Beda PLTT & PLTN
Oleh: Safari Ans - Salah Satu Tokoh Pejuang Pembentukan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung -- \"INI sebuah investigasi jurnalistik singkat setelah membaca berbagai literatur dalam dan luar negeri disertai serangkaian wawancara khas investigator. Ternyata, ada perbedaan yang signifikan antara Pembangkit Listrik Tenaga Thorium (PLTT) dengan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN).\" ---------------------------- GUBERNUR Provinsi Kalimantan Barat (Kalbar) konon surat berkirim surat kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi). Provinsi berseberangan laut dengan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) percaya bahwa cadangan thorium yang ada perut bumi Kalbar cukup untuk menjalankan PLTT sebagai sumber listrik paling murah di dunia. Presiden RI itu belum sempat menjawab keinginan provinsi itu hingga kini. Memang dalam proposal ThorCon International Ltd, mencantumkan ada 3 (tiga) wilayah yang mereka lirik di Indonesia. Yakni Bangka Belitung, Kalimantan Barat, dan Kepulauan Riau. Ketiga daerah itu dianggap cukup memadai untuk membangun PLTT. Tetapi jika diurut nominasi, maka Babel memang pilihan pertama, karena selain letaknya strategis berada di tengah-tengah pulau besar Indonesia; Jawa, Sumatera, dan Kalimantan, Babel juga kaya akan kandungan thorium. Lagi pula, unsur thorium yang terdapat dalam monazite saat ini di Babel menjadi sampah radioaktif yang membuat lingkungan di wilayah Babel tidak sehat. Monazite terdapat dalam ampas pasir (amang) hasil buangan tambang timah. Logikanya, sampah bermasalah ini, apabila diolah akan bermanfaat bagi kehidupan manusia dan menjadi mineral mahal bernama thorium. Thorium saat ini, dipilih para ahli energi sebagai sumber energi listrik termurah di dunia. Hanya USD 1 - 2 sen per kWh. Sumber energi listrik lainnya, masih diatas itu. Sumber air (PLTA) yang selama ini kita anggap murah, malah diatas itu. Tenaga angin dan matahari berlimpah di negeri kita, juga biaya pokok penyediaan (BPP) listrik masih di atas itu. Provinsi Babel yang saat ini menggunakan PLTD (Diesel), menempatkan diri dengan BPP listrik tertinggi keempat di Indonesia setelah Nusa Tenggara Timur (NTT), Maluku, dan Papua. Biaya produksi listrik di Babel berkisar USD 15,52 per kWh. Padahal BPP nasional saja hanya sekitar USD 7,66 per kWh. Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) tetangga Babel saja BPP listriknya hanya USD 7,18 per kWh. Mahalnya biaya produksi listrik di Babel menyebabkan negara harus subsidi listrik cukup besar untuk masyarakat Babel. Karena tarif listrik untuk masyarakat seluruh Indonesia berlaku sama. Mahalnya BPP listrik Babel ini jadi persoalan tersendiri. Apalagi energi listrik bersumber dari energi fosil mulai dianggap ketinggalan zaman. Karena sebentar lagi dunia energi akan meninggalkan energi fosil. Sebab energi fosil selain mahal, juga dianggap merusak lingkungan teramat parah. Apalagi energi fosil tidak dapat menghasilkan listrik berkualitas tinggi. Ialah tenaga listrik yang stabil dan bermutu. Jenis listrik bermutu dan stabil ini paling disukai oleh produsen elektronik di dunia. Itulah kenapa beberapa perusahaan elektronik berminat akan memindahkan pabriknya ke Babel jika Babel telah memiliki PLTT. Apalagi, Babel memiliki sumber daya mineral utama yang mereka butuh. Mereka membutuhkan logam tanah jarang (rare earth mineral) yang \"berhamburan\" di Babel. Juga timah putih yang sekarang ini hanya ada di Babel. Di dunia saat ini hanya dua negara yang menyuplai timah putih berkualitas tinggi. Yakni, Tiongkok dan Indonesia. Tiongkok sudah melakukan moratorium ekspor timahnya, karena kebutuhan industri dalam negeri meningkat. Kini, yang menyuplai timah putih dunia hanya Indonesia, Babel. Ada sekitar 60.000 (enam puluh ribu) ton setiap timah putih asal Babel membanjiri dunia. Bayangkan kalau Babel juga melakukan moratorium seperti Tiongkok. Hal itu sempat mengemuka, ketika Gubernur Babel Erzaldi Rosman Djohan melakukan hearing dengan Komisi VII DPR RI 07 April 2021 di Jakarta. Komitmen para produsen elektronika dunia memang cukup beralasan dengan asumsi tersebut. Sebab, industri elektronik mereka akan megap-megap apabila Babel meniru Tiongkok. Daripada was-was, mereka lebih baik memindahkan pabriknya ke Babel apabila Babel sudah memiliki PLTT. Secara teoritis, PLTT mungkin akan berdiri setelah 2023. ThorCon saat ini sedang melakukan studi lapak. Survei penerimaan masyarakat sudah selesai. Survei ini dilakukan LPPM UNS (Universitas Sebelas Maret) bekerjasama dengan UBB (Universitas Bangka Belitung). Hasilnya, 73,73% masyarakat Babel menerima kehadiran PLTT di Babel, dan 26,27 menolak. Nanti ThorCon masih harus menjalani berbagai studi dan tes. Termasuk uji teknologi molten salt reactor yang akan mereka terapkan bersama (rencananya) ITB (Institut Teknologi Bandung). Untuk meyakinkan dunia bahwa teknologi PLTT yang mereka anut sudah benar, seorang pendiri ThorCon, Robert Hargraves menulis sebuah buku yang kini dianggap kitab suci praktisi PLTT dunia. Buku itu berjudul \"Thorium, Energy Cheaper Than Coal\". Buku itu terbit tahun 2012. Penulis buku ini, pernah diundang oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menjadi pembicara utama dalam \"Seminar Nasional Thorium sebagai Sumber Daya Revolusi Industri\" pada 24 Mei 2016. PT Timah Tbk juga diundang dalam seminar nasional thorium itu. Sejak saat itulah, semua orang terkejut bahwa di Babel banyak mengandung thorium. Mineral ini bisa dihargai hingga Rp 50 juta per kilogram. Kalau satu ton, sekitar Rp 50 miliar. Terkejutnya, karena di Babel menurut PT Timah Tbk, secara hipotetik di wilayah IUP milik BUMN (saat itu dihitung dari 400.000 hektar) terdapat sekitar 120.000 (seratus dua puluh ribu) ton thorium, 24.000 (dua puluh empat ribu) ton uranium, dan 7.000.000 (tujuh juta) logam tanah jarang. Paparan PT Timah Tbk ini membedakan antara thorium dan uranium. Karena memang berbeda. Jadi thorium bukan uranium, dan uranium bukan thorium. Jadi, jika masyarakat Babel menolak, maka Kalbar yang akan membangun PLTT tersebut. Lalu Babel menyuplai thoriumnya ke Kalbar. Itu secara otomatis, efek domino ekonomi yang akan berdampak secara signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, termasuk tenaga kerja juga akan dinikmati oleh Kalbar. Lalu masyarakat Babel gigit jari. Jika ini terjadi, rasanya sakit hati ini. Daripada sakit hati kan lebih baik sakit gigi, kata penyanyi dangdut. Itulah mengapa Gubernur Babel Erzaldi Rosman Djohan ambil langkah seribu ketika mendengarkan presentasi ThorCon di Kantor Gubernur Babel setahun lalu. Karena Gubernur Babel melihat ini \"golden gate\" bagi Babel untuk memasuki dunia industri teknologi tinggi (hi-tech industry). PERBEDAAN PLTN & PLTT Jangankan pembaca, kalangan ilmuwan nuklir di Indonesia saja masih belum sepakat untuk memberikan istilah PLTT. Ada yang menuliskannya \"PLTN Thorium\". Bahkan ada yang masih menyebutnya bahwa PLTT adalah PLTN. Mereka masih menyebut PLTT dan PLTN tidak ada bedanya. Sama-sama menggunakan bahan bakar nuklir untuk sebuah pembangkit listrik. Hal itu mendorong penulis melakukan investigasi jurnalistik dengan membaca berbagai literatur dalam dan luar negeri. Berikut serangkaian wawancara khas seorang investigator. Sebab penulis bukan ahli nuklir. Hasil investigasi itu, ternyata antara uranium dan thorium itu banyak bedanya. Apalagi antara aspek terapan dan implementasi serta dampak sangat berbeda jauh antara PLTT dan PLTN. Mestinya para ilmuwan nuklir sudah saatnya membedakan antara istilah \"PLTT dan PLTN\". Pandangan secara investigator jurnalistik inilah perbedaan antara PLTT dan PLTN. 1). Sepintas PLTT (Pembangkit Listrik Tenaga Thorium) dan PLTN (Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir) sama. Bahkan sering ditulis PLTN-Thorium. Karena keduanya menggunakan nuklir. Padahal beda dalam implementasinya dan dampaknya. 