Pelita Aksara adalah program yang dilakukan oleh Duta Bahasa Kepulauan Bangka Belitung yang bertujuan untuk meningkatkan keterlibatan anak-anak tunagrahita yang berada di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dalam kegiatan atau program literasi. Program ini berupa kegiatan membaca nyaring yang dikombinasikan dengan buku munculan untuk anak-anak tunagrahita di SLB di Kota Pangkalpinang sebagai model awal. Para siswa menyambut program ini dengan gembira. Salah satunya adalah Putri, seorang siswa dari SLBN 31 PKLK Pangkalpinang. “Halo, nama saya Putri, siswa SLBN 31 PKLK Pangkalpinang! Saya senang sekali dengan adanya kegiatan Pelita Aksara ini. Saya bisa mengetahui apa itu membaca nyaring dengan buku munculan. Buku ini bisa membuat saya lebih paham terkait isi cerita dalam buku dan juga bisa lebih percaya diri untuk membaca nyaring. Ke depannya, aku mau ikut lagi kegiatan membaca nyaring dan membaca buku munculan. Terima kasih, Kakak-Kakak!” ungkap Putri.
Selain itu, Zaldi juga turut menambahkan, “Halo, Aku Zaldi, siswa tunagrahita! Aku kelas 12 SMA. Aku suka sekali dengan kegiatan Pelita Aksara yang kasih aku kesempatan untuk baca buku munculan dua bahasa dan membaca nyaring. Aku bisa tahu banyak cerita daerah dan bahasa daerah Bangka dan Belitung. Nanti, aku mau aktif ikut kegiatan membaca nyaring dan buku munculan dari guru-guru aku.”
Kegiatan ini membuktikan bahwa membaca nyaring membuat literasi terasa lebih hidup dan bermakna bagi mereka. Lebih jauh, upaya ini sekaligus menegaskan bahwa literasi inklusif dengan memanfaatkan media kreatif juga turut serta memperkokoh kedaulatan bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia tidak sekadar hadir sebagai alat komunikasi, tetapi juga sebagai ruang pengakuan dan pemenuhan hak literasi yang setara bagi anak penyandang tunagrahita.
Sekarang, bayangkan seorang anak tunagrahita akhirnya bisa turut merasakan aktivitas literasi yang sama seperti anak-anak nondisabilitas lainnya, baik dalam situasi formal maupun nonformal. Mereka dapat ikut memahami dan menggali makna yang terkandung dalam buku yang ia baca. Pada titik inilah kedaulatan bahasa mencapai hakikatnya yang terdalam, bukan hanya dijunjung sebagai sumpah, melainkan diwujudkan melalui pendidikan inklusif yang memberi kesempatan bagi setiap anak bangsa tanpa terkecuali untuk bertumbuh bersama bahasa Indonesia.