*Safari: Karena Pertambangan Tanpa Izin Merajalela --
SEJAK berlaku UU Minerba No. 03 tahun 2020 diberlakukan Pemerintah Pusat, illegal mining atau pertambangan tanpa izin (PETI) merajalela di berbagai daerah di Indonesia, terutama di 9 provinsi yang kaya tambang di Indonesia.
\\\'Komisi VII DPR RI mencatat ada 5.000 lokasi PETI di Indonesia. Tapi Dirjen Minerba Kementerian ESDM RI hanya mencatat hanya 2.741 lokasi seluruh Indonesia,\\\' demikian ulasan salah satu tokoh Pejuang Pembentukan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel), Safari Ans, yang ikut hadir di Rapat Dengar Pendapat (RDP) di DPR RI, kemarin (11/4).
Dikatakan Safari, Senin (11/04) Panja Illegal Mining Komisi VII mengundang Dirjen Minerba Kementerian ESDM RI, dan 9 Gubernur untuk didengar keterangannya untuk bahan kerja soal maraknya illegal mining atau perambangan tanpa izin (PET). Rapat dengar pendapat terjadi saat ribuan pendemo menyeruduk gedung DPR RI. Rapat itu berlangsung dari pukul 14.00 hingga pukul 17.00 wib.
Ke 9 Gubernur yang diundang adalah Gubernur Provinsi Kepulauan Babel Erzaldi Roesman, Gubernur Provinsi Sumsel, Gubernur Provinsi Jabar, Gubernur Provinsi Kalbar, Gubernur Provinsi KaIsel, Gubernur Provinsi Kalteng, Gubernur Provinsi Kaltim, Gubernur Provinsi Kaltara dan Gubernur Provinsi Sultra.
Gubernur Babel, Erzaldi Rosman Djohan ditemani oleh tiga gubernur lainnya dalam hearing tersebut dan mendapat giliran pertama menyampai hal-hal yang terkait maraknya illegal mining di wilayah Babel belakangan ini. Setelah baru gubernur atau wakil gubernur lainnya.
Agenda Panja Illegal Mining Komisi VII membahas berkait tentang;
Pertama, strategi kebijakan Pemerintah dalam penanganan kegiatan illegal mining. Kedua, dampak sosial, ekonomi dan lingkungan akibat aktivitas illegal mining. Ketiga, kendala dalam penanganan illegal mining. Keempat, hal lain-lain yang berkait dengan itu.
Gubernur Babel menyampaikan, sejak berlakunya UU Minerba baru No.3 tahun 2020, maka semua kewenangan daerah untuk mengurus tambang di daerahnya sudah tergerus habis. Sehingga perlu perhatian serius Pemerintah Pusat dan DPR RI. Ialah kewenangan yang dipayungi oleh aturan yang berlaku. Jika, kewenangan itu tidak diberikan maka illegal mining akan terus berlaku. Dampaknya sangat merugikan daerah dan negara.
Delapan provinsi lainnya membenarkan hal tersebut. Bahkan kesembilan provinsi dalam rapat dengar pendapat itu sama keluhannya. Mereka seakan serentak meminta agar kewenangan itu segera diberikan, bukan besok tapi hari ini. Dirjen Minerba Dr Ridwan Djamaluddin dalam forum itu menyebut bahwa kewenangan itu telah dibuat dan sudah diajukan ke Presiden RI, tinggal nunggu tanda tangan Presiden Jokowi.
Pemberian kewenangan provinsi mengelola tambang di daerahnya hari itu menjadi kesepakatan antara Panja Illegal Mining Komisi VII DPR RI, Dirjen Minerba dan 9 Provinsi yang hadir. Komisi VII berjanji akan menindak-lanjuti dan tidak akan merugikan para gubernur yang telah datang ke hearing tersebut.
Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Maman Abdurrahman menyatakan dapat rapat bahwa UU No.3 Minerba tahun 2020 sebetulnya telah memberikan peluang agar pusat memberikan kewenangan kepada daerah untuk mengurus tambamg di daerah. Hal tersebut dibantah keras oleh Gubernur Kalimantan Timur. \"Tidak benar, saya sudah membaca. Tidak ada sedikitpun kewenangan daerah dalam UU minerba yang baru itu.
Kemudian Maman meminta para hadirin untuk berpikir sama bahwa para penambamg illegal mining jangan ditangkap dan diadili. Malah menurutnya Dirjen Minerba harus segera rangkul mereka untuk diurus izinnya sehingga legal mining, sehingga mereka dapat hasil yang baik, daerah dapat penghasilan, dan negara juga mendapatkan pemasukan.
\\\'Orang kita yang buat peraturan kok, ini negara kita, ya kita yang harus berbuat. Tolong ya Pak Dirjen\\\' kata Maman. Tetapi Dirjen Minerba minta bukan dilegalisasi, tetapi dioptimalisasi sehingga sama-sama menguntungkan.
Bahkan Dirjen Minerba didesak DPR RI untuk memproses perizinan secepat mungkin. Atas desakan tersebut berjanji bahwa untuk mengurus izin tambang jika lengkap dijamin selesai dalam 14 hari. Dari 700 kasus, kini telah selesai sekitar 200 PETI di Indonesia. DPR terus mendesak kalau perlu cepat lagi. Lalu soal koordinasi kalangan DPR menilai, sangat tergantung kepada lobi para gubernur dengan Pemerintah Pusat.