Petani Mengeluh, Kenyataannya Pupuk Mahal

Petani Mengeluh, Kenyataannya Pupuk Mahal

Pebriyanti--Ist

Oleh: Pebriyanti, SP

Penyuluh Pertanian Ahli Madya Dinas Pangan dan Pertanian Kota Pangkalpinang

BERTEMU dengan petani sayur (hortikultura) sering dilakukan penyuluh pertanian, pekerjaan penyuluh pertanian hampir setiap hari selalu bertemu petani dan mendengar keluhan para petani. Jadwal ketemu petani dari Senin hingga Kamis, banyak diwarnai dengan keluhan petani terhadap harga pupuk yang mahal terutama pupuk non subsidi. Rasanya semua petani di Indonesia, negeri tercinta ini mengeluh terhadap harga pupuk nonsubsidi yang mahal, disatu sisi pupuk subsidi sedikit didapat para petani. Petani mengeluh dengan harapan, penyuluh pertanian dapat membantu menyuarakan keluhan mereka dan menyampaikan ke pihak yang berwenang.

Keluhan petani sepertinya tidak terexpose/terbuka/terbongkar. Kalangan petani menyuarakan keinginannya terhadap harga pupuk supaya tidak mahal atau turun, bila perlu pupuk subsidi didapat dengan mudah, lancar dan dalam jumlah cukup untuk menjalankan usaha tani.

Sebagaimana diketahui bahwa saat ini jumlah pupuk subsidi terbatas.Harga pupuk nonsubsidi NPK dapat mencapai Rp.850.000,- per sak kemasan 50 kg pada merk yang cukup bagus dan sering dipakai petani di Kota Pangkalpinang. Pada berbagai merk yang lain, harganya beda tipis, dalam kategori mahal bagi petani. Pupuk Urea mencapai diatas Rp.450.000 per sak kemasan 50 kg. Daerah lain mengalami harga pupuk yang mahal juga, baik di daerah Bangka Belitung dan daerah luar. Kejadian pupuk mahal telah berlangsung sejak 2021.

Pertanyaan sederhana yang timbul dari harga pupuk non subsidi yang mahal adalah bagaimana petani melanjutkan usaha taninya, disatu sisi kebutuhan terhadap pupuk sangat penting. Dari usaha on fram (proses bertanam atau budidaya) membutuhkan pupuk yang merupakan sarana produksi yang sangat penting. Cost terhadap penggunaan pupuk besar sebagai cost variable setelah penggunaan benih/bibit, obat-obatan, sewa lahan, dan tenaga kerja. Sebagai masukan bahwa kebutuhan pupuk subsidi per hektar lahan adalah 300 kg untuk NPK, 200 kg untuk Urea. Sesungguhnya kebutuhan pupuk dapat lebih jumlahnya tergantung pada jenis komoditas tanaman.

Petani memang memutar otak atau berfikir panjang menyikapi harga pupuk yang mahal, dengan tetap memproduksi aneka sayur dan dengan kualitas sayur yang bagus. Petani mengeluarkan biaya lebih untuk pupuk, logikanya petani menambah harga jual, hingga harga beli ditingkat konsumen lebih tinggi dari sebelumnya. Artinya terjadi kenaikan harga aneka sayuran bagi konsumen. Disisi lain, cobalah pihak yang terkait mendengar keluhan petani terhadap harga pupuk. Bukan pupuk saja yang mahal, saprodi (sarana produksi) lain seperti obat-obatan (insektisida, fungisida, herbisida) naik, belum lagi kebutuhan aneka sayur terhadap Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) naik. Semua sarana produksi naik dan mahal.

Tulisan ini mengulas/bertujuan agar harga pupuk non subsidi diturunkan (mungkin berat dilakukan/diwujudkan) mengingat bahan baku pupuk didatangkan dari Rusia, dilain sisi agar pemerintah menambah kuota pupuk subsidi (yang dapat diwujudkan) demi meningkatkan kesejahteraan petani. Langkah yang dapat diambil, menurut penulis, yakni menanggapi keluhan petani, dengar masukan dari petani dan cermati keinginan petani. Menurut penulis, logis keluhan disampaikan dan coba untuk ditindaklanjuti. Kementerian terkait yakni Kementerian Pertanian seharusnya mencoba menambah kuota pupuk subsidi. Langkah untuk menambah kuota pupuk subsidi seharusnya diambil, mengingat butuhnya pupuk subsidi bagi petani di Indonesia.

Pupuk dibutuhkan bagi tanaman. Petani selalu membutuhkan pupuk agar tanaman dapat tumbuh subur atau baik sehingga produksi (satuan kg atau ton) meningkat, selanjutnya produktivitas (satuan kg atau ton per hektar lahan) meningkat. Jika pupuk dikurangi karena kenyataannya pupuk mahal dan sulit dibeli oleh petani , atau tidak tepat dosis, tidak tepat waktu atau jenis pupuknya, maka tanaman tidak berproduksi maksimal. Menurut penulis memang belum ada hasil penelitian yang menyatakan hubungan mahalnya pupuk non subsidi dengan produksi dan produktivitas tanaman, tetapi logikanya, pupuk mahal membuat petani mengurangi jumlah pupuk yang dibeli, alhasil produksi sayuran berkurang, harganya sayuran lebih mahal karena produksi atau stok sayuran yang berkurang.

Berdasarkan suara dari petani atau suara rakyat yang mengeluhkan harga pupuk mahal, mengharapkan kuota pupuk subsidi ditambah. Musim covid tetap ada, tetapi berkurang, sehingga dapat menambah alokasi anggaran untuk pupuk subsidi. Teknis pada jenis pupuk apa (selain Urea dan NPK, NPK formula khusus) dan pada komoditas apa (hendaknya komoditas strategis dan bernilai eksport) dapat didiskusikan bersama, yang penting kuota ditambah. Pertimbangan penting dalam menambah kuota pupuk subsidi adalah pada jenis pupuk organik untuk meningkatkan penggunaan pupuk organik di petani Indonsia dan mengurangi penggunaan pupuk kimia. Memang, terdapat proses produksi dan proses bisnis yang berbeda antara pupuk kimia dan organik yang menyebabkan perbedaan kapasitas produksi. Produksi pupuk kimia dilakukan sepenuhnya di pabrik modern. Sedangkan produksi pupuk organik masih mengikutsertakan usaha kecil dan komunitas petani atau peternak, terutama dalam penyediaan bahan organik. Dalam hal ini memungkinkan untuk diterapkan atau diwujudkan oleh pemerintah, penambahan alokasi pupuk subsidi terhadap pupuk organik (padat atau cair) memungkinkan diwujudkan.

Dari data diketahui bahwa jumlah petani penerima pupuk subsidi tahun 2022 sebanyak 16 juta petani se Indonesia (sumber : https://katadata.co.id/tiakomalasari/berita/62d19d1cb2bde/16-juta-petani-berhak-dapat-pupuk-bersubsidi-ini-syaratnya) tetapi tahun 2023 menjadi berkurang karena penerima berdasarkan harus menanam tanaman komoditas yang ditentukan. Data tahun 2021 dan tahun 2022 dijadikan pembanding ke tahun 2023 dalam hal jumlah petani penerima pupuk subsidi. Sekali lagi menurut penulis, jumlah petani penerima pupuk subsidi berkurang.

Kementerian Pertanian (Kementan) menerbitkan Kepmentan No. 734/2022 tentang Penetapan Alokasi dan Harga Eceran Tertinggi Pupuk Bersubsidi Sektor Pertanian Tahun Anggaran 2023. Dalam kebijakan tersebut, ditetapkan alokasi untuk pupuk urea sebanyak 5.570.330 ton, nitrogen, posfor, dan kalium (NPK) 3.232.373 ton, serta NPK formula khusus 211.003 ton. Total, alokasi pupuk untuk 2023 sebanyak 9.013.706 ton (sumber : HTTPS://M.BISNIS.COM/AMP/READ/20221213/257/1608059/PEMERINTAH-ALOKASIKAN-9-JUTA-TON-PUPUK-SUBSIDI-INI-HARGA-ECERANNYABISNIS.COM,13 Des 2022, 13:49 WIB Penulis: Rahmad Fauzan). Pada tahun 2022 alokasi kebutuhan pupuk nasional sekitar 9,1 juta ton untuk jenis Urea, NPK, ZA, SP 36 dan organic (saat itu belum ada pengurangan jenis pupuk) dengan anggaran sebesar 25 Triliun. Artinya terjadi pengurangan alokasi untuk pupuk subsidi. Anggaran yang dikeluarkan Tahun 2020 sebesar 34,24 Triliun, Tahun 2021 sebesar 29,06 Triliun (10,54 juta ton pupuk). Artinya dari data tersebut terjadi penurunan alokasi pupuk subsidi setiap tahun.

Perlu diketahui data tahun 2022 menyebutkan penerima pupuk subsidi pada komoditas sebanyak 70 (tujuh puluh) meliputi : tanaman pangan, hortikultura dan perkebunan. Sedangkan kondisi petani penerima pupuk subsidi tahun 2023 hanya masuk dalam 9 (Sembilan) komoditas yang menerima pupuk subsidi. Sungguh suatu pembatasan komoditas yang perlu dikaji ulang. Pertanian (Kementan) baru saja mengeluarkan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 10 Tahun 2022 tentang Tata Cara Penetapan Alokasi dan Harga Eceran Tertinggi Pupuk Bersubsidi Sektor Pertanian dimana Permentan tersebut membatasi jenis pupuk subsidi yang sebelumnya lima jenis yakni ZA, Urea, NPK, SP-36, dan pupuk organik Petroganik menjadi dua jenis yaitu Urea dan NPK saja.

Bahwa pupuk subsidi dalam jumlah atau kuota yang sedikit di tahun 2023, petani yang mendaptkannya sedikit dengan mekanisme yang telah ditentukan, dengan komoditas yang telah ditentukan (padi, jagung, kedelai, bawang merah, bawang putih, cabe, kopi, kakao dan tebu rakyat), dan penyalurannya dengan tepat sasaran (petani yang menanam komoditas yang ditentukan). Jumlah pupuk subsidi terbatas dengan kebijakan dari pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pertanian yang menetapkan jumlah pupuk subsidi. Kementerian Pertanian yang bekerjasama dengan Kementerian Keuangan, dengan hitung-hitungan nominal uang yang dikeluarkan, mengeluarkan kebijakan terhadap pupuk subsidi. Jadilah kuota pupuk subsidi yang diterima para petani saat ini. Menurut penulis, kuota hendaknya ditambah dengan alasan penting meningkatkan kesejahteraan petani, Adapun alasan secara teknis yakni mengurangi penggunaan pupuk kimia karena kenyataannya mahal dan meningkatkan penggunaan pupuk organik. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: