Disisi lain, ujar Ferry, sesuai dengan apa yang didapatkannya dari sosialisasi Kemenag beberapa minggu yang lalu, sekolah tinggi ini sangat tepat di bangun di kawasan wisata religi Tanjung Bunga. Sebab, kedepan secara tidak langsung keberadaan STIAKIN terintegrasi dengan pusat ekonomi masyarakat sekitar (pasar), pusat pemerintahan, dan kawasan wisata, sehingga ke depan akan menjadi multiplier effect bagi lingkungan masyarakat.
BACA JUGA:Tak Mudah Bagi Mbappe Bermain Pakai Topeng
"Maka dari itu, kita tidak perlu berfikir sempit, apa yang telah di rencanakan pemerintah itu pastinya sudah dalam kajian yang sangat mendalam, tidak mungkin pemerintah menggelontorkan dana besar hanya untuk coba-coba. Selain itu, tidak perlu adanya kekhawatiran hal ini akan menggerus kearifan lokal dan sosial budaya kita, karena yang dibangun pemerintah itu adalah lembaga pendidikan, yang mana di situ tertanam sosbud nya dan saling menghargai sesama. Kita patut berbangga pemerintah pusat melirik Tanjung Bunga sebagai tempat dibangunnya sekolah tinggi negeri ini," kata Ferry.
Lebih lanjut Ferry mengemukakan bahwa sejarah Bangka Belitung sangat jelas bahwa kerukunan umat dan toleran sudah mendarah daging di masyarakat. Begitu juga dalam mengisi peradaban, antara masyarakat melayu dan china adalah sama. Bahkan baik dari segi ekonomi, sosial dan budaya, diakui Ferry, keduanya saling mengisi.
BACA JUGA:Seleksi Atlet Porwanas PWI Babel Dimulai, Puluhan Peserta Unjuk Skill"Terbayang oleh saya, pemerintah daerah menetapkan kawasan wisata religi Tanjung Bunga jelas menggambarkan kebhinnekaan dan itu lah Indonesia. Makanya, besar harapan kami pembangunan itu bisa segera terlaksana," tutur Ferry.
Senada dengan Fery Firdaus, Tokoh Masyarakat Kelurahan Temberan, Al Hatas Cahyadi juga berpendapat yang sama. Sebagai masyarakat melayu, pihaknya tidak keberatan dengan adanya pembangunan STIAKIN tersebut.
BACA JUGA:Nyambi Jadi Kurir Sabu, Petani Padang Baru Diciduk Polisi
Al Hatas berpendapat bahwa ada beberapa dasar pertimbangan pihaknya tidak keberatan terhadap pw
Pembangunan STIAKIN di Babel khususnya di Kelurahan Temberan. Diantaranya, katanya, STIAKIN adalah lembaga pendidikan yang sifatnya keilmuan dan bukan sebuah ajaran yg menyesatkan atau pun membuah resah di masyarakat.
BACA JUGA:Segini Total Peserta Didik yang diterima Dindikbud Basel di PPDB 2024
"Kami tidak dalam konteks mendukung atau tidak mendukung, setuju atau tidak setuju, mengizinkan atau tidak mengizinkan, tetapi prinsip kami seperti prinsip orang Melayu. Sapa negeh e (siapa melarang-red), yang memiliki pengertian orang tidak menganggu kita, kita juga jangan mengganggu orang ( konsep toleransi dalam kearifan lokal orang Melayu), tetapi tetap dalam pantauan untuk batas kewajarannya," ungkap Al Hatas.
Selain itu, lanjut Al Hatas, sebagai masyarakat terdekat dengan lokasi pembangunan, pihaknya menyadari bahwa tempat tersebut telah dicanangkan pemerintah sebagai tempat wisata religi, dimana dibangun tempat peribadatan dan saling berdekatan dikenal dengan istilah Taman firdaus yang lokasinya jauh dari pemukiman masyarakat Melayu.
BACA JUGA:Segini Total Peserta Didik yang diterima Dindikbud Basel di PPDB 2024
"Disamping itu, kami juga menyadari juga bahwa selama ini belum ada sekolah untuk masyarakat Konghucu yang mana selama ini mereka terkesan tidak beradab karena belum terdidik. Jadi sudah sepatutnya mereka dididik supaya memiliki adab seperti agama yang lainnya," kata Al Hatas.
Terpisah, Camat Bukit Intan Amir Laode menyatakan bahwa pada prinsipnya pihaknya juga menyambut baik pembangunan STIAKIN. Apalagi, kata dia, pembangunan STIAKIN sudah dicanangkan pemerintah pusat pada 2019 lalu.
BACA JUGA:Lestarikan Cagar Budaya, Dandim Basel Bersama Forkopimda Bersihkan Benteng Toboali