Gerak cepat pembentukan TKR itu sendiri menurut Sejarahwan Bangka Belitung (Babel), Akhmad Elvian, DPMP, karena terjadinya berbagai kontak senjata di berbagai wilayah, karena Bangsa Indonesia melihat adanya upaya-upaya tentara sekutu yang ingin menyerahkan kembali wilayah Indonesia kepada Pemerintah Belanda.
BACA JUGA:HUT TNI 5 Oktober, RS DKT Pangkalpinang Diambil Alih, 26 Oktober 1945
Perjanjian Potsdam yang ditandatangani pada Bulan Juli 1945 menyatakan antara lain bahwa “Occopied areas” harus dikembalikan kepada penguasanya semula. Jika hal ini dikaitkan dengan Indonesia, berarti bahwa Indonesia harus dikembalikan kepada Belanda.
BACA JUGA:PAHLAWAN DUABELAS (Bagian Empat)
Sebagai tindak lanjut dari perjanjian ini Inggris dan Belanda mengadakan pertemuan rahasia di Chequers yang terletak di bagian Selatan Kota London, dan menghasilkan persetujuan yang disebut “Civil Affairs Agreement”. Di antara kesepakatan yang diperoleh, dinyatakan bahwa Inggris/sekutu harus mengikutsertakan pasukan-pasukan Belanda dan aparat NICA dalam setiap pendaratan yang mereka lakukan di Indonesia dan melindungi mereka di daerah-daerah pendudukan Inggris nantinya (Suherly, 1971:9).
BACA JUGA:PAHLAWAN DUABELAS (Bagian Tiga)
Dalam persetujuan ini juga disebutkan, bahwa panglima tentara pendudukan Inggris di Indonesia akan memegang kekuasaan atas nama Pemerintah Belanda. Dalam pelaksanaan hal-hal yang berkenaan dengan pemerintahan sipil, pelaksanaannya diselenggarakan oleh NICA di bawah tanggung jawab komando Inggris. Kekuasaan itu kemudian akan dikembalikan kepada Kerajaan Belanda (Kartasasmita, dkk, 1977:34).
BACA JUGA:PAHLAWAN DUABELAS (Bagian Dua)
Pada Tanggal 10 September 1945, panglima balatentara Jepang di Jawa mengeluarkan pengumuman yang menyatakan, bahwa pemerintahan akan diserahkan kepada sekutu dan tidak kepada Indonesia. Kedatangan pasukan sekutu di pulau Bangka dan pulau Belitung yang di dalamnya membonceng tentara NICA Belanda sangat penting artinya bagi NICA dan Pemerintah Belanda. Tentara sekutu dan NICA Belanda, tidak saja bertugas untuk melucuti senjata tentara Jepang, dan melakukan pembebasan tawanan perang atau interniran sekutu, akan tetapi dengan alasan yang lebih penting lagi karena pulau Bangka dan pulau Belitung letaknya sangat menguntungkan dari sisi geopolitik dan geostrategis serta Bangka Belitung adalah daerah yang kaya akan hasil tambang Timah, dan Timah menjadi komoditas penting pasca Perang Dunia Kedua.
BACA JUGA:PAHLAWAN DUABELAS (Bagian Satu)
Tujuan utama kedatangan NICA Belanda ke pulau Bangka dan pulau Belitung adalah dalam rangka mengamankan aset-aset penambangan Timahnya. Mereka percaya, bahwa tambang Timah di pulau Bangka akan bisa dioperasionalkan kembali dan akan membawa banyak keuntungan bagi negaranya, terutama untuk menutupi biaya Perang Dunia Kedua, oleh sebab itu ketika kedatangan tentara sekutu di pulau Bangka, di samping membonceng tentara NICA Belanda, juga ikut serta tenaga-tenaga administrasi dan tenaga-tenaga teknik penambangan Timah.
Berdasarkan rencananya, bahkan pulau Bangka akan dijadikan tempat penampungan interniran Belanda, sebagaimana dikutip Sujitno (1996:166, 168): Dari dokumen Departement van Justice No.1174/DP/VI.a.o. 7 Januari 1946. Bangka Belitung akan menjadi tempat penampungan sekitar 20.000-30.000 orang Belanda bekas tawanan Jepang. Alasannya adalah karena di pulau Bangka separuh dari penduduknya adalah orang Tionghoa yang Tiga per-Empatnya adalah peranakan, sedangkan orang-orang Jawa dan Sumatera hanya 400 orang; sisanya sebagian besar orang Melayu “yang cinta damai dan lebih cocok dengan Tionghoa Peranakan daripada orang Jawa dan Sumatera”.
Dengan yakin dikatakan dalam laporan bahwa: ”pendudukan ini (di Bangka Belitung) tidak akan terjadi pertumpahan darah barang setetespun”.
Perkiraan yang ternyata meleset, sehingga upaya untuk pemindahan para bekas tawanan Jepang ke Bangka dan Belitung itu dibatalkan. Di luar dugaan ternyata daerah yang terisolir ini menunjukkan potensi menentang Belanda. Informasi mengenai mudahnya Bangka dan Belitung untuk “diamankan” terbukti dikemudian waktu tidak semudah yang diperkirakan.(red)