Sementara itu, perusahaan besar justru mendapat pasokan bibit dengan lancar.
"Masalahnya bukan hanya pada harga, tapi juga akses. Perusahaan besar bisa dapat bibit dengan mudah, sementara kami sulit sekali.
Ini jelas tidak adil,” ujarnya.
BACA JUGA:Yamaha Luncurkan Aerox Listrik, Sekali Cas Bisa Menempuh 160 Km
Yahya menambahkan, harga ayam di tingkat kandang juga tidak seimbang.
Perusahaan besar menjual ayam potong lebih mahal mencapai Rp36 ribu per Kg.
Sedangkan peternak mandiri hanya mampu menjual Rp33 ribu.
“Kalau harga ayam di pasar sampai Rp55 ribu atau Rp60 ribu per Kg, itu karena permainan di tingkat broker dan pedagang, bukan dari kami.
Harga standar di kandang sebenarnya stabil,” katanya menegaskan.
BACA JUGA:Dua Mahasiswa Tertangkap Nyabu di Terminal Girimaya
Ia berharap pemerintah daerah, terutama DKPP Belitung, segera menegakkan regulasi sesuai Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 10 Tahun 2024, yang mengatur batas maksimal pasokan bibit ayam oleh perusahaan besar hanya 50 persen dari total kebutuhan pasar.
“Faktanya, hampir 100 persen ayam yang beredar di Belitung dipasok dari perusahaan besar.
Ini sudah menyalahi aturan,” tegas Yahya.
Pihaknya juga meminta Aparat Penegak Hukum (APH) menindak tegas keberadaan kandang ayam perusahaan besar yang berdiri di kawasan hutan.
“Kami punya data bahwa banyak kandang baru dibangun di kawasan hutan, bukan keterlanjuran lama.