BACA JUGA:Ini Saatnya! Jelajahi Keunikan Pulau Pongok Dalam Pongok Trail Run
Sesuai dengan muamalah (peraturan-peraturan Allah subhanahu wa ta'ala yang harus diikuti dan ditaati dalam hidup bermasyarakat) maka perbedaan agama tidak menjadi halangan untuk menjalin kerjasama atau ta`awun (tolong menolong dalam kebaikan) dalam kehidupan bermasyarakat.Hal ini penting untuk memperoleh penekanan agar kehidupan berbangsa dan bernegara secara harmonis rukun dan damai karena sebaik-baik seseorang adalah yang paling mendatangkan manfaat (Khoirunnas Anfa'uhum Linnas)
Ijtima ulama komisi fatwa VIII juga membahas terkait fiqih salam lintas agama dan juga fisik toleransi dalam perayaan hari raya agama lain, maka prinsip umumnya harus disesuaikan dengan klasifikasi 2 hal yakni panduan akhlak dan etika dalam penyelenggaraan negara.
Hal ini juga sebagai kelanjutan dari hasil ijtima sebelumnya yang memberikan panduan akhlak bangsa di dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara dalam konteks negara kesatuan Republik Indonesia, di mana agama dan moral harus menjadi kaidah penuntun di dalam setiap aktivitas sosial berbangsa dan bernegara.
Melalui forum Istimewa ijtima ulama komisi fatwa MUI VIII juga sangat menekankan pada pentingnya etika di dalam penyelenggaraan negara bagi penyelenggara negara.
Penegakan etika tidak sama dengan penegakan hukum, sehingga diperlukan pendekatan yang tidak terjebak kepada prosedur-prosedur hukum formal, sebab bisa jadi secara hukum penyelenggara negara tersebut mungkin tidak melanggar namun apabila hal tersebut bertentangan dengan etika moral dan kepantasan umum, maka Itu akan mencederai amanah yang diberikan.
BACA JUGA:Gelar Explore Babel 2024, Bank Indonesia Dorong Pertumbuhan Ekonomi Melalui UMKM dan Pariwisata
Ijtima ulama komisi fatwa MUI tahun 2024 juga mengupas tuntas terkait muhadhoroh atau berorasi untuk menyatakan pendapat, atau memberikan gambaran tentang suatu hal, maka juga dibagi menjadi tiga kelompok masalah yakni soal zakat, penyelenggaran ibadah haji dan masalah kehalalan produk dengan pangan obat-obatan dan kosmetika untuk kepentingan sertifikasi dan secara umum.
MUI dan para ulama nasional dan internasional pada ijtima ulama komisi fatwa VII juga mengatur terkait pedoman atau ketentuan peraturan perundang-undangan melalui tiga pendekatan. Yakni, mendorong apa yang sudah baik maupun yang belum dirumuskan agar segera dibahas dan juga ditetapkan.
BACA JUGA:Terpilih Jadi Lokasi Upacara Hari Lahir Pancasila, Blok Rokan Jadi Simbol Ketahanan Energi Nasional
Salah satunya adalah rancangan undang-undang tentang perampasan aset permata untuk kepentingan mewujudkan pemerintahan yang bersih dan menuju kepada kondisi masyarakat yang adil dan Makmur.
Menguatkan apa yang sudah baik, yang salah satunya adalah surat edaran Mahkamah Agung yang menegaskan larangan kepada seluruh hakim dalam menetapkan perkawinan beda agama, karena hal ini bertentangan dengan hukum negara terlebih bertentangan dengan hukum syariah Islam.
BACA JUGA:Ini Saatnya! Jelajahi Keunikan Pulau Pongok Dalam Pongok Trail Run
Ijtima ulama komisi fatwa MUI VIII juga merupakan wadah dalam menguatkan sinkronisasi dalam berbagai ketentuan perundang-undangan yang ada di Indonesia termasuk menyangkut aturan secara substantif, yang bermasalah atau bisa menimbulkan problem di tengah masyarakat, seperti keberadaan komite fatwa yang bisa menimbulkan dualisme terhadap penetapan kehalalan yang dikhawatirkan bisa berdampak kepada ketidakpastian hukum yang terjadi di tengah umat Islam dan masyarakat. Oleh karenanya dalam hal ini juga diperlukan perbaikan-perbaikan.
Ijtima ulama komisi fatwa MUI VII ini wajib disosialisasikan agar mendapatkan pahala dan faedah yang lebih besar bagi kepentingan umat Islam, masyarakat bangsa dan negara bahkan dalam menyikapi hubungan dengan dunia internasional.