Memaknai Kunjungan Kaisar Jepang Naruhito, Soekarno Titip Aset di Bank Of Japan
Safari Ans--
Oleh: Safari Ans
Wartawan Senior dan Salah Satu Pejuang Pembentukan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
"SERTIFIKAT obligasi internasional itu bertahun 1964 yang ditandatangani oleh The Governor of Bank International Japan Pai Bank, bank sentral Jepang, Makoto Usami di halaman mukanya. Halaman belakang diteken oleh pejabat bank sentral Jepang lainnya Oisuku Kenaba dan Kenji Okunawa. Dokumen itu ditandatangani juga dan cap jempol oleh Soekarno. Profit disepakati 8,3% (tertera dalam dokumen obligasi). Nilainya fantastis, USD 138,2 triliun (Seratus Tiga Puluh Delapan Triliun Dua Ratus Miliar Dollar Amerika Serikat). Aset ini tercatat di IMF."
------------------------
SEBAIKNYA Presiden Joko Widodo mengadakan pembicaraan khusus dengan Kaisar Jepang, Naruhito membahas secara spesifik pencairan dokumen tersebut di atas. Pembicaraan ini sangat penting demi kepentingan kedua negara, terutama dalam industri keuangan dan perbankan. Apalagi Indonesia sedang membutuhkan uang banyak untuk melanjutkan program pembangunan yang sedang Jokowi jalankan.
Dokumen ini, dulu menjadi rahasia bagi kedua negara. Bahkan orang takut membicarakannya. Tetapi saat ini, sudah saatnya dibuka ke publik karena sudah saatnya untuk dicairkan. Lagi pula aset ini sudah penulis teliti kevalidannya. Sangat valid. Yang salah adalah; banyak pihak keliru apa, bagaimana, dan dimana dokumen asli. Banyak membuat orang linglung tentang dokumen ini, sebab yang tampil ke permukaan adalah orang-orang dan dokumen palsu yang direkayasa oleh para pemain dunia antah berantah. Bayangkan, para pemegang dokumen saja ada tiga orang dengan nama yang sama dan memiliki dokumen hampir mirip. Sulit membedakan mana yang palsu.
Makoto Usami memang menjabat Gubernur Bank of Japan 1964 hingga 1969 sebagai gubernur bank sentral Jepang ke 21. (website Bank of Japan; boj.or.jp). Sekarang gubernur bank sentral ini dipimpin oleh gubernur yang ke-31, namanya Haruhiko Kuroda yang menjabat sejak Maret 2013. Bisa saja banyak perubahan dalam perjalanan bank sentral Jepang. Sama seperti Bank Indonesia juga, yang sempat mengalami fungsi dan peran. Dulu Presiden RI boleh intervensi ke Bank Indonesia, kini tidak bisa lagi. Karena bank sentral ini sesuai undang-undang yang baru, Bank Indonesia bersifat mandiri dan tidak bisa diintervensi oleh Presiden atau Pemerintah.
Ketika Soekarno memberikan pelimpahan kepada seseorang, tahun 1967, maka Makoto Usami sebagai Gubernur Bank of Japan membubuhkan tandatangan sebagai approval pada 13 September 1968 di Tokyo. Lalu dikukuhkan oleh IMF untuk Asia Pasifik, yaitu Hebert Hoover di bagian bawahnya. Sehingga pelimpahan aset bangsa Indonesia di Bank of Japan itu sah. Dan kini sudah saatnya digunakan.
Namun pada saat pelimpahan inilah yang dimainkan banyak pihak nakal. Bertebaran dokumen palsu dan orang-orang yang mengaku dapat pelimpahan dari Soekarno tentang aset di Jepang senilai USD 138,2 triliun ini. Bahkan beberapa pihak sudah melakukan transaksi di pasar gelap di Hong Kong dan Dubai. Karena dokumen asli sulit dibedakan dengan dokumen yang asli. Hanya beda tipis. Bahkan jika pihak bank tidak hati-hati, dokumen palsu tadi akan dikatakan asli. Padahal dokumen asli tidak pernah beredar. Bahkan tidak pernah foto atau difotocopy. Dokumen asli sangat tersembunyi dan tersimpan rapi, tidak pernah dibuka, kecuali saat Soekarno menyerahkan pertama kali kepada penerima pelimpahan dan kuasa khusus yang dibuatnya tahun 1967 sebelum Bung Karno lengser sebagai Presiden RI pertama.
Aset Indonesia di Jepang amat banyak. Bahkan beberapa aset yang diakui milik Philipina era Presiden Marcos malah justru berasal dari emas dari Indonesia yang mau dibawa ke Jepang oleh tentara Jepang, tapi keburu Jepang dibom atom oleh Amerika Serikat, sehingga emas-emas itu nyangkut di Philipina ketika dalam perjalanan ke Jepang. Emas-emas kemudian ditimbun oleh tentara Jepang di Philipina itu. Lalu, diklaim oleh Marcos sebagai milik Philipina. Soekarno protes. Namun berakhir dengan damai dan saling kerjasama antar keduanya.
Bahkan ketika IMF dan Bank Dunia pernah membuat rekayasa untuk mencairkan aset dunia, ditampilkan raja asal Philipina Antonio Santiago Marthin (King ASM) sebagai M1 (emwan) pengganti Soekarno sejak 2007 hingga tahun 2012, untuk mencairkan 886 rekening aset di seluruh dunia. Namun, rekayasa itu pun, gagal. Walau Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan RI, dan SBY sebagai Presiden RI sempat menandatangani dokumen ini tahun 2007.
Ketika Kaisar Jepang Akihito mau menyelamatkan industri otomotif Jepang pun, juga dibantu dengan menggunakan aset Indonesia bernilai ¥200 triliun (Dua Ratus Triliun Yen). Ketika penulis bertemu fund manager di Hong Kong tahun 2005, Jepang berkeinginan mengembalikan dokumen ini ke Indonesia. Tetapi, pihak Bank Indonesia tidak merespon. Kini dana ini dipegang oleh White Dragon Family. Tapi apabila Indonesia meminta dikembalikan, mereka bersedia mengembalikannya.
Cerita aset ini pernah berkait hukum di Hong Kong. Tuduhan pada fund manager di Hong Kong yang waktu itu mau trade dalam dunia bank papan atas dunia. Ia dituduh melakukan trade secara ilegal, karena aset tersebut milik Indonesia. Pengadilan Hong Kong akhirnya mengampuni fund manager itu, setelah penulis selaku Chairman IFID (International Fund for Indonesia Development) meminta untuk diampuni. Ia pun bebas dan menangis memeluk penulis. Lalu ia berjanji untuk mengembalikan aset itu, jika Indonesia memintanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: