Prof Bustami Rahman Sebut Fenomena Kotak Kosong 3 Daerah Pemilukada 2024, Harus Jadi Pembelajaran

Prof Bustami Rahman Sebut Fenomena Kotak Kosong 3 Daerah Pemilukada 2024, Harus Jadi Pembelajaran

Prof Bustami Rahman --

“Karena nanti kondisi ini akan sama saja dengan misalnya, dalam rangka untuk mengkampanyekan seorang tokoh A atau B atau memilih kotak kosong yang juga merupakan implementasi dari hak demokrasi dalam pemilu khususnya Pilkada serentak Babel 2024 sesuai dengan PKPU.” Jadi ya syah dan tidak ada masalah,”jawab Bustami.

BACA JUGA:PT Timah Gelar Pelatihan Budidaya Bawang Merah di Belitung Timur

 Ia menilai bahwa fenomena kotak kosong dalam tahapan pemilihan kepala daerah serentak di Babel tahun 2024 yakni Pangkalpinang, Kabupaten Bangka dan Kabupaten Bangka Selatan merupakan sebuah pembelajaran baru dalam penyelenggaraan pemilukada di Babel.

“Karena itulah mungkin ke depan, kasus kotak kosong ini harus menjadi pembelajaran bagi Bangka Belitung. Sehingga misalnya katakanlah kotak kosong menang 50 plus 1, maka di dalam undang-undang  artinya harus diulang di tahun 2025 misalnya,” tutur adik kandung (alm) Rusli Rahman ini.

 Namun disisi lain fenomen antara calon tunggal melawan kotak kosong ini bisa berdampak menghabiskan biaya dan tenaga, sehingga  menjadi Lesson learned atau proses pembelajaran dari aktivitas yang dialami dan dapat dijadikan sebuah document asset untuk process continous improvement individu maupun organisasi.

Sehingga fenomena ini harus menjadi pembelajaran bagi pemerintah ke depan supaya tidak terjadi lagi kasus atau fenomena kotak kosong. Kotak kosong kan dalil ini yang dipakai adalah tidak nol persen dalam Parliamentary Threshold  yang merupakan syarat minimal perolehan suara partai politik untuk diikutkan dalam penentuan kursi di DPR.

Pertama kalau nol persen misalnya pastinya banyak yang mau, dan kedua adalah pemilihan atau politik kapitalis, yang apabila tidak ada duit, orang tidak bisa jalan. Sehingga nanti sisytem ini akan berubah sesuai dengan kenyataan yang ada.

“Tapi disisi lain dengan fenomena yang ada, bisa menunjukan bahwa kita tidak cerdas donk untuk mengadakan pemilu ke depan. Jadi  ini semua harus jadi pembelajaran, tidak hanya bagi Komisi Pemilihan Umum (KPU), tetapi juga kepada pemerintah daerah. Makanya sekali lagi system yang harus dirubah, yang salah satu kuncinya tadi ada threshold, kan kalau tresholdnya nol persen maka semua bisa atau yang kedua tadi menggunakan system ekonomi kapitalis,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: