Ecowisata Mangrove Sebagai Solusi Konkrit Abrasi Pantai Mang Kalok

Ecowisata Mangrove Sebagai Solusi Konkrit Abrasi Pantai Mang Kalok

Aji Kurbiyanto --

Oleh: Aji Kurbiyanto

Mahasiswa Prodi Konservasi Sumber Daya Alam Universitas Muhammadiyah Bangka Belitung

BABELPOS.ID - Erosi pantai adalah sebutan lain dari abrasi yang merupakan pengikisan pantai akibat arus laut, gelombang laut, pasang surut dan bahkan akibat perbuatan manusia seperti aktivitas pertambangan. abrasi ini menyebabkan kerusakan ekosistem mangrove. Kerusakan hutan mangrove akan menimbulkan abrasi pantai yang fatal, karena pertahanan terdepan dari kumpulan pohon telah hilang. Semakin banyak hilang pohon mangrove maka semakin mudah pantai pesisir diterjang angin kencang dan gelombang air pasang.

Hutan mangrove merupakan daearah yang memiliki banyak fungsi dalam peranan melindungi daerah pesisir dari ancaman dan hantaman gelombang. Meskipun secara keseluruhan luasan hutan mangrove hanya 3% saja dari total seluruh luas kawasan hutan dan 25% dari keseluruhan hutan mangrove yang ada dibelahan dunia. Padahal mangrove berfungsi sebagai penyangga jenis tanah, tekstur tanah, dan topografi. Keberadaan abrasi yang merusak tersebut tentu dapat menurunkan kualitas lingkungan yang lebih dikenal dengan sebutan sebuah ekosistem di sekitar pesisir pantai.

Upaya dalam mengetahui baik keadaan dan potensi lingkungan kemudian menjadi topik yang selalu diperbincangkan. Terlebih di pulau Bangka Belitung yang merupakan daerah pertambangan timah, harus menyandingkan keseimbangan antara pemanfaatan alam dan keberlangsungannya.

Berdasarkan data dari Direktorat Pendayagunaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil KKP (Kementerian Kelautan dan Perikanan) tahun 2021, mangrove dengan kondisi kritis mencapai 637.624 hektar. Tercatat mangrove yang ada di Kepulauan Bangka Belitung secara keseluruhan awalnya seluas 273.692,81 hektar, Kabupaten Bangka memiliki 38.957,14 hektar, Kabupaten Bangka Tengah 19.150,86 hektar, Bangka Selatan luasan hutan mangrovenya 58.165,04 hektar, Kabupaten Bangka Barat 48.529,43 hektar, Kabupaten Belitung 65.658.06 hektar dan terakhir Kabupaten Belitung Timur luasan mangrovenya adalah 43.232,28 hektar (Ismi, N., & Wijaya, T. (2021).

Salah satu daerah yang menjadi sorotan penulis saat ini adalah pantai Mang Kalok yang berlokasi di Kawasan Wisata Desa Rebo Sungailiat Bangka, Kecamatan Sungailiat, Kabupaten Bangka, Kepulauan Bangka Belitung. Abrasi yang terjadi di pesisir pantai Mang Kalok tersebut telah mencapai lebih kurang satu hektar dari luas pantai lebih kurang 2,4 hektar (Ansori: 2017) dan lebar abrasi mencapai sekitar 2 meter. Penyebab kerusakan mangrove di daerah tersebut adalah karena didominasi oleh kegiatan penambangan timah di sekitar pantai. Tumpahan minyak dan penggalian disekitar pantai dapat mencemari bahkan mematikan vegetasi mangrove yang berada di sekitar pantai.

Daerah pesisir pantai merupakan daerah yang sangat sering digunakan masyarakat untuk aktifitas dalam kehidupan keseharian mereka, baik dalam kegiatan pertambakan,dan yang utama adalah kegiatan pariwisata. Namun, seiring dengan keberlangsungan aktifitas tersebut secara terus menerus juga menjadi penyumbang masalah yang berdampak terhadap rusaknya wilayah pesisir pantai, Pariyono (2006).

Menurut Purwoko & Onrizal (2002), hubungan antara manusia dengan mangrove yang sangat erat justru dapat mengakibatkan dampak negatif tehadap eksistensi ekosistem mangrove, fungsi mangrove juga ciri khas dari kawasan mangrove itu sendiri.

Dari interaksi yang erat itu dapat dilihat bahwa sektor kehutanan sangat intensif dalam mendukung roda perekonomian masyarakat. Namun, hal itu berbanding tebalik dan sangat krusial bagi kelastarian ekosistem mangrove dengan majunya perekomian masyarakat.

Melihat dari hal tersebut maka menjaga kelestarian ekosistem mangrove wajib hukumnya demi kelangsungan dari peran, dan fungsi serta keseimbangan ekosistem pesisir. Semakin berkurang dan habisnya jenis flora dan fauna pada kawasan mangrove merupakan efek dari tidak seimbangnya antara ekosistem mangrove di pesisir dengan tingkat aktifitas masyarakat.

Maka, dalam Bengen (2001) menyampaikan gagasannya untuk semakin peka dan bijak dalam isu sosial ekonomi terutama dalam penggunaan hutan mangrove oleh masyarakat di beberapa sektor kegiatan masyarakat, seperti budidaya udang dengan pembuangan limbah sisa makanan udang, yang mana hal itu harus benar-benar diperhitungkan secara serius.

Dengan melihat kondisi lingkungan pesisir yang mengalami degradasi di Kawasan Wisata Desa Rebo ini, maka sudah saatnya baik pemerintah maupun generasi muda untuk mengambil tindakan dengan mengawali terbentuknya suatu perkumpulan pemuda peduli lingkungan. Dalam perkumpulan pemuda tersebut diharapkan dapat memfokuskan kegiatannya di kawasan pesisir guna melakukan berbagai kegiatan konservasi dan penyelamatan habitat khususnya hutan mangrove atau bakau.

Beberapa kegiatan rehabilitasi tanaman mangrove di wilayah pesisir Pantai Mang Kalok dapat dimulai dengan bekerja sama dengan pihak-pihak terkait dan kemudian membuat lahan konservasi yang juga berpotensi membangun kawasan wisata berupa eco edu wisata selain wisata alam yang sebelumnya memang telah ada yaitu pantai. Ekowisata dapat mengedepankan konsep-konsep edukasi kepada siapa saja pengunjung yang datang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: