Gen-Z Lebih Lemah Dari Generasi Sebelumnya, Benarkah?

Jumat 30-08-2024,09:14 WIB
Reporter : Iis Azelya
Editor : Jal

Oleh Iis Azelya S.E,. M.M

Dosen Tetap Manajemen – Fakultas Ekonomi dan Bisnis - UBB

___________________________________________

Generasi Z sering disingkat menjadi Gen Z dan dalam bahasa sehari-hari dikenal sebagai Zoomers mereka yang lahir pada tahun 1997 hingga 2012. Sebagian besar Generasi Z adalah anak-anak dari Generasi X atau Milenial yang lebih tua. Generasi Z lahir pada awal Abad ke-21, dan sebagai generasi pertama yang tumbuh dengan akses Internet dan teknologi digital sejak usia muda. Generasi yang sekarang adalah generasi yang sering disebut-sebut sebagai generasi yang malas,  suka mengeluh dan mudah menyerah. Walaupun sekarang mereka cukup mendominasi di dunia kerja karena mereka berada pada usia produktif tapi terkadang sikap Gen-Z sering di sebut-sebut bekerja dengan tidak se’keras’ generasi-generasi lebih tua, mereka akan lebih vocal dalam menyuarakan ketidaknyamanan mereka didunia kerja sehingga terkadang orang-orang akan menilai mereka lebih lemah dan tidak punya semangat kerja seperti orang-orang di generasi lebih tua.

Pandangan bahwa Generasi Z dianggap lebih lemah dibandingkan generasi sebelumnya merupakan perdebatan yang melibatkan banyak faktor, termasuk perubahan dalam teknologi, ekonomi, sosial, dan budaya. Generasi Z, yang lahir antara pertengahan 1990-an dan awal 2010-an, mengalami transisi yang signifikan dari generasi sebelumnya, yang sering kali dipandang sebagai lebih kuat atau lebih tangguh. Penilaian ini dapat dipahami melalui beberapa dimensi utama, termasuk dampak teknologi, perubahan sosial, tantangan ekonomi, dan evolusi dalam pandangan kesehatan mental serta kemandirian.

BACA JUGA:Keterampilan Esensial Seorang Akuntan agar Sukses di Era Digital

BACA JUGA:Pemanfaatan IPAH Sebagai Solusi Kekurangan Air Bersih di Desa Saing

Pertama-tama, dampak teknologi pada Generasi Z sangat mencolok dan sering kali dianggap sebagai salah satu penyebab utama mengapa mereka dianggap lebih lemah. Generasi ini tumbuh dengan internet dan smartphone sebagai bagian integral dari kehidupan mereka, yang memberikan akses mudah ke informasi dan komunikasi tanpa batas. Meskipun ini memiliki banyak keuntungan, seperti konektivitas global dan kemudahan dalam mengakses informasi, ada juga dampak negatif yang signifikan. Ketergantungan pada teknologi dan media sosial sering kali dikaitkan dengan masalah kesehatan mental seperti kecemasan, depresi, dan tekanan sosial.

Keterpaparan yang terus-menerus terhadap media sosial dapat menyebabkan stres yang disebabkan oleh perbandingan sosial dan tekanan untuk selalu tampil sempurna, yang dapat mempengaruhi kesejahteraan emosional mereka. Selain itu, komunikasi digital yang mendominasi interaksi mereka dapat mengurangi keterampilan sosial yang penting dalam hubungan tatap muka dan keterampilan menghadapi tantangan secara langsung.

Selain dampak teknologi, konteks sosial dan ekonomi yang dihadapi oleh Generasi Z juga berkontribusi pada persepsi bahwa mereka lebih lemah. Generasi ini memasuki dunia kerja di tengah krisis ekonomi global yang mempengaruhi kesempatan mereka dalam mencari pekerjaan yang stabil dan aman secara finansial.

Berbeda dengan generasi sebelumnya, yang mungkin memiliki lebih banyak peluang pekerjaan dan keamanan finansial yang lebih besar, Generasi Z sering menghadapi ketidakstabilan pasar kerja dan biaya hidup yang semakin tinggi. Ini membuat mereka tampak lebih rentan dalam hal kestabilan finansial dan kemandirian ekonomi. Biaya pendidikan tinggi yang terus meningkat juga menambah beban finansial, yang sering kali menghasilkan utang pendidikan yang besar dan mempengaruhi pandangan mereka tentang masa depan.

BACA JUGA:DEMOKRASI SERUMPUN SEBALAI

BACA JUGA:Hilangnya Rasa Keadilan

Perubahan dalam nilai-nilai sosial dan budaya juga memainkan peran dalam pandangan bahwa Generasi Z lebih lemah. Generasi ini dikenal lebih terbuka terhadap isu-isu sosial seperti kesetaraan gender, hak-hak LGBTQ+, dan keadilan sosial. Mereka sering kali terlibat dalam aktivisme sosial dan berjuang untuk perubahan positif dalam masyarakat.

Meskipun ini merupakan langkah maju dalam hal kesadaran sosial dan inklusi, beberapa orang melihat sikap ini sebagai tanda ketidakmampuan untuk menghadapi tantangan yang dianggap lebih tradisional atau nilai-nilai yang dipegang oleh generasi yang lebih tua. Pendekatan mereka yang lebih berorientasi pada dukungan emosional dan pembelaan hak-hak individu sering kali dipandang sebagai kurang tangguh dibandingkan dengan pendekatan yang lebih pragmatis atau keras yang mungkin diadopsi oleh generasi sebelumnya.

Kategori :