TPP TUNJANGAN PENYELAMAT PEREKONOMIAN ASN

Senin 28-04-2025,11:01 WIB
Reporter : Riswardi
Editor : Jal

Oleh: Riswardi, M. Pd.

Ketua Majelis Taklim Ukhuwah Wathoniah Babel

___________________________________________

Bulan Mei 2025 dan seterusnya adalah masa-masa yang cukup memprihatinkan bagi para ASN Pemprov Kepulauan Babel. Betapa tidak, saat ini nasib TPP akan diputuskan dalam waktu dekat menunggu kesepakatan antara pihak eksekutif (Tim Anggaran Perangkat Daerah) dan Pimpinan beserta Anggota Badan Anggaran DPRD Babel.

Sudah menjadi rahasia umum bahwa saat ini perekonomian Pemprov Babel sedang dalam kondisi tidak baik-baik saja dengan defisit lebih dari 270 milyar, APBD 2025 hanya sejumlah 2,3 T lebih, dan PAD sekitar 782 M lebih. 

Jumlah defisit ini mungkin adalah yang terbesar terjadi sepanjang sejarah Provinsi Kep. Babel. Walhasil para pemangku kepentingan pun berjibaku untuk berusaha menghindari pemotongan TPP ASN  dengan melakukan berbagai skenario efisiensi anggaran, mulai dari penghapusan kegiatan, pemotongan anggaran, wacana restrukturisasi organisasi, serta pengggenjotan sumber PAD melalui skema royalti timah maupun revitalisasi sumber-sumber pendapatan lainnya.

Tak bisa dibantah lagi bahwa penurunan APBD dan PAD Pemprov Babel saat ini adalah dampak tsunami bencana ekonomi akibat menurunnya perekonomian masyarakat di level grass root akibat lesunya sektor pertimahan yang pemicu utamanya adalah kasus korupsi timah 270 Triliun yang hingga kini masih terus berproses. Masyarakat Babel yang sebagian besar masih bertopang pada sektor pertimahan begitu terpukul karena adanya gangguan ekonomi  pertimahan dari hulu ke hilir. Ketergantungan masyarakat Babel pada sektor pertimahan yang terlambat diantisipasi sejak awal akhirnya membawa keterpurukan ekonomi yang luar biasa. Buntutnya angka pertumbuhan ekonomi Babel di tahun 2024 hanya 0,77%, sebuah angka dari data BPS Babel yang menunjukkan betapa rapuhnya ekonomi Babel saat ini. Padahal di tahun 2023 angka pertumbuhan ekonomi masih berada pada kisaran  4,38%. Benar-benar ekonomi  saat ini “Babel” alias “Babak Belur”. Sementara itu, sektor-sektor lainnya seperti pariwisata dan kelautan perikanan yang sangat potensial belumlah mampu memberikan kontribusi yang signifikan. Hanya sektor perkebunan dengan komoditas unggulan sawit yang menunjukkan trend positif. Namun, tentu saja hanya segelintir saja masyarakat Babel yang bermain di sektor perkebunan sawit ini karena keterbatasan pembiayaan dan kesulitan lahan.

BACA JUGA:Ketika Dunia Maya Jadi Ladang Kolonialisme Baru: Cyber Crime Sebagai Alat Kuasa Global

BACA JUGA:BERDAYA MEMIMPIN, BABEL MAKIN BERDAYA

Mungkin masih banyak yang mengira bahwa TPP yang menurut nomenklatur sebenarnya adalah Tunjangan Perbaikan Penghasilan yang pertama kali dikeluarkan sejak masa Gubernur Almarhum H. A. Hudarni Rani melalui Pergub TPP kala itu. Sangatlah mulia seorang almarhum Gubernur H. A. Hudarni Rani saat itu yang mengeluarkan kebijakan untuk menambah penghasilan para ASN Pemprov Babel dengan pertimbangan bahwa penghasilan para ASN dari gaji pokok ditambah tunjangan-tunjangan lainnya masih sangatlah kurang untuk mencukupi biaya kebutuhan hidup ASN seperti sandang, pangan, papan, dan membiayai anak-anaknya bersekolah. Kebijakan TPP ASN pun kemudian dilanjutkan di masa Gubernur Almarhum Eko Maulana Ali, Erzaldi Rosman, Rustam Effendi, Pj. Gubernur Ridwan Djamaluddin, Pj. Gubernur Suganda Pandapotan Pasaribu, Pj. Gubernur Syafrizal, dan Pj. Gubernur Sugito di April 2025.

Disaat-saat genting menunggu nasib pemotongan TPP seperti sekarang, tumpuan harapan kini berada di tangan wakil rakyat di DPRD Babel melalui pimpinan dan anggota  Badan Anggaran. Organisasi wadah berhimpunnya para ASN seperti Korpri atau pun PGRI yang mewadahi aspirasi para guru/pendidik dan tenaga kependidikan di SMK, SMA, dan PLB seharusnya terdepan berjuang dan menyuarakan kepada Gubernur dan para wakil rakyat agar pemotongan TPP tidak terjadi atau dapat diminimalkan, paling tidak melalui pengajuan surat tertulis atau komentar para pucuk pimpinan organisasi tersebut. Kalau pun terpaksa terjadi pemotongan,  haruslah diperjuangkan agar angkanya tidaklah mencapai 60%, 50%, atau bahkan 40%. 

Secara de jure atau normatif regulasi, memang TPP adalah sumber penghasilan ASN yang bersifat tidak wajib karena hanya bisa diambil dari pos Pendapatan Asli Daerah (PAD). Kalaupun TPP harus dipotong atau bahkan dihapus sekalipun, tidak ada satu pun delik hukum yang dapat diajukan oleh para ASN untuk menuntut secara hukum kepada para pihak agar kebijakan penghapusan/pemotongan TPP itu dapat dianulir.

Akan tetapi, haruslah diakui bahwa secara de facto atau realitas yang ada, kini hanya TPP lah yang menjadi satu-satunya sumber pendapatan para ASN untuk menjadi PENYELAMAT EKONOMI KELUARGA YANG TERSISA. Pendapatan ASN dari gaji sudah teralihkan untuk kebutuhan hidup utama lainnya. Mungkin saja realitanya ada ASN yang tetap mampu membiayai kehidupan ekonomi keluarga karena memiliki penghasilan di luar gaji dan TPP seperti punya usaha/bisnis sampingan, namun jumlahnya tentu sangatlah sedikit. Atau boleh jadi, ada ASN yang masih memiliki aset seperti tanah dan bangunan yang masih bisa diandalkan untuk pembiayaan hidup apabila TPP berkurang drastis. Namun, jumlahnya pastilah sedikit. Karena itulah, TPP yang sejatinya adalah Tunjangan Perbaikan Penghasilan kini telah menjadi Tunjangan Penyelamat Perekonomian ASN.

Kalaulah Tunjangan Penyelamat Perkonomian TPP ini akhirnya tidak bisa diselamatkan dari bencana pemotongan, maka bersiaplah kita untuk menghadapi dampak sosial lanjutan yang semoga dapat kita cegah, kita antisipasi, dan tidak pernah akan terjadi.

BACA JUGA:Dua Pilar Utama Dalam Meningkatkan Prestasi di SD Negeri 6 Pangkalpinang

Kategori :