Ia menceritakan, rata-rata nelayan Tanjung Gunung mendapatkan 9–10 kg kepiting per hari.
Dengan harga Rp65.000 per kg, penghasilan kotor mencapai sekitar Rp650 ribu.
Namun, biaya operasional melaut 2–3 hari bisa menghabiskan Rp400–500 ribu, sehingga pendapatan bersih hanya tersisa sekitar Rp200 ribu.
BACA JUGA:Kanwil Kemenkum Babel Ikuti Profiling dan Bimbingan Teknis Jabatan Fungsional Analis Hukum
"Kami sangat bersyukur dan berterima kasih kepada PT Timah yang telah membantu kami.
Penghasilan ini tentu sangat pas-pasan.
Dengan adanya alat tangkap yang dikelola koperasi, kami berharap beban nelayan bisa sedikit berkurang," kata Laode.
Kedepan, Ia berharap PT Timah Tbk dapat terus mendampingi mereka untuk menambah alat tangkap seperti mesin tempel.
BACA JUGA:Pj Sekda Serahkan Santunan ASN Peduli dan KORPRI Babel ke Keluarga Alm. Andi
Sementara itu, Widi, penyuluh perikanan yang mendampingi nelayan Tanjung Gunung sejak 2018, menilai bantuan PT Timah sangat krusial bagi pengembangan koperasi.
"Bantuan ini akan menjadi tambahan modal, khususnya untuk alat tangkap.
Koperasi yang seluruh anggotanya nelayan penuh juga memiliki toko serba ada untuk kebutuhan BBM, alat tangkap, hingga ransum.
Bantuan ini semakin memperkuat peran koperasi sebagai pusat logistik nelayan," jelasnya.
BACA JUGA:Kemenag Babel PKS dengan 2 RSUD dan Launching Layanan Digital One Minute Service
Selain kebutuhan modal, para nelayan juga berharap adanya perbaikan alur muara yang kerapatan dangkal sehingga menyulitkan kapal masuk keluar saat air surut.
“Dua tahun lalu PT Timah pernah membantu pengerukan alur, dan dampaknya sangat besar, tidak hanya untuk nelayan Tanjung Gunung, tapi juga desa tetangga seperti Air Mesuk dan Bukit Kijang,” ungkap Widi.