Literasi Digital bagi Generasi Indonesia Emas
Guru SD Negeri 52 Pangkalpinang--
//Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Muhammadiyah Bangka Belitung, Indonesia.
//Pendidikan Jasmani Kesehatan dan Rekreasi Universitas Muhammadiyah Bangka Belitung, Indonesia.
BABELPOS.ID, - Tahun 2045 digadang-gadang menjadi titik penting dalam perjalanan bangsa Indonesia, di mana generasi usia produktif akan mencapai puncak kualitas dan produktivitasnya.
Momen ini dikenal sebagai "bonus demografi," ketika jumlah penduduk usia produktif lebih besar dibandingkan dengan penduduk usia non-produktif, sehingga potensi untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan nasional berada pada tingkat yang sangat tinggi.
Namun, untuk benar-benar meraih manfaat dari bonus demografi ini, peran para pendidik, khususnya guru, sangat krusial. Guru masa kini memiliki tanggung jawab yang luar biasa dalam mempersiapkan generasi muda untuk menghadapi tantangan masa depan, tidak hanya dari segi pengetahuan akademis, tetapi juga pengembangan karakter, keterampilan hidup, dan kemampuan beradaptasi dengan perubahan yang cepat dalam teknologi dan dinamika global.
BACA JUGA:Ombudsman Sampaikan Hasil Opini Pengawasan Penyelenggaraan Pelayanan Publik, Ini Hasil Pemda se Babel
Sejak persiapan ‘generasi emas’ diperkenalkan beberapa tahun terakhir sebagai visi pembangunan jangka panjang, tugas guru semakin jelas: mereka harus memastikan bahwa generasi mendatang mampu mengaktualisasikan diri, mengoptimalkan potensi mereka, dan berkontribusi dalam mewujudkan Indonesia sebagai negara yang sejahtera, maju, dan berdaya saing tinggi di kancah internasional.
Dengan demikian, keberhasilan Indonesia di tahun 2045 sangat bergantung pada seberapa baik guru hari ini membimbing, menginspirasi, dan membekali para siswa untuk menjadi pemimpin masa depan yang kreatif, inovatif, dan bertanggung jawab
Di masa lampau, guru berusaha demikian keras untuk mengentaskan buta aksara sebab begitu sulitnya akses informasi dan perkembangan teknologi yang menyeluruh. Sebaliknya, guru di masa kini dihadapkan dengan status quo berkembangnya teknologi demikian pesat sehingga peserta didik teralihkan dari buku dan berbagai sumber ilmu lainnya.
Skor Programme for International Student Assessment (PISA) Indonesia pada 2022 menunjukkan bahwa Indonesia berada di peringkat 10 terbawah dalam kategori literasi membaca. Tak hanya sekadar angka, hal ini disaksikan penulis secara langsung saat melaksanakan program magang di sekolah dasar negeri (SDN) 52 Pangkalpinang.
BACA JUGA:Warga Indonesia yang Berada di Hamburg Jerman Dinilai Positif
Meski berada di ibukota provinsi dengan akses pendidikan lebih baik daripada kabupaten lainnya, nyatanya peserta didik di sekolah ini memiliki minat literasi yang masih rendah. Perpustakaan menjadi fasilitas pendukung sekolah yang sepi dikunjungi para siswa. Perpustakaan yang sepi adalah indikasi rendahnya tingkat literasi di sekolah ini.
Dalam satu kesempatan, penulis mencoba mewawancarai para siswa untuk mengetahui penyebab rendahnya minat mereka mengunjungi perpustakaan. Mayoritas siswa menjawab bahwa perpustakaan adalah tempat yang membosankan dan mereka lebih tertarik mendapat informasi langsung dari internet terutama media sosial Tiktok.
Tentunya sebagai calon guru, penulis sangat sedih melihat ironi ini. Teknologi yang seharusnya menjadi penunjang untuk menggalakkan kemajuan pendidikan terutama literasi, justru menjadi alasan siswa untuk beralih dari sumber utama buku yang kredibel dan ilmiah.
BACA JUGA:Penggalian Nilai-Nilai Universal Agama untuk Tegakkan Moralitas Serta Etika Kehidupan Berbangsa dan Bernegara
Penelitian yang dilakukan oleh Lamada, dkk. (2019) membuktikan bahwa baik siswa SD di desa maupun di kota menghadapi kendala yang sama terkait rendahnya minat literasi yaitu dikarenakan faktor perkembangan teknologi yang demikian instan sehingga meluruhkan peran utama perpustakaan sebagai area belajar dan meraih informasi.
Lalu bagaimana cara guru untuk menyelamatkan anak didiknya dari derasnya arus informasi tak terbendung sekaligus menguatkan kemampuan literasi? Pepatah lama mengatakan untuk mengenal dan menjadikan musuhmu sebagai teman. Dalam konteks ini, guru dapat memanfaatkan teknologi tersebut sebagai penunjang media literasi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: