Kerugian Lingkungan Babel Capai Rp 271 Triliun, Dosa Siapa?

 Kerugian Lingkungan Babel Capai Rp 271 Triliun, Dosa Siapa?

Gedung Bundar Kejagung RI--

MUNCULNYA angka Rp 271 Triliun kerugian lingkungan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) sebagai dampak penambangan timah yang masif, benar-benar mengagetkan.  

------------------

DAN, hal yang lebih mengagetkan lagi adalah munculnya hitung-hitungan kerugian kerusakan lingkungan oleh ahli lingkungan dari Institut Pertanian Bogor (IPB), Bambang Hero Saharjo, berbarengan atau melalui konferensi pers di Kejagung yang berbarengan dengan konfrensi pers penetapan dan penahanan beberapa tersangka dalam kasus tata niaga timah wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk tahun 2015-2022. 

Wadaw Boy!! 

BACA JUGA:Baru 2 Eks Direksi PT Timah Tersangka, Kejagung Periksa Keuangan PT SBS

Padahal kerugian negara dalam kasus Tipikor yang sudah menetapkan dan menahan 14 tersangka itu masih menunggu hitungan-hitungan resmi dari lembaga terkait.  Bukan di angka Rp 271 Triliun itu?  

“BPKP sudah masuk menghitung (kerugian negara). Di kita (Jampidsus) itu melihatnya sangat besar sekali (kerugian negaranya). Triliunan itu. Kalau kecil, kita serahkan ke Kejari (Kejaksaan Negeri) saja,” demikian penjelasan Jampdisus Febrie Adriansyah, Kamis 4 Januari 2024 lalu.

Angka Rp 271 Triliun itu adalah kerugian atau kerusakan lingkungan Babel sebagai dampak penambangan --timah terutama, tapi ada juga komoditas tambang lain--  tanpa menyebutkan penambangan dari tahun berapa ke tahun berapa?

Sementara, kasus yang tengah diusut Kejagung adalah tata niaga timah dalam kurun waktu 7 tahun, yaitu 2015-2022. 

Apakah ada hitung-hitungan kerusakan lingkungan selama 7 tahun yang tengah dalam pengusutan itu?  Bukankah penambangan dan eksploitasi lingkungan di Babel ini sudah terjadi sejak zaman Kolonial Belanda?

BACA JUGA:Kejagung Tetapkan Rosalina Tersangka ke 11 Tipikor Tata Niaga Timah

Menanggapi kondisi ini, mengutip detiknews, pakar hukum pidana dari Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) Chairul Huda mengatakan memasukkan kerusakan lingkungan sebagai kerugian negara sah-sah saja dilakukan, tetapi perlu diperkuat dengan audit BPK.

"Untuk membuktikan adanya kerugian perekonomian negara itu termasuk kerugian karena kerusakan ekologis kan itu harus berdasarkan audit BPK," kata Chairul dalam keterangannya, Sabtu (24/2/2024).

Chairul menyebut secara normatif ada 2 bentuk kerugian di dalam undang-undang, yaitu kerugian keuangan negara berarti ini berkaitan dengan APBN/APBD dan kerugian perekonomian negara. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: