Babel Dalam Masa Transisi, Ego Sektoral Jadi Penghambat
'SUKA atau tidak suka Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) sekarang ini mengalami masa transisi kepemimpinnan setelah selesai tugas Dr Ezaldi Rosaman dan Abdul Fattah 12 Mei 2022 lalu. Kini provinsi ini dipimpin oleh Pajabat Gubernur (Pj Gubernur) Dr Ridwan Djamaludin. Tetapi Babel beruntung ketimbang daerah lain, kepemimpinan itu masih dipegang oleh putra daerah terbaik. Hanya saja, Pj Gubernur Babel harus membagi waktu antara dirinya sebagai Direktur Jendral Mineral dan Batubara (Dirjen Minerba) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Tahun 2023, Pj Gubernur Babel sekarang akan pensiun, harus berganti Pj Gubernur baru lagi. Gonta-ganti kepemimpinan di Babel, bukanlah hal baik. Belum lagi soal proses konsolidasi, sinkronisasi, dan harmonisasi kepemimpinan, membutuhkan waktu yang cukup lama. Dan itu tak mudah, butuh waktu berbulan-bulan. Dalam situasi itu penulis sebut masa transisi kepemimpinan di Babel yang akan berlangsung selama hampir tiga tahun.'
Oleh: Safari Ans - Salah Satu Tokoh Pejuang Pembentukan Provinsi Babel --
FIGUR seorang pemimpin memang bukan sembarang figur, ia menjadi perpaduan antara kemampuan, kecakapan, kepintaran, etika, nalar, pengalaman birokrasi, dan kharismatisme yang telah diberika Tuhan sejak lahir. Oleh karena itu, maka rakyat yang dipimpin memerlukan kesepakatan untuk memilih pemimpin yang mereka sukai. Karena rakyat yang kemudian disebut masyarakatlah yang akan menerima resikonya, apakah pemimpin yang mereka pilih adalah yang terbaik.
Logika itu kemudian mengilhami, agar pemimpin hasil pilihan rakyat jangan diganti. Sehingga kalau ada masa tunggu pemilihan pemimpin berikut, secara teoritik jabatan pemimpin pilihan rakyat harus diperpanjang. Pemikiran itu saat ini yang diperjuangkan oleh Prof Azyumardi Azra dan kawan-kawan.
Jika Prof Azumary Azra berpikir soal aspirasi rakyat pemilik dalam sistem demokrasi, berbeda dengan pemikiran Prof Yusril Ihza Mahandera yang lebih menitip-beratkan soal legitimatasi. Seorang pemimpin akan memiliki legitimasi apabila berlangsung selama lima tahun sesuai dengan undang-undang. Jika waktu masa kepemimpinan lebih dari lima tahun, maka fungsi legitimasi otomatis hilang. Karena itu perlu ditunjuk pejabat pelaksana kepemimpinan.
Prof Yusril, adalah salah satu penggagas perlunya Indonesia melakukan pemilihan serentak dengan maksud untuk lebih memghemat biaya dan efektif-efisien. Walaupun maksud tersebut nampaknya berbeda dalam pelaksanaannya. Pro kontra pemikiran di atas mewarnai media nasional bekakangan ini. Setelah daerah yang terkena peraturan ini, mendera habitat birokrasi daerah.
Logika berpikir Prof Azumardy Azra diatas telah diterapkan di Indonesia beberapa tahun sebelumnya. Namun kemudian keputusan itu didemo ribuan orang di Jakarta dan demo di pelbagai daerah, sehingga mendesak Pemerintah Pusat untuk menggantinya dengan peraturan baru, bahwa pemimpin daerah yang sudah habis masa tugasnya, harus diganti 'pejabat' untuk melaksanakan tugas-tugas pemimpin daerah yang sudah habis masa jabatannya.
Kini Babel menerima konsekuensi peraturan baru tersebut. Tidak hanya Gubernur Babel, ada Bupati yang akan habis masa tugasnya, sementara jadwal Pilkada (Pemilihan Daerah) yang diberikan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) baru akan dilaksanakan pada November 2024. Sekitar sepuluh bulan setelah rakyat Indonesia memilih Presiden Baru dan wakil rakyat yang untuk duduk di DPR RI, DPRD, dan anggota DPD RI.
Pejabat Gubernur Babel Dr Ridwan Djamaludin pun akan pensiun sebagai pegawai negeri atau Aparatur Sipil Negara (ASN) tahun 2023. Untuk mencapai masa Pilkada serentak bulan November 2024 nanti, maka Babel akan berganti Pj Gubernur yang baru. Karena kalau bukan berstatus sebagai pegawai negeri (ASN) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) tidak dibolehkan menjadi Pejabat Gubernur.
Sebab menurut UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) pegawai PPPK dianggap sebagai ASN. Namun periode kedua Pj Gubernur Babel, bisa jadi Sekretaris Daerah (Sekda) berpeluang besar untuk menjadi Pejabat Gubernur apabila Pemerintah Pusat akan berpikir sama seperti yang kita pikirkan diatas, bahwa sebuah kepemimpinan daerah itu perlu pemahaman yang sama untuk melanjutkan program pembangunan berkelanjutan.
Jika sepakat untuk memahami problemetika daerah di Babel yang sangat komplek dan rumit sekarang ini, diperlukan kesamaan pandangan semua pihak, bahwa program pembangunan yang sudah berjalan selama ini perlu diteruskan secara cerdas, sistemtis, dan berkala. Gonta-ganti Gubernur dalam waktu singkat ini (jabatan gubernur selama lima tahun), bukanlah situasi dan kondisi yang menguntungkan Babel saat ini tengah membangun dan membentuk diri menjadi provinsi terdepan di Indonesia.
Apalagi kedepan, Babel akan menjadi andalan Indonesia sebagai penyedia listrik bermutu tinggi dan murah dengan PLTT -nya. Juga Babel akan menjadi pusat industri teknologi tinggi (hi-tech industries) dengan dukungan timah dan logam tanah jarang yang bertabur di Bumi Serumpun Sebalai.
Kesepakatan kepemimpinan itu, menjadi perlu didesain sejak sekarang, mumpung masih terjadi pergeseran mana perangkat daerah yang memiliki komitmen bersama, dan mana perangkat daerah yang hanya semata dan sekedar mengisi absen kerja. Sebab, terus terang, komitmen bersama itu belum terbangun di kalangan pejabat daerah di Babel. Masih ada perangkat daerah yang justru melakukan tindakan destruktif dan bertolak belakang dengan misi dan tugas yang diembannya. Membuat kesepahaman yang sama itu tak mudah, butuh sosialisasi dan interaksi yang inten antar berbagai sektoral yang selama ini memegang teguh apa yang dinamakan oleh Presiden Jokowi sebagai 'ego sektoral'.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: