Kasus sendiri berawal pada 16 Maret 2022 sekitar pukul 8 WIB para terdakwa menerima telepon dari Suharudin (DPO) yang menyuruh untuk membeli BBM jenis solar di solar packed dealer nelayan (SPDN) Tempilang. Tepatnya di kelurahan Tanjung Niur, Tempilang, Bangka Barat.
Kemudian para terdakwa ke rumah Suharudin untuk mengambil 20 jerigen kosong dan uang sebesar Rp 2.250.000 untuk pembayaran pembelian BBM jenis solar itu. Selanjutnya setelah mengambil jerigen kosong dan uang itu para terdakwa menuju rumah Sunardi als Nardi guna mengambil 20 jerigen kosong dan uang sebesar Rp 2.150.000. Lalu mereka dengan menggunakan 1 unit mobil Daihatsu Grand Max berwarna putih dengan nomor Polisi BN 8140 RB milik Suharudin pergi menuju SPDN desa Tempilang.
Di SPDN jam 9.30 WIB para terdakwa berhasil mendapatkan BBM jenis solar. Dimana petugas SPDN M Rifana mengisikan solar ke dalam 25 jerigen sebanyak ± 500 liter dengan harga per liternya Rp 5.250. Tidak lupa terdakwa Saipul Barzah juga memberikan kasir Maulana uang tip/uang rokok sebesar Rp 100.000.
Perbuatan para terdakwa tersebut sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 55 undang-undang RI nomor 22 tahun 2001 tentang minyak dan gas bumi sebagaimana yang diubah dengan undang-undang RI nomor 11 tahun 2020 tentang cipta kerja jo pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP.
Bukan Kualifikasi Pengangkutan BBM
Terpisah Humas PN Pangkalpinang Wisnu Widodo membenarkan adanya putusan tersebut. Menurutnya pertimbangan majelis memutus demikian –tidak merampas BB mobil- sebab perkara ini bukan kualifikasi bukan pengangkutan bahan bakar minyak (BBM) melainkan menyalahgunakan niaga BBM.
“Menimbang, bahwa mengenai barang bukti yang diajukan penuntut umum dalam perkara ini berupa 1 unit mobil pick up berwarna putih merk Daihatsu Grand Max dengna nopol BN 81** RB oleh karena disita dan terdakwa Saipul Barzah yang berdasar keterangan terdakwa pemiliknya adalah Suharudin dan oleh karena kualifikasi perbuatan yang terbukti dalam perkara ini adalah penyalahgunaan niaga BBM bukan pengangkutan BBM, maka terhadap BB tersebut dikembalikan kepada pemiliknya,” kata Wisnu kepada harian ini.
JPU Sebut Aneh…
Sementara JPU M Iqbal menilai putusan majelis tersebut sangat aneh dan ganjil. Pasalnya pengembalian BB mobil di saat sang pemilik adalah berstatus DPO.
“Pertanyaanya sederhana BB mobil tersebut dikembalikan kepada siapa, wong pemiliknya berstatus DPO. Namun terlepas dari itu semua, putusan demikian itu penuh kewenangan dari majelisnya,” kata M Iqbal seraya ogah mengomentari lebih jauh.
“Bagi kita putusan demikian berbeda jauh dengan tuntutan. Maka dari itu kita lakukan banding terutama terkait dengan barang bukti itu.
Bagi kita BB tersebut harus dirampas, karena banyak pertimbangan hukum di situ. Terutama terkait dengan status DPOnya sang pemilik BB mobil juga selaku pemodal dalam pengeritan ataupun penyimpangan BBM ini,” tandasnya. (eza)