KOLONIAL Belanda tampaknya benar-benar kerepotan menghadapi pasukan Depati Amir. Berbagai strategi dilakukan, termasuk diantaranya dengan strategi bumihangus beberapa kampung guna memutus mata rantai logistik Depati Amir dan pasukannya.
''Berdasarkan beberapa korespondensi yang dilakukan oleh militer Belanda, diketahui bahwa Pasukan Militer Belanda melakukan tindakan bumi hangus terhadap beberapa kampung di Pulau Bangka dalam rangka mengatasi perlawanan rakyat Bangka yang dipimpin oleh Depati Amir (Tahun 1848-1851),'' ujar Sejarahwan Babel, Dato’ Akhmad Elvian, DPMP,ECH kepada BABELPOS.ID.-
Budayawan yang juga Penerima Anugerah Kebudayaan Indonesia itu mengemukakan, memang tindakan pembakaran terhadap kampung-kampung di Pulau Bangka dilakukan Balenda untuk memutus mata rantai dan sumber logistik pasukan Depati Amir.
''Berikut ini beberapa kampung yang dibakar Belanda, yaitu kampung Mendara, Mentandai, Depak, Ampang dan Cepurak. Pada Tanggal 29 Desember 1848, Depati Amir yang berkedudukan di Mendara dan Mentadai diserang sekitar 75 pasukan militer Belanda dipimpin Letda van der Schriek dan kampung Mendara serta kampung Mentadai dibumihanguskan Belanda,'' tegas Elvian.
BACA JUGA: Maret, 173 Tahun Lalu, Depati Amir dan keluarga Dihukum Buang ke Keresidenan Timor
Ternyata setelah ditelisik dalam Kaart van het Eiland Banka (cartographic material) volgens de topographische opneming in de jaarren 1852 tot 1855, yang dibuat oleh L. Ullman diterbitkan di Batavia Tahun 1856, atau pada peta yang dibuat setelah usainya perlawanan rakyat Bangka Tahun 1851, nama-nama kampung seperti Mendara, Mentadai, Depak, Ampang dan Cepurak tidak tercantum lagi dalam peta Keresidenan Bangka karena sudah dimusnahkan militer Belanda.
Selanjutnya intensitas operasi militer Belanda dalam membumihanguskan kampung di pulau Bangka diketahui dari korespondensi antara Kapten Komandan Keempat, Doorschodt, kepada Mayor Militer Komandan di Pulau Bangka, D.W. Becking yang membakar kampung Pako:
“…Onder deze omstandigheden, kwamen wij des morgen ten 4/2 uur in de grootste stilte, tot digt bij de Kampong Pako marelen manwacht in denzeleren, den we under was deze wrlaten, de Kampong bestond uit 12 nog al groote huizen, en eene loods welke tot karnne schijd gediend te hebben, Uwje schoten welen op een man welke onteligtte. Des morgens om 6 uur lit in de Kampong tot op den grond afbranden in kurde na alles te hebben doen doorzoeken, langs den zelfden weg terug als wanner het mij ook, blek dat op alle hoog staande bonnen, een zeker doort van wachtkuizen bestond van waaruit het ligt mogelijk is, dat, onze komst eer en naraden is. Dfm slitte geef in Uwwe kennis dat en gens sckegeren van den kommandant van Layang, weer een twintig tal vligtelingen met hunne worinen em kinderen, door behulp van Barissans de hosfchen in den omtrek van daar hebben werluten, in zich te Layang onstigen. De Kapitein Kommandant 4e , Van Het Bataillon Infanterie , W.G. Doorschodt”,
Yang maksudnya kira-kira:
“…Dalam keadaan seperti itu (menderita kelelahan), sampailah kami pada pagi harinya, yakni pukul 4.30, dengan kondisi amat senyap di dekat kampung Pako. Kampung ini terlihat kosong. Di sana terdapat 12 rumah besar dan sebuah gudang yang menyerupai tangsi. Terdengar pula beberapa suara tembakan, namun tidak terus menerus. Saat pagi harinya, yakni pukul 6, saya perintahkan agar kampung itu dibakar hingga rata dengan tanah. Lalu, setelah semua selesai, pencarian dilakukan dengan menyusuri sepanjang jalan semula, yakni dari arah kami datang. Akhirnya, saya sampaikan kepada Anda Yang terhormat, tulisan selanjutnya dari komandan Layang melaporkan bahwa terdapat berpuluh-puluh masyarakat yang melarikan diri bersama istri dan anak-anaknya, dengan pertolongan barisan (pasukan Belanda) dihimbau kembali dari hutan dan diperbolehkan menetap di Layang.
BACA JUGA: Depati Amir Diblokade Ketat: Niat Memandang Pulau, Sampan Ada, Pengayuh Tidak
Dari Kapten Komandan ke 4 Batalion Infanteri W.G. Doorschodt. (ANRI; Surat dari Kapten Komandan Keempat, Doorschodt, kepada Mayor Militer Komandan di Pulau Bangka, tertanggal Rumah Bakem 24 Juli 1850, La. B No. 96)
''Salahsatu kampung penting di pulau Bangka yang juga dibakar oleh militer Belanda adalah kampung Pangkal Mancung. Dalam laporan korespondensi militer Belanda diketahui, bahwa alasan mereka melakukan pembakaran kampung Pangkal Mancung adalah untuk mencegah pemberontak Amir mengambil keuntungan dari kampung yang kosong. Oleh pasukan militer Belanda, penduduk kampung Pangkal Mancung dipindahkan ke Mentok. Peristiwa pembangkaran kampung cukup menggambarkan betapa tertindasnya penduduk pulau Bangka di masa Bangka ditetapkan dalam status darurat perang (staat van beleg), sehingga dengan terpaksa meninggalkan kampung halamannya,'' ujar Elvian.
BACA JUGA: Racun Kuno itu Jadi Kekuatan Pasukan Depati Amir Melawan Belanda (2)
Dikatakan, kondisi itu tercantum dalam (ANRI; Surat Letnan Dua Komandan Detasemen kepada Mayor Komandan Militer Bangka, tertanggal Muntok, 17 Juli 1850, Nomor L.A Rahasia; Bt 17 September 1850, Nomor 1 geh.)***