Bangka Belitung Dalam Pusaran Awal Kemerdekaan RI (2)
Suasana Konferensi Federal Pangkalpinang Setelah Konferensi Federal Malino Diselenggarakan di Societeit de Harmonie Sekarang Pantiwangka dari Tanggal 1-12 Oktober 1946 (Sumber Foto ANRI) Masyarakat Bangka di Masjid Jamik Pangkalpinang, Merayakan Pengakua--
BABELPOS.ID.- Memasuki era kemerdekaan Tanggal 17 Agustus 1945 membuka cakrawala baru bagi Negeri Kepulauan Bangka Belitung. Berita kemerdekaan diterima sehari setelah Proklamasi dan disambut dengan sangat antusias terutama oleh kalangan pemuda. Para pemuda di Bangka Belitung adalah kelompok yang secara tegas mendukung dan membela serta mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia. Mereka juga termasuk kelompok yang secara langsung dan tegas memaklumkan, bahwa mereka akan membela kemerdekaan yang telah diproklamirkan dari sikap represif Jepang yang diperintahkan menjaga status quo di daerahnya serta dari rongrongan Belanda yang ingin berkuasa kembali.
''Bangka dan Belitung beserta pulau-pulau kecil di sekitarnya merupakan bagian dari wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, karena wilayah NKRI yang merdeka adalah wilayah Hindia Belanda Dahoeloe. Bangka dan Belitung beserta pulau-pulau kecil di sekitarnya merupakan Satu Residentie Banka Belliton en Onderhorigheden dalam wilayah Hindia Belanda (Ordonansi Tanggal 2 Desember 1933, Stbl. Nomor 565),'' ujar Dato’ Akhmad Elvian, DPMP, Sejarawan dan Budayawan Bangka Belitung kepada media ini tadi malam.
BACA JUGA:PAHLAWAN DUABELAS (Bagian Satu)
Dikatakan pria Penerima Anugerah Kebudayaan itu, pada Tanggal 19 Agustus 1945, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) dalam sidangnya menetapkan pembentukan 12 kementerian dalam lingkungan pemerintah RI dan membagi wilayah Republik Indonesia atas 8 ''Provinsi. Salah satu provinsi yang dibentuk adalah Provinsi Sumatera dengan Gubernurnya Mr. Teuku Mohammad Hassan.
Provinsi Sumatera terdiri atas Tiga Sub-provinsi salah satunya Sub-Provinsi Sumatera Selatan yang dibentuk dari 4 keresidenan masa Hindia Belanda yang meliputi Keresidenan Bangka Belitung, Keresidenan Bengkulu, Keresidenan Lampung, dan Keresidenan Palembang. Untuk melanjutkan kelangsungan jalannya pemerintahan di Provinsi Sumatera, maka pada Tanggal 12 Oktober 1945, Gubernur Sumatera Mr. Teuku Mohammad Hassan, menyerahkan soal pembentukan daerah-daerah otonom ke masing-masing keresidenan dan kemudian terbentuklah pemerintah daerah otonom termasuk di Keresidenan Bangka Belitung,'' ujar Elvian.
BACA JUGA:PAHLAWAN DUABELAS (Bagian Dua)
Rongrongan Pemerintah Belanda yang ingin berkuasa lagi di Indonesia dan Jalan buntu beberapa kali perundingan antara Pemerintah Republik Indonesia dengan Wakil Gubernur Jenderal Hindia Belanda, H.J. van Mook, terjadi karena H.J. van Mook hanya bersedia memberikan status sebagai salah satu anggota negara federal kepada Republik Indonesia, yaitu negara bagian di bawah pemerintahan penjajahan Belanda, dan ini tentu saja ditolak oleh pemerintah Republik Indonesia sebagai negara yang secara de facto telah merdeka dan berdaulat. H.J. van Mook mencoba membentuk negara-negara federal di wilayah Republik Indonesia dengan menggandeng elit-elit politik lokal di daerah, khususnya daerah di luar pulau Jawa dan pulau Sumatera dengan memanfaatkan isu kedaerahan atau primordialisme, termasuk menyelenggarakan Konferensi Federal Pangkalpinang pada Tanggal 1-12 Oktober 1946.
''Dalam rangka membentuk Negara Republik Indonesia Serikat, Pemerintah Belanda di pulau Bangka membentuk Dewan Bangka Sementara (Bangka Raad), dengan Surat Keputusan Tanggal 10 Desember 1946, tertuang dalam Staatsblad van Nederlandsch Indie Nomor 38 Tahun 1946 yang ditandatangani oleh Guverneur General Nederlandshe Indie. Keputusan pembentukan dewan Bangka sementara menjadikan pulau Bangka sebagai suatu daerah otonom. Selanjutnya kemudian dengan Surat Keputusan Pemerintah Hindia Belanda Nomor 7,8,9 yang ditandatangani Guverneur General Nederlandshe Indie, Tanggal 12 Juli 1947 yang diundangkan dalam Staatsblad van Nederlandsch Indie, STBL. 1947, Nomor 123,124,125, ditunjuk daerah Riau, Bangka, Belitung, masing-masing sebagai Neo-Zelfbestuur, yang mempunyai hak untuk mengirim wakilnya duduk dalam dewan (raad) Federasi Bangka-Belitung dan Riau,'' ujarnya.
BACA JUGA:PAHLAWAN DUABELAS (Bagian Tiga)
Upaya H.J van Mook untuk mewujudkan pendirian negara federasi terus dilanjutkan dengan melaksanakan Konferensi Federal di Bandung Jawa Barat, pada Tanggal 29 Mei 1948. Pada saat pelaksanakan Konferensi Bandung, hadir Tiga orang utusan dari pulau Bangka yaitu Masyarif Datuk Bendaharo Lelo, Se Siong Men, dan Joesoef Rasidi. Konferensi Bandung berhasil membentuk BFO dan gagal mempengaruhi kaum republik dan wakil rakyat Bangka yang ikut dalam konferensi Bandung untuk mendirikan Neo-Zelfbestuuryaitu Negara Bangka-Belitung dan Riau, karena semangat nasionalisme dan patriotisme wakil-wakil masyarakat Bangka Belitung di konferensi.
Kegagalan Belanda dalam mendirikan Neo-Zelfbestuur, Bangka-Belitung dan Riau menyebabkan kebijakan Belanda selanjutnya terhadap Bangka Belitung dan Riau diubah. Bangka, Belitung dan Riau selanjutnya direncanakan menjadi satuan kenegaraan yang tegak berdiri sendiri, zelfstanding staatkundig eenheid. Dengan demikian direncanakan, bahwa pada suatu saat Bangka, Belitung dan Riau akan menjadi Satu negara federal yang berdiri sendiri.
BACA JUGA:PAHLAWAN DUABELAS (Bagian Empat)
Pengakuan kedaulatan terhadap Republik Indonesia oleh pemerintah Belanda pada Tanggal 27 Desember 1949, berimplikasi pada perubahan bentuk negara sesuai dengan UUD 1945. Bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) diubah menjadi Negara Federasi yang bernama Republik Indonesia Serikat (RIS) dan kemudian negara berdasarkan kepada Konstitusi RIS. Bangka dan Belitung berdasarkan konstitusi RIS, merupakan salah satu bagian dari Negara Republik Indonesia Serikat berbentuk zelfstanding staatkundig eenheid, yaitu merupakan Satuan Kenegaraan yang Tegak Berdiri Sendiri, terpisah dari Republik Indonesia (RI).
''Mengingat semangat Rakjat Bangka njata bersemangat republikein, njata berkehendak Bangka masuk dalam daerah Republik, sebagaimana yang disampaikan Presiden Soekarno pada Tanggal 21 Februari 1949, Satuan Kenegaraan Bangka dengan presidennya Abang Muhamad Yusuf Rasidi tidak berlangsung lama, setelah sekitar 4 (Empat) bulan berpisah dengan Republik Indonesia, Bangka dan Belitung disatukan kembali dalam Negara Republik Indonesia. Bangka kembali menjadi bagian Negara Republik Indonesia ditetapkan dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Serikat (RIS) Nomor 141 Tahun 1950, tentang Penghapusan Daerah Bangka Sebagai Daerah Bagian Republik Indonesia Serikat dan Bergabung ke Dalam Wilayah Republik Indonesia, 4 April 1950,'' ujar Elvian mengutip dari (ANRI, Keppres RIS Nomor 128).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: