Sarjana Bukan Segalanya
Ilustrasi wisuda--Foto: Ant
Dalam kerangka demokrasi, gagasan bahwa sarjana harus menjadi syarat utama justru bertentangan dengan prinsip kedaulatan rakyat. Dahl (1989) dalam Democracy and Its Critics menegaskan bahwa demokrasi sejati adalah sistem yang memberi kesempatan setara bagi warga negara untuk berpartisipasi dalam proses politik, tanpa diskriminasi berbasis status sosial maupun latar pendidikan. Kualitas demokrasi lebih ditentukan oleh ruang partisipasi, mekanisme representasi, dan kontrol publik terhadap kekuasaan, bukan oleh standar akademik formal yang sempit.
Pandangan serupa dikemukakan Zakaria (2003) dalam The Future of Freedom, bahwa demokrasi konstitusional menuntut checks and balances serta rule of law sebagai pengaman utama. Dalam perspektif ini, kualifikasi akademik bisa memperkuat kapasitas individu, tetapi substansi demokrasi tidak boleh dipersempit hanya pada persoalan ijazah.
Menempatkan gelar akademik sebagai kriteria mutlak justru berisiko menyingkirkan makna substantif demokrasi itu sendiri. Demokrasi adalah sistem yang menilai pejabat publik berdasarkan integritas, rekam jejak, dan kesetiaan pada konstitusi. Tanpa itu semua, sarjana hanyalah status administratif yang tidak menjamin hadirnya kepemimpinan yang adil dan berorientasi pada kepentingan rakyat.
BACA JUGA:MK Tolak Uji Materi yang Minta Rakyat Bisa Berhentikan Anggota DPR
BACA JUGA:MBG Penuhi Gizi 1,3 Juta Ibu dan Balita
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:

