Ketahanan Nasional Menghadapi Pilkada Serentak 2024

Senin 25-11-2024,09:50 WIB
Reporter : Muhammad Sutisna
Editor : Jal

Oleh Muhammad Sutisna

Pengamat Politik dan Intelijen / Co-Founder Forum Intelektual Muda

___________________________________________

BABELPOS.ID, JAKARTA - Belum habis residu politik dari Pemilihan Umum Legislatif dan Presiden pada Februari lalu, kini kita dihadapkan pada tantangan baru: Pilkada Serentak yang akan berlangsung pada 27 November 2024.

Sebagai momentum politik yang krusial, Pilkada Serentak 2024 tidak hanya menjadi ajang kontestasi demokrasi lokal, tetapi juga cerminan kesiapan bangsa dalam menjaga ketahanan nasional (national resilience). Tantangan yang dihadapi sangat kompleks, terutama dalam mengatasi berbagai masalah yang mungkin muncul dari pemilu sebelumnya, seperti sengketa hasil pemilihan, kampanye hitam, serta ketidakpuasan masyarakat terhadap hasil proses demokrasi.

Pilkada Serentak 2024 akan melibatkan 545 daerah, termasuk 37 provinsi, 415 kabupaten, dan 93 kota. Melihat skala Pilkada yang luas, tantangan yang dihadapi jauh lebih besar dibandingkan pemilu-pemilu sebelumnya. Keberagaman budaya, kepentingan politik, serta aspirasi daerah menjadi faktor-faktor penting yang harus diakomodasi.

Dinamika politik lokal akan berpadu dengan kepentingan nasional, sehingga menjamin kelancaran, keadilan, dan proses demokrasi yang sehat adalah hal yang wajib diperhatikan. Dengan kompleksitas semacam ini, persiapan dan perencanaan strategis menjadi sangat penting untuk memastikan Pilkada berjalan dengan baik.

Salah satu elemen penting dalam memastikan keberhasilan Pilkada Serentak 2024 adalah menjaga integritas penyelenggaraan pemilu. Kepercayaan publik terhadap proses pemilu masih menjadi persoalan besar yang harus diatasi.

Pengalaman selama Pemilu Presiden dan Legislatif sebelumnya menunjukkan bahwa berbagai isu muncul, seperti kecurangan dalam penghitungan suara, penggunaan politik uang, serta pelanggaran aturan kampanye. Masalah-masalah ini harus diatasi secara serius agar tidak terulang dalam Pilkada 2024.

BACA JUGA:Baznas Gandeng Swasta Bantu Mustahik Usaha Warung Lewat Program ZMart

BACA JUGA:Peluang Emas Untuk Industri Kosmetik Lokal

Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) memiliki tanggung jawab yang besar untuk menjaga keadilan, keterbukaan, dan transparansi dalam seluruh proses pemilihan. Namun, masalah yang seringkali muncul adalah ketidakpatuhan penyelenggara pemilu terhadap keputusan Mahkamah Konstitusi (MK).

MK sebagai lembaga hukum tertinggi dalam urusan pemilu sering kali mengeluarkan keputusan yang bersifat final dan mengikat, namun pada beberapa kasus, pelaksanaannya tidak sesuai dengan yang diharapkan. Ketidakpatuhan ini dapat menciptakan ketidakpuasan publik, sehingga menimbulkan ketidakpercayaan terhadap institusi yang terlibat dalam proses pemilu.

Apalagi KPU baru saja melakukan pergantian pimpinan yang kini dinakhodai oleh Mochammad Afifudin seorang santri yang sudah malang melintang dalam dunia kepemiluan yang diharapkan bisa mengembalikan kepercayaan publik. Meskipun bukan tugas yang mudah tapi harus tetap dijalankan demi menjaga maruah KPU itu sendiri sebagai salah satu pilar penting dalam sistem demokrasi kita saat ini.

Hakim Mahkamah Konstitusi, Saldi Isra, pernah menyatakan bahwa praktik demokrasi bisa berjalan dengan baik jika penyelenggara pemilu bekerja sesuai dengan koridor hukum yang sudah ditetapkan. Pernyataan ini menggarisbawahi pentingnya sinergi antara KPU, Bawaslu, dan MK dalam menciptakan infrastruktur politik yang sehat dan terpercaya. Jika ketiga lembaga ini dapat bekerja dengan harmonis, maka proses demokrasi dapat berjalan lebih baik, dan kepercayaan publik terhadap sistem politik kita akan semakin meningkat.

Kategori :