Wamenkum Eddy Jelaskan Urgensi Pemberlakuan KUHAP yang Baru

Wamenkum Eddy Jelaskan Urgensi Pemberlakuan KUHAP yang Baru

--

JAKARTA – Wakil Menteri Hukum, Edward O.S. Hiariej, mengatakan Rancangan Undang-undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) wajib diselesaikan pada tahun 2025. Ia menjelaskan hal ini dikarenakan KUHAP memiliki kaitan dan dampak besar terhadap pelaksanaan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang mulai berlaku per tanggal 2 Januari 2026 mendatang.

"Mau tidak mau, suka tidak suka, bahkan senang atau tidak senang RUU KUHAP harus di sahkan pada tahun 2025 ini. RUU KUHAP memiliki implikasi signifikan terhadap KUHP," kata Wamen yang akrab disapa Eddy dalam acara Webinar Sosialisasi RUU KUHAP, Rabu (28/5/2025).

Sebagai contoh, terdapat pasal-pasal terkait penahanan yang nantinya tidak akan berlaku lagi sejak 2 Januari 2026. Artinya, aparat penegak hukum kehilangan legitimasi mereka untuk melakukan penahanan. Oleh karena itu, dibutuhkan KUHAP baru yang sesuai dengan KUHP dan lebih relevan dengan kebutuhan bangsa Indonesia.

“Saya memberikan contoh kongkret bahwa di dalam RUU KUHAP yang sekarang, syarat objektif penahanan dapat dilakukan meskipun ancaman pidananya di bawah lima tahun terhadap tindak pidana yang tertuang dalam beberapa pasal dalam KUHP yang lama. Padahal nanti per 2 Januari 2026 pasal-pasal tersebut sudah tidak berlaku lagi.

Artinya, kalo ada tersangka atau terdakwa yang ditahan dengan apa yang tercantum dalam pasal 21 ayat (4) KUHAP, maka secara mutatis mutandis aparat penegak hukum akan kehilangan legitimasi untuk melakukan penahanan," jelas Eddy di gedung Kementerian Hukum (Kemenkum).

Lebih lanjut Wamenkum mengatakan bahwa  RUU KUHAP yang baru ini menunjukkan perbaikan, yaitu bergeser dari KUHAP lama yang cenderung pada crime control model menjadi due process model.

Profesor bidang hukum ini menerangkan hal penting dalam due process model adalah adanya hal yang menjamin perlindungan hak asasi manusia dari tindakan sewenang-wenang apparat penegak hukum.

“Bayangkan bahwa orang ditangkap, ditahan, digeledah, disita itu belum tentu dia dinyatakan bersalah. Oleh karena itu dengan perlindungan hak asasi manusia, maka filosofis dari hukum acara pidana bukan untuk memproses tersangka tetapi untuk melindungi kepentingan individu dari kesewenang-wenangan aparat penegak hukum,” tutur Eddy.

Selanjutnya, Wamenkum Eddy berpendapat bahwa RUU KUHAP ini sudah berorientasi pada KUHP yang disusun dengan merujuk pada paradigma hukum pidana modern yaitu pada keadilan korektif, keadilan rehabilitatif, dan keadilan restoratif.

“Maka dari itu keadilan restoratif juga dimungkinkan di dalam RUU KUHAP untuk semua tingkatan yaitu Kepolisian, Pengadilan, Kejaksaan, bahkan sampai ketika orang tersebut merupakan penghuni lembaga pemasyarakatan,” pungkas Eddy.

Melihat dampak KUHAP yang besar, maka Kemenkum melibatkan berbagai pemangku kepentingan untuk mendapatkan masukan dalam penyusunannya. Kemenkum telah membangun diskusi bersama para tenaga ahli di bidang hukum, kementerian dan lembaga terkait, para advokat, koalisi masyarakat sipil, hingga civitas akademika sebagai bentuk partisipasi publik.

"Kami sudah mendapatkan masukan, terutama dari teman-teman advokat karena kewenangan yang begitu besar dari aparat penegak hukum harus dibarengi dengan perlindungan hak asasi manusia terhadap individu yang akan diproses dalam suatu perkara pidana," tambahnya.

Plt Kakanwil Kementerian Hukum Kepulauan Bangka Belitung Harun Sulianto,Kadiv Pembentukan Peraturan Perundang Undangan dan Pembinaan Hukum Dr Rahmat Feri Pontoh , Perancang Peraturan Perundang Undangan ( PUU) ahli Madya, Ismail dan Muhammad Iqbal, Perancang PUU Muda, Faisal Indrawan, Penyuluh Hukum Muda, Sudihastuti, Muhamat Ariyanto, Septarini, Rizki Amalia dan Sofian, menghadiri kegiatan Webinar Sosialisasi RUU KUHAP, Rabu (28/5/2025).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: