Menggiring Dadu Ekonomi Kreatif Indonesia

Menggiring Dadu Ekonomi Kreatif Indonesia

Ilustrasi permainan ular tangga. --Foto: Ant

Oleh Rioberto Sidauruk 

Pemerhati Ekonomi Kreatif, saat ini bertugas sebagai Tenaga Ahli AKD DPR RI

___________________________________________

Bayangkan papan permainan ular tangga. Ada dadu, ada kotak penuh peluang, ada tangga yang bisa membawa kita melesat naik, dan tentu saja ada ular yang siap meluncurkan kita kembali ke bawah. Gambaran itu pas untuk menjelaskan masa depan ekonomi kreatif (ekraf) di Indonesia.

Papan permainan itu adalah peta pembangunan nasional. Setiap kotak mewakili capaian dan tantangan. Belum lama ini, Kementerian Ekonomi Kreatif (Kemenekraf) melempar dadu besar.

Mereka meminta tambahan anggaran yang cukup fantastis: dari pagu indikatif Rp528 miliar menjadi Rp1,06 triliun pada tahun 2026. Bagi Kemenekraf, angka ini bukan sekadar dana, melainkan sebuah “tangga raksasa” yang diyakini bisa melompatkan sektor ekraf ke level berikutnya.

Namun, permainan ini tidak hanya dimainkan sendirian. Ada pemain lain, yakni masyarakat yang diwakili DPR. Mereka tidak serta-merta mengizinkan Kemenekraf melangkah ke kotak berikutnya. Pertanyaan yang muncul sederhana tetapi tajam: apakah anggaran jumbo itu akan benar-benar jadi tangga, atau justru membawa kita jatuh ke kepala ular?

Optimisme Kemenekraf memang tinggi. Proyeksi pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) ekraf ditargetkan 5,66 persen, sementara ekspor dipatok tembus 27,85 miliar dolar AS pada 2026. Itu semua terlihat seperti tangga yang menjanjikan.

Tapi ada ancaman besar: jika dana tak dikelola dengan baik, manfaatnya tidak akan terasa, lapangan kerja tidak tercipta, dan kesejahteraan masyarakat jalan di tempat. Inilah ular besar yang bisa meluncurkan ekraf kembali ke titik nol.

Tangga-tangga kecil dari desa

Kemenekraf tahu betul risiko itu. Karena itu, strategi mereka tidak hanya berfokus pada proyek-proyek megah di pusat kota. Justru desa menjadi titik perhatian.

Program Pemberdayaan Desa Kreatif dan pelatihan keterampilan untuk UMKM kriya dan kuliner dicanangkan agar masyarakat di akar rumput ikut naik tangga.

Dalam permainan ular tangga, tangga kecil memang lebih sering muncul ketimbang tangga raksasa. Logikanya sama: Kemenekraf berusaha membangun tangga-tangga kecil di setiap desa melalui pemberdayaan BUMDes, fasilitasi pasar digital, dan pelatihan wirausaha. Dengan begitu, masyarakat yang paling kecil sekalipun punya kesempatan untuk menggerakkan bidaknya.

Tentu saja kritik tidak bisa dihindari. Sejumlah ekonom mengingatkan bahwa proyeksi pertumbuhan bisa meleset. Kondisi makroekonomi sangat dipengaruhi banyak faktor: suplai uang, belanja konsumen, hingga gejolak global.

Sama seperti lemparan dadu, hasilnya tak selalu sesuai harapan. Artinya, meski strategi sudah disusun, risiko jatuh ke kepala ular tetap ada.

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Temukan Berita Terkini kami di WhatsApp Channel

Sumber: