MELATI DARI BABEL MENUJU SENAYAN

MELATI DARI BABEL MENUJU SENAYAN

Saifuddin --Foto: ist

Oleh : Saifuddin

Direktur Eksekutif LKiS

Penulsi Buku ; Politik Tanpa Identitas, Obituari Demokrasi, Elegi Demokrasi

________________________ 

Sebagai pembuka dalam tulisan ini alangkah baiknya kita menyimak satu adagium dari seorang tokoh perempuan dunia mantan perdana menteri Inggris Margareth Thatcher “dalam politik, jika anda ingin sesuatu dikatakan, tanyakan pada seorang pria. Tetapi jika anda ingin sesuatu dilakukan, mintalah pada seorang wanita”. Artinya posisi perempuan tak kalah penting dengan seorang alki-laki dalam kekuasaan. 

Peran perempuan sesungguhnya bukan hanya sebatas dalam ruang privat, tetapi lebih kepada peran dan posisi diruang publik (Public sphere). Kita banyak menemukan dalam politik Indonesia peran-peran perempuan terleblkan dirumpun ibu-ibu PKK, yang hanya sebatas mendampingi suami dalam kapasitas sebagai pemimpin di daerah. Tetapi dalam posisi dalam pengambilan keputusan nyaris tak dilibatkan. Posisi ini kemudian menjadikan perempuan sebagai pihak kedua dari laki-laki. 

Sementara gerakan gender di belahan dunia terus bergulir sebagai upaya untuk mendudukkan perempuan pada klaster yang tinggi, bukan sekedar pendamping suami, pengasuh anak-anak, penjaga rumah tangga---tetapi gerakan gender secara universal adalah ingin perempuan ditempatkan pada posisi proporsional sebagai manusia terlepas dari jenis kelamin secara kodrati. Menurut Ivan Illich penulsi buku “Matinya Gender” ia mempersepsikan bahwa ketidak-adilan negara terhadap kaum perempuan adalah cara sadis membunuh perempuan, tentu juga ia sebagai manusia (human). Maka jalan satu-satunya menurut Ivan Illich perempuan harus diberikan ruang keadilan yang setara dengan pihka laki-laki (superioritas) dalam negara begitu pula diruang publik. 

BACA JUGA:PEREMPUAN, POLITIK DAN PERJUANGAN GENDER (Catatan perempuan, Politik di Bangka Belitung)

Sejalan dengan hal tersebut, maka gerakan gender mulai menyebar di berbagai belahan dunia sebagai reaksi protes kaum perempuan secara politik. Walau tidak sedikit fakta sosial perempuan-perempuan terhukum secara mitos dan terkungkung oleh budaya patriarkhi. 

Dalam konteks Indonesia, soal-soal perempuan dalam mengambil peran diruang publik terus menjadi polemik antara pandangan agama dengan budaya yang berkembang di masyarakat. Hingga pada akhirnya beberapa gerakan perempuan mencoba “memaksa keluar” dari keterkungkungan dengan cara mengambil peran sosial ditengah masyarakat. Berdasarkan undang-undang pemilu 2007, menegasikan kalau kouta 30 persen itu adalah hak konstitusional perempuan di parlemen. 

Dilansir dari berita Antara Pangkalpinang Kepulauan Bangka Belitung, Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Kependudukan Pencatatan Sipil dan Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana (DP3ACSKB) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung menyatakan calon legislatif perempuan hanya 4,4 persen atau masih rendah pada Pemilu 2024.

BACA JUGA:LIBIDO POLITIK DAN KATARSIS PUBLIK

Pemerintah terus mendorong peningkatan peran perempuan pada Pemilu 2024, untuk memenuhi keterwakilan perempuan sebanyak 30 persen," kata Kepala DP3ACSKB Provinsi Kepulauan Babel Asyraf Suryadin di Pangkalpinang, Senin  .Ia mengatakan jika dilihat dari perkembangan yang ada di Pemprov Kepulauan Babel, peran perempuan yang mencalonkan sebagai anggota legislatif masih berkisar antara 4,4 persen, atau masih di bawah kuota keterwakilan perempuan 30 persen pada Pemilu 2024.

Ini berarti peran perempuannya di legislatif masih sangat kurang," katanya. Ia mengharapkan untuk pemilu ke depan partisipasi perempuan khususnya di Bangka Belitung akan semakin meningkat, agar mereka bisa memperjuangkan aspirasi kaum perempuan di daerah ini."Ini harus kita dorong terus agar kaum perempuan ini mau mencalonkan sebagai anggota DPRD baik provinsi maupun kabupaten/kota, maupun pusat" katanya. Menurut dia, jika dilihat pencalonannya memang perempuan yang memenuhi kriteria lebih dari 30 persen. "Tetapi kita berharap perempuan nanti akan berjuang semaksimal mungkin untuk meraih prestasi sehingga bisa duduk di lembaga DPRD baik pusat, provinsi maupun kabupaten/kota," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: