Karena untuk di tingkat Provinsi Babel, Penjabat Gubernur pengganti RD, Suganda Pandapotan Pasaribu, menyatakan jika memang memungkinkan ia akan menggratiskan bagi rakyat Babel yang ingin mengajukan izin penambangan.
Dengan kemudahahan itu, rakyat akan berlomba mengajukan untuk menambang secara legal. Dalam artian masyarakat bisa menambang dengan baik mengikuti regulasi yang ada dan menguntungkan semua pihak. Sebab menurutnya, tidak akan ada larangan bagi masyarakat yang ingin menambang apabila sesuai dengan aturan yang berlaku.
"Izin lingkungan jelas, dari perizinan jelas, dan juga kontribusi untuk daerah ini jelas, untuk negara jelas. Jadi kita pengen dengan sumber daya yang ada di Babel ini bisa dinikmati untuk kemaslahatan semua masyarakat yang ada di Babel," ujar Suganda sebelumnya.
Terkait usulan penggratisan pembuatan izin usaha tambang, lanjut Suganda, apabila dapat direalisasikan, maka dirinya berharap akan banyak masyarakat yang mengurus perizinan tersebut.
Tapi, untuk sementara ini, kita hanya bisa berandai-andai.
Andaikan Dinas ESDM berhasil meuntaskan kedua dokumen itu.
Andai-andai lagi. Siapa yang bisa menambang?
Mereka adalah masyarakat lokal di masing-masing wilayah dengan pengurusan perizinanan sudah terdaftar di OSS.
"Dan juga perlu keterangan Kades (Kepala Desa) setempat bahwa yang menambang di situ benar-benar masyarakatnya. Karena prioritas IPR ini adalah masyarakat lokal," jelas Aqmir Syahbana.
Kepada siapa timah dijual, menurut Amir, bahwa ada kebebasan bagi para penambang untuk menjual hasil pasir timahnya kepada siapa pun.
"Jual timahnya bebas, bisa ke BUMN bisa juga ke pihak lain. Namun mereka juga diwajibkan untuk membayar iuran produksi," imbuhnya.
Dan, semuanya legal.
Sayang, itu semua masih utopia?
Hanya sekedar mengingatkan, WPR ini sendiri sudah berhembus lama di Negeri Serumpun Sebalai ini. Yaitu sejak Tahun 2015, saat Presiden RI Joko Widodo ketika itu melakukan kunjungan kerja ke Babel.
Menindaklanjuti semua itu, Gubernur Babel ketika itu Rustam Effendi beberapa kali ikut rapat di Istana Merdeka guna menggolkan soal WPR.
Entah dimana masalahnya, hingga saat ini WPR tersebut tak kunjung turun?