Oleh Royhan Faradis, S.ST.
Fungsional Statistisi Muda BPS Prov. Kepulauan Bangka Belitung PENGEMBANGAN produk pangan lokal menjadi perhatian khusus di Indonesia. Saat ini, isu kenaikan harga bahan pokok pangan termasuk dalam skala prioritas nasional karena berimbas pada ketahanan pangan secara nasional. Ketahanan pangan sendiri diatur melalui Undang-Undang No 18 tahun 2012. Ketahanan pangan sendiri didefinisikan sebagai suatu kondisi dimana setiap orang sepanjang waktu, baik fisik maupun ekonomi, memiliki akses terhadap pangan yang cukup, aman, dan bergizi untuk memenuhi kebutuhan gizi sehari-hari sesuai preferensinya. Kenaikan harga bahan makanan pokok akan menjadi fase akhir apabila ketahanan pangan tidak dijaga dengan baik. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa sepanjang tahun 2022 sub kelompok makanan selalu mengalami inflasi. Puncak inflasi makanan pada periode tersebut terjadi di bulan Juli 2022 dengan nilai mencapai 8,39 persen dan pada penghujung tahun juga masih mengalami inflasi sebesar 5,67 persen. Terus terjadinya inflasi seperti ini dapat dijadikan sebagai tanda bahaya akan ketahanan pangan nasional. Kebutuhan pangan di Indonesia untuk saat ini masih dalam kondisi yang cukup aman. Namun lambat laun, pangan akan menjadi masalah yang besar akibat penurunan produksi pertanian dan kurangnya lahan pertanian yang produktif dikarenakan perluasan lahan pemukiman penduduk serta lahan industri. Oleh karena itu perlu ada langkah kongkrit dalam mitigasi risiko ambruknya ketahanan pangan nasional, salah satunya melalui diversifikasi pertanian. Diversifikasi adalah usaha meningkatkan hasil pertanian dengan cara memperbanyak jenis tanaman pada suatu lahan pertanian. Hampir seluruh provinsi di Indonesia mulai menggalakkan program diversifikasi pertanian, guna meningkatkan produksi pertanian. Diversifikasi dikatakan sebagai pergeseran sumberdaya dari satu tanaman menjadi campuran tanaman atau ternak, untuk mengurangi kegagalan akibat risiko alam dan meningkatkan hasil dari tiap komoditas yang akhirnya akan meningkatkan pendapatan petani. Definisi diversifikasi ini menekankan pentingnya perubahan sumberdaya bernilai rendah menjadi komoditas yang bernilai tinggi, yang sering direfleksikan sebagai peningkatan tingkat spesialisasi ke dalam aktifitas yang bernilai tinggi, umumnya di tingkat usahatani. Diversifikasi pertanian bertujuan menghindari ketergantungan pada salah satu sektor pertanian. Terbatasnya pemanfaatan lahan produktif untuk pertanian merupakan salah satu penyebab diberlakukannya diversifikasi pertanian. Selain itu, tanah-tanah pertanian yang terlalu lama ditanami, lambat laun juga akan mengalami penurunan kualitas baik dari kandungan nutrisi tanah, bahkan sampai mengurangi kemampuan tanah dalam penyediaan air dan unsur hara. Hal ini akan dapat menyebabkan penurunan pada produksi pertanian. Diversifikasi tanaman dengan pergantian jenis tanaman yang dilakukan untuk mengimbangi pemenuhan kebutuhan makanan pokok. Masyarakat Indonesia harus mulai merubah kebiasaannya dalam mengonsumsi nasi/beras, dan beralih ke makanan pokok lainnya seperti jagung, ubi kayu (singkong), ubi jalar,sagu, talas, gandum, kentang, dan masih banyak lagi. Namun demikian, merubah kebiasaan konsumsi masyarakat tidaklah mudah. Selain itu, diversifikasi tanaman tanpa melihat potensi pertanian suatu wilayah dan kesejahteraan petani dalam proses produksi, justru akan berujung pada gagal panen. Badan Pusat Statistik melalui Sensus Pertanian 2023 akan mencatat seluruh potensi pertanian di setiap regional. Sensus ini dapat dikatakan sebagai momen dalam memperjuangkan kesejahteraan petani. Data yang dihasilkan dari sensus pertanian akan dijadikan roadmap pemerintah dalam menaikkan nilai tukar petani di 5 sampai dengan 10 tahun ke depan. Segala bentuk potensi dan upaya diversifikasi pertanian akan dicatat dalam periode 1 Juni hingga 31 Juli 2023. Segala pengambilan keputusan yang bertujuan menaikkan martabat petanain akan berdasarkan output dari Sensus Pertanian ini. Petani tidak boleh terus merugi dan mengalami kegagalan. Jika gagal panen terjadi maka akan berimbas pada kehidupan sosial ekonomi petani itu sendiri. Oleh karena itu, diversifikasi pertanian membutuhkan pertimbangan yang matang. Banyak aspek yang harus diperhatikan diantaranya faktor geografis atau wilayah hingga nilai tukar subsector pertanian yang akan dijadikan peralihan dari subsector semula. Hal ini perlu menjadi pertimbangan karena nilai tukar petani menjadi indikator valid dari harga yang harus dibayar petani setelah bekerja keras dalam proses produksinya. Dengan kata lain, jerih payah petani dalam melakukan diversifikasi pertanian harus dipastikan mendapat apresiasi oleh pasar. Petani naik kelas dengan diversifikasi pertanian di momen sensus.(**)