2). PLTN tidak bisa di set down (dimatikan) ketika panas karena dia menganut fusi panas. Sedangkan PLTT bisa dimatikan dan dijamin tidak menimbulkan panas. ThorCon akan membuat reaktor PLTT dengan prinsip fusi dingin (cooldown can). Bahkan Kang Dicky (praktisi energi listrik) membuat reaktor thorium mini fusi dingin dengan kaos lampu petromak. (https://youtu.be/Fy_REO0jFwY). 3). Ampas thorium habis dan radiasi menjadi nol setelah 10 (sepuluh) tahun. Sedangkan ampas uranium membutuhkan 100 (seratus) tahun untuk menjadikan radiasinya menjadi nol. 4). Thorium sudah familiar dengan masyarakat Babel, karena thorium identik dan kaos lampu petromak yang mengandung thorium. Sudah biasa digunakan oleh masyarakat Babel. Sementara nuklir (uranium) konvensional tidak, bahkan sangat menakutkan. 5). Bagi Babel, thorium adalah sampah tambang timah. Thorium selama ini tidak diolah di Babel, maka dia tetap menjadi ampas tambang timah yang sangat berbahaya bagi lingkungan hidup di wilayah Babel. Apabila diolah menjadi thorium, maka menjadi mineral mahal (Rp 50 juta per kg) yang menghasilkan listrik berkualitas tinggi dengan biaya yang paling murah di dunia (USD 1-2 sen/(KwH). Sementara itu, sumber energi lain biaya produksi listrik di atas USD 5 sen/KwH. 6). Jika Babel tidak membangun PLTT, maka pilihannya PLTT akan dibangun di Kalbar. Bahan thorium Babel akan dibawa ke Kalbar untuk menyuplai PLTT Kalbar. Bahkan Gubernur Kalbar telah berkirim surat ke Presiden RI agar Kalbar diizinkan bangun PLTT. Dengan demikian Kalbar yang akan menikmati efek domino pertumbuhan ekonomi secara signifikan, bukan Babel. 7). Thorium adalah energi masa depan yang akan digunakan manusia. Bahkan perusahaan Cadillac Amerika Serikat telah uji coba gunakan thorium untuk energi mobil bertenaga thorium. Hasilnya 8 gram thorium bisa digunakan oleh satu mobil selama 100 tahun (seabad). Pengujian ini terus dilakukan perusahaan otomotif lainnya, sehingga thorium menjadi green energy. (https://youtu.be/568iDYn8pjc). Atau (https://youtu.be/68A_HPYGdlk). 8). PLTT yang akan dibangun di Babel merupakan yang pertama di Asia. Sehingga dalam berbagai penerapannya tidak ada satupun sejarah kelam atau tragedi pilu PLTT. Sehingga tidak berdasar menuduh PLTT bakal membuat Babel sengsara kelak kemudian hari. Sebaliknya sih iya. 9). PLTT Babel dibangun dengan biaya swasta murni (nol APBN atau APBD) senilai Rp 17 triliun. Jika Babel berhasil membangun kawasan industri mesin-mesin pendukung PLTT untuk kawasan Asia, mereka membutuhkan sedikitnya 10.000 tenaga kerja. Prioritas tenaga kerja lokal, kecuali tenaga ahli. 10). Nuklir konvensional (uranium) bisa dibuat menjadi bom seperti yang dilakukan oleh Amerika Serikat ngebom Hiroshima dan Nagasaki di Jepang pada akhir Perang Dunia II. Sedangkan thorium tidak bisa dijadikan bom, sehingga PLTT disukai semua negara di dunia sebagai pembangkit listrik masa depan. Semoga tulisan membuat kita bahagia dan bangga menjadi anak Babel. Bahwa alam Babel memang kaya akan mineral. Jangan sampai anak cucu Babel kelak sengsara karena kekayaan Babel hanya jadi sapi perah dan jadi ampas tebu. Habis manis sepah dibuang. Bravo Babel.***
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: