Sedangkan untuk regional Papua, Maluku, dan Nusa Tenggara mencapai 2,3 GW.
Meskipun skalanya lebih kecil namun proyek ini strategis untuk meningkatkan rasio elektrifikasi di daerah terdepan, terluar, dan tertinggal (3T).
Komposisi kapasitasnya mencakup PLTS sebesar 1.470 MW, PLTP sebesar 332 MW, PLTA/M sebesar 179 MW, bioenergi sebesar 141 MW, PLTB sebesar 140 MW dan Pembangkit Listrik Tenaga Arus Laut (PLTAL) sebesar 40 MW.
Selain itu, lanjut Bahlil, wilayah dengan potensi aliran sungai besar seperti Sumatra, Kalimantan, dan Sulawesi lebih banyak mengembangkan PLTA.
Di Sumatra akan dibangun 9,5 GW pembangkit EBT dengan kapasitas PLTA/M sebesar 4.940 MW, PLTP sebesar 2.017 MW, PLTS sebesar 1.606 MW, PLTB sebesar 590 MW, serta pembangkit listrik skala kecil seperti Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) sebesar 250 MW dan bioenergi sebesar 78 MW.
Selanjutnya, rencana penambahan pembangkit EBT di Kalimantan sebesar 3,5 GW, dengan kapasitas PLTA/M sebesar 1.533 MW dan PLTS sebesar 1.524 MW.
Wilayah ini juga mengembangkan PLTN sebesar 250 MW, bioenergi sebesar 80 MW dan PLTB sebesar 70 MW.
Untuk Sulawesi, akan dibangun pembangkit EBT dengan kapasitas 7,7 GW terdiri dari PLTA/M sebesar 4.606 MW, PLTS sebesar 1.530 MW, PLTB sebesar 1.010 MW, PLTP sebesar 305 MW, dan bioenergi sebesar 236 MW.
“Kalau dulu hasil RUPTL itu tidak menjelaskan lokasinya di mana, tempatnya di mana, dan kapan.
Kalau sekarang, lokasinya di mana, kabupaten apa, tahun berapa dibangun, semuanya sudah jelas,” tambah Bahlil.
Senada, Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo menegaskan bahwa PLN siap menjalankan seluruh ketentuan RUPