SIDANG praperadilan di hari ketiga atas Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) dugaan Tipikor KMK Bank Mandiri nomor PRINT-190/L.9/Fd.1/03/2022 antara pihak pemohon perkumpulan civitas akademika lintas perguruan tinggi Indonesia (Puncak Tertinggi) dinahkodai Dr Marshal Imar Pratama melawan termohon Kejaksaan Tinggi Bangka Belitung (Babel), terus berlanjut.
Sidang yang diketuai hakim tunggal Pengadilan Negeri Pangkalpinang Sulistiyanto beragenda pemeriksaan saksi. Jaksa termohon menghadirkan 2 saksi penyidik kasus yakni Himawan dan Aulia Perdana. Himawan sendiri merupakan kasi penyidikan di Pidsus Kejati Babel.
Himawan dalam kesaksianya mengungkap dengan gamblang kalau CV Sinar Pagi dengan Direktur Sugianto als Aloy adalah bergerak di bidang toko klontong, toko bangunan hingga pasir timah. Himawan juga menyebut kalau salah satu usaha Aloy toko bangunan masih aktif sampai saat ini. “Toko jual beli alat bangunan yang masih aktif di Jebus sana. Tapi bukan Sinar Pagi namanya, saya lupa,” kata Himawan saat dicecar soal eksistensi CV Sinar Pagi.
Namun sayang walau telah penyidikan –saat itu-- namun Himawan tak merinci jelas soal dimana keberadaan kantor CV Sinar Pagi itu sendiri. Dia mengaku hanya memperoleh informasi-informasi seputar CV Sinar Pagi sebatas pada akta CV dan laporan dari pihak Bank Mandiri. Terutama dari memori RM (relationship manager) atau bagian marketing.
“Dari informasinya, RM usahanya banyak di Jebus dan Pangkalpinang. Karena RM yang turun langsung ke lapangan,” ujar Himawan.
Terungkap dalam persidangan praperadilan kemarin ternyata Aloy hanya mampu mengangsur kredit senilai Rp 6 milyar saja dari total kredit Rp 25 milyar. Kekurangan yang ada akhirnya menjadi kredit macet itu.
Menyinggung soal agunan Aloy dalam kredit dikatakan Himawan sebanyak 41 buah. Mayoritas terdiri dari aset berupa tanah. Adapun aset itu sebanyak 47 SHM. Adapun nama-nama SHM itu Aloy dan istri yakni Rika Safitri. Aset-aset itu diklaim Himawan tidak fiktif.
“Semua barangnya ada,” sebutnya enteng.
Namun lagi-lagi atas keberadaan aset itu -walau penyidikan- tapi ternyata tak dilakukan pemeriksaan fisik secara langsung. Juga lagi-lagi pemeriksaan yang dilakukan penyidik hanya berdasar sampling saja. Mirisnya sampling itu pun hanya sebatas berdasar memori RM dan KJPP (Kantor Jasa Penilai Publik).
“Dari pemeriksaan sampling saja atas aset-aset itu masuk akal nilainya Rp 25 milyar,” sebutnya.
Himawan –dalam kesaksianya- berupaya untuk meyakinkan hakim dan pihak pemohon terkait nilai agunan telah melebihi nilai kredit. Disebutkan Himawan kalau nilai total aset Aloy –yang jadi agunan- itu mencapai Rp 50 milyar.
Namun lagi-lagi atas klaim nilai agunan Rp 50 milyar itu hanya berdasar hitungan dari internal bank Mandiri saja. Yakni melalui KJPP itu saja bukan dari hasil appraisal ataupun auditor independen yang langsung dihadirkan pihak penyidik.
“KJPP menilai tahun 2022 agunanya mencapai Rp 50 milyar,” sebutnya.
Lalu dicecar oleh kuasa hukum Jailani Hasyim, apa tidak ada pembanding. Misalnya dengan melibatkan audit di luar Bank Mandiri biar independen.
“Penilaian lain tidak ada. Kita juga tidak melihat adanya kerugian di situ,” cetus Himawan.