Etika lain yang sering dilupakan adalah memberi ruang kepada pejalan kaki dan pengendara lain yang lebih rentan.
Di banyak kasus, pengendara motor masih kerap melanggar zebra cross atau tidak memberi kesempatan pejalan kaki menyeberang.
“Berkendara itu bukan soal siapa yang lebih cepat, tapi siapa yang lebih peduli.
Melindungi pengguna jalan yang lebih lemah adalah etika yang wajib kita jaga,” tegas Hariyansha.
BACA JUGA:Dorong Swasembada Pangan, Lapas Pangkalpinang Bersama Polri Tanam Jagung Pipil
Selain itu, Hariyansha menyoroti perilaku tidak sabar di jalan raya—seperti menyerobot antrean, memaksa masuk di sela kendaraan, atau menggunakan bahu jalan.
Perilaku ini bukan hanya mengganggu, tetapi juga membahayakan.
“Kalau semua orang ingin cepat sendiri, lalu lintas tidak akan berjalan baik. Etika adalah kunci kelancaran,” katanya.
BACA JUGA:Ketua DPRD Babel Ajak Maknai Usia 25 Tahun, Tetap Optimis Bisa Lebih Baik
Etika berkendara juga mencakup menghargai hak pengguna jalan lain, termasuk tidak menggunakan ponsel saat mengemudi dan tidak merokok sambil berkendara.
Dua kebiasaan ini sangat berisiko karena mengurangi fokus dan dapat membahayakan pengendara lain.
“Mengendarai motor membutuhkan konsentrasi penuh. Etika itu juga tentang menahan diri dari kebiasaan yang membahayakan,” jelasnya.
BACA JUGA:Ketua DPRD Babel Ajak Maknai Usia 25 Tahun, Tetap Optimis Bisa Lebih Baik
Sebagai penutup, Hariyansha menegaskan bahwa etika jalan raya adalah fondasi dari budaya berkendara yang aman.
Tanpa etika, aturan saja tidak cukup untuk menciptakan keselamatan.
“Kalau semua pengendara menerapkan etika, jalanan akan jauh lebih tertib dan nyaman.