BABELPOS.ID - Kurangnya aktivitas fisik dan olahraga menyebabkan turunnya kualitas otot atau sakopenia yang menyebabkan penderitanya kesulitan melakukan aktivitas fisik.
Dikutip dari Antara, Ahli bidang geriatri Dr. dr. Nina Kemala Sari, SpPD-KGer, MPH, menjelaskan penyakit sarkopenia muncul karena penderita kurang menjalankan aktivitas atau latihan fisik serta kurangnya asupan nutrisi tertentu seperti protein.
Lektor Program Studi Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia itu menjelaskan, sarkopenia umumnya terjadi pada lansia karena semakin bertambahnya usia maka massa otot terus mengalami penurunan secara bertahap.
BACA JUGA:Hati-hati... BPOM Ingatkan 13 Kosmetik Ini Beresiko Kanker Kulit
Dijelaskannya, kondisi terbaik massa otot manusia berlangsung antara usia 20 hingga 30 tahun.
Kemudian, saat nemasuki umur 30 tahun massa otot akan berkurang 2 sampai 3 persen per dekade.
Pada umur 40 tahun pengurangan massa otot mencapai 8 persen per dekade.
Hingga pada usia 70 tahun tingkat penurunan massa otot mencapai 15 persen per dekade.
BACA JUGA:Kapan Anak Boleh Pakai Skincare?
Selain lansia, Nina menyebutkan sarkopenia dapat menjangkiti perempuan, orang dengan sejumlah penyakit kronis tertentu, dan pasien yang mengonsumsi beberapa jenis obat.
"Mereka yang lebih mudah untuk dapat sarkopenia yaitu usia lanjut 60 tahun ke atas, perempuan, mereka yang punya penyakit kronis seperti paru-paru, gagal ginjal, kencing manis dan berbagai penyakit kronis lainnya, serta konsumsi beberapa jenis obat," kata Nina yang juga Ketua PP Perhimpunan Gerontologi Medik Indonesia (Pergemi).
Gaya hidup sedentary atau minim intensitas bergerak (Mager) menjadi salah satu penyebab utama timbulnya risiko penyakit sarkopenia, terutama bila berlangsung selama lebih dari enam jam dalam sehari.
BACA JUGA:Emak-emak Jangan Bingung, Begini Cara Menyimpan Daging Kurban Agar Awet
Oleh karena masyarakat terutama para pegawai kantor yang menghabiskan waktunya tanpa banyak bergerak dianjurkan untuk melakukan aktivitas fisik seperti berjalan di sela rutinitas bekerja.
"Di sela-sela kerja harus gerak, perbanyak jalannya. Jangan sampai 8 jam betul-betul duduk, itu sudah gaya hidup sedentary," himbaunya.