Sementara itu, kopi liberika yang tumbuh di lahan marginal mulai dikenal di kancah nasional karena cita rasanya yang khas.
Keduanya bisa menjadi ikon promosi pariwisata berbasis pengalaman lokal, sebuah konsep slow tourism yang memberi nilai tambah bagi masyarakat dan lingkungan.
Perguruan Tinggi dan Pemerintah: Pilar Sinergi Strategis
Transformasi ekonomi ini tak mungkin berjalan tanpa kolaborasi.
Perguruan tinggi seperti Universitas Bangka Belitung dapat berperan sebagai laboratorium kebijakan—melalui riset, pendampingan UMKM, hingga kurikulum kewirausahaan berbasis lokal.
Pemerintah daerah perlu memperkuat sinergi antarinstansi: Dinas Pariwisata, Dinas Koperasi & UMKM, dan Dekranasda.
Langkah-langkah strategis yang bisa diambil antara lain: Program “UMKM Naik Kelas Wisata” dengan pelatihan manajemen, kemasan, dan pemasaran digital, Event tahunan “Babel Creative Season” yang menampilkan kuliner, kopi, dan kerajinan lokal, Pojok retail UMKM di bandara dan hotel besar sebagai etalase produk kebanggaan daerah.
Dari Eksploitasi ke Inovasi.
Babel tidak perlu menjadi “Bali kedua”. Ia cukup menjadi dirinya sendiri—sebuah kepulauan yang sederhana namun berkarakter, tempat laut, pantai, kerajinan, dan kopi berpadu menjadi simbol kebanggaan lokal.
Strategi menguatkan sinergi pariwisata dan UMKM sejatinya bukan hanya soal peningkatan PAD, melainkan penataan ulang arah pembangunan: dari ekonomi berbasis eksploitasi sumber daya menuju ekonomi berbasis pengalaman, inovasi, dan kreativitas manusia.
Jika konsisten dijalankan, Bangka Belitung bisa menjadi contoh nasional: provinsi yang tidak hanya indah, tetapi juga tangguh, mandiri, dan berjiwa lokal.
Karena sejatinya, kekuatan ekonomi Babel bukan di perut bumi, melainkan di tangan masyarakatnya sendiri.