Esperanto: Bahasa Persahabatan Dunia

Esperanto: Bahasa Persahabatan Dunia

--

Oleh: Wingki Fianika (Guru dan Anggota Asosiasi Esperanto Indonesia)

 

Saluton! Begitulah sapaan yang biasa diucapkan penutur bahasa Esperanto ketika  bertemu. Bahasa ini merupakan bahasa buatan yang masih bertahan hingga saat ini. Bahasa Esperanto dikembangkan oleh Dr. Ludovic Lazarus Zamenhof sejak tahun 1873 ketika ia masih sekolah.

Zamenhof lahir di Bialystok, Polandia, pada 15 Desember 1859. Di kota kelahirannya, terdapat beberapa suku bangsa. Seringnya terjadi konflik antarsuku bangsa menjadi latar belakang terciptanya bahasa ini. Ia meyakini bahwa konflik tersebut terjadi karena masing-masing suku bangsa tidak dapat berkumonikasi satu sama lain ketika terjadi konflik.

Berangkat dari latar belakang tercipatanya bahasa Esperanto, Zamenhof memiliki cita-cita yang besar, yaitu menyatukan umat manusia dalam kehidupan yang damai dan dapat saling berkomunikasi satu sama lain tanpa adanya batasan. Untuk itu, bahasa Espranto dibuat sesederhana mungkin sehingga semua orang dapat menguasai bahasa tersebut dengan mudah. 

 

Tata bahasa Esperanto

Tata bahasa Esperanto lebih sederhana jika dibandingkan dengan bahasa alami lainnya, misalnya terdapat akhiran-akhiran berbeda yang menunjukkan kata sifat, kata benda, dan kata perintah atau ajakan. Akhiran -o digunakan untuk menunjukkan kata benda, contohnya, floro ‘bunga’, birdo ‘burung’, dan besto ‘hewan’. Akhiran -a untuk menunjukkan kata sifat, contohnya, bona ‘baik’, bela ‘indah’, alta ‘tinggi’.

Akhiran -e digunakan untuk menujukkan kata keterangan, contohnya, nuntempe ‘sekarang’, Dimanĉe ‘di hari Minggu’, dan vespere ‘di malam hari’. Akhiran -i menunjukkan kata kerja, contohnya, skribi ‘menulis’, ludi ‘bermain’, dan stari ‘berdiri’. Ada juga akhiran -u untuk menunjukkan kata perintah atau ajakan, contohnya skribu ‘tulislah’, legu ‘bacalah’, dan kuru ‘berlarilah’.

Pola kalimat dalam bahasa Esperanto tidak memiliki bentuk yang tetap. Contohnya, mi manĝas pomon ‘saya sedang makan sebuah apel’, atau bisa juga mi pomon manĝas. Hal ini berlaku karena bahasa Esperanto memiliki fungsi akusatif yang menandai objek langsung. 

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Helmar Frank dari Universitas Paderborn yang dikutip dari italki.com, siswa yang mempelajari bahasa Esperanto selama setahun menghasilkan kemampuan setara dengan rata-rata siswa yang mempelajari bahasa lain di Eropa selama enam atau tujuh tahun. Hal ini disebabkan oleh tata bahasanya yang sederhana. 

Selain mudah dipelajari, bahasa ini juga membantu mengefektifkan waktu untuk mempelajari bahasa lainnya. Hal ini disebabkan oleh bahasa Esperanto yang memiliki fungsi propaedeutik, yaitu fungsi persiapan sehingga pemelajar bahasa dapat memiliki kesadaran terhadap hal utama yang hendak dipelajari pada bahasa sasaran.

 

Komunitas dan Penutur Bahasa Esperanto di Indonesia

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: