Serikat Pekerja PT PLN (Persero): Eloknya, Pembahasan RUU EBET Dilanjutkan Pada Masa Rezim Baru

Serikat Pekerja PT PLN (Persero): Eloknya, Pembahasan RUU EBET Dilanjutkan Pada Masa Rezim Baru

--

BABELPOS.ID -  Adanya keinginan pemerintah untuk memasukan soal power wheeling dalam  rancangan undang-undang energi baru dan terbarukan atau yang disebut RUU EBET, terus mendapat penentangan dari Serikat Pekerja PT PLN (Persero). Power wheeling sendiri merupakan mekanisme yang memperbolehkan pengembang listrik swasta atau independent power producer (IPP) untuk membangun pembangkit listrik dan menjual secara langsung ke masyarakat melalui jaringan transmisi milik negara.

BACA JUGA:Berdayakan Tokoh Agama Untuk Cegah HIV/Aids

Ketua Umum Serikat Pekerja PT PLN (Persero) Abrar Ali menyatakan, EBET, hendaknya jangan dipaksakan hanya sekadar memenuhi “syahwat politik” rezim yang akan berakhir pada Oktober mendatang. Mengingat penolakan terhadap RUU EBET  hingga kini masih saja bergulir dari para stakeholder.  “Ini membuktikan RUU tersebut masih menyimpan sejumlah potensi masalah yang dapat dipastikan akan merugikan masyarakat dan negara nantinya. Baiknya, pembahasan soal RUU khususnya soal skema power wheeling, dilanjutkan pada periode rezim berikutnya,” kata Abrar Ali. 

BACA JUGA:DJKI dan Otoritas KI Arab Saudi (SAIP) Sepakati Kerja Sama untuk Kemajuan Kekayaan Intelektual

Menjawab atas  kekhawatiran menteri ESDM Arifin Tasrif terhadap kemungkinan ketidak mampuan PLN menyediakan energi listrik apabila terjadi demand yang tinggi, terkesan sangat didramatisasi. “Terlalu didramatisasi soal lonjakan demand tersebut. Bukanya, hingga saat ini kita masih eksis melayani kebutuhan listrik masyarakat dan dunia industri. Soal nanti ada lonjakan demand, PLN akan mengantisipasinya dengan pertumbuhan jumlah pembangkit baru. Jadi jangan terlalu didramatisasilah, kasihan rakyat. Rakyat kini sudah lelah menghadapi ekonomi yang sedang morat-marit ini,” ujarnya. 

Menurut Abrar, terkait soal power wheeling masih harus membutuhkan kajian yang lebih lanjut. “Kan masih ada penolakan, buktinya, saat rapat yang lalu, seperti dari PKS menyatakan pihaknya menolak skema power wheeling dimasukan dalam RUU EBET, karena tidak sekadar mengatur soal sewa jaringan transmisi PLN oleh swasta. Ada implikasi yang krusial, PLN menjadi tidak lagi menjadi satu-satunya lembaga dalam sistem single buyer and single seller (SBSS), tapi membentuk multi buyer and multi seller system (MBMS),“ jelasnya.  

BACA JUGA:Batianus dukung pembangunan Kampus 2 Polman di Desa Nibung

Demikian juga dengan kalangan akademisi dan pengamat  ekonomi energi masih terus melakukan penolakan.  Kata Abrar, skema power wheeling berpotensi menambah beban APBN dan merugikan negara.  Alasanya, power wheeling akan menggerus permintaan pelanggan organik PLN hingga 30 persen dan pelanggan non organik hingga 50 persen. 

“Penurunan ini tidak hanya memperbesar kelebihan pasokan PLN, tapi juga menaikan harga pokok penyediaan (HPP) listrik. Dampaknya dapat membengkakan APBN untuk membayar kompensasi kepada PLN, sebagai akibat tarif listrik PLN di bawah HPP dan harga keekonomian. Terhadap rakyat, penetapan tarif listrik yang diserahkan kepada mekanisme pasar akan membuat tarif listrik bergantung demand and suplly,” ingatnya. 

BACA JUGA:Drs. Pittor berpulang, Pemkab Bateng kehilangan salah satu ASN Terbaiknya

Sebelumnya pihak pemerintah melalui Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif saat mengikuti rapat kerja dengan Komisi VII DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, pada Mei 2024  lalu, yang menyatakan bahwa pemerintah tidak ragu dan mendorong skema power wheeling masuk RUU EBET. (eza)

 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: