaksud dengan money talks! Money rules, money wins, money kills, dan money-money lainnya…
Tak dipungkiri, berapa banyak kehidupan seseorang berubah total hanya karena uang, moralitas rapuh hanya karena Rupiah, ideologi tak lagi berarti bahkan teman menjadi lawan, sahabat disikat hingga sekarat. Uang adalah tuhan yang dianggap bisa memberikan seluruh kebahagiaan dalam hidup. Uang adalah sihir yang paling tokcer merubah seseorang. Siapa yang pegang uang, dialah yang pegang wewenang.
Bahkan di negeri ini, untuk meraih sesuatu seperti jabatan dan pangkat haruslah dengan uang. Popularitas, elektabilitas, integritas dan moralitas akan kalah dengan isi tas. Suka tidak suka, percaya tidak percaya itu sudah begitu mendarah daging dalam kehidupan demokrasi kita bahkan dalam dunia kerja atau lembaga bahkan rumah tangga. Kok bisa? Berapa banyak rumah tangga runtuh karena uang tak menyentuh? Berapa banyak para calon mertua memilih menantu karena melihat uangnya?
Ah sudahlah, kekuatan money talks memang luar biasa. Sekelas Winston Churchill saja mendapat pujian dan cacian diwaktu yang sama, “Go to hell…”. Apalagi cuma sekelas kita yang bukan siapa-siapa. So, jangan heran sekarang ini manusia ternyata lebih rendah dari uang, padahal yang membuat uang adalah manusia sendiri. Kita sering merendahkan diri kita dari benda yang sebenarnya jauh lebih rendah dari diri kita. manusia itu derajatnya paling tinggi, “fii ahsani taqwiim”, tapi nyatanya dengan lembaran uang kita turun derajat drastis.
Ternyata tak salah, sahabat saya pernah berkata seraya bercanda, tapi penuh makna: “Kalau isteri lagi marah terus menerus, cobalah di ruqyah. Tapi kalau di ruqyah tidak mempan, maka cobalah di beri rupiah, pasti sembuh”.
Salam Money!(*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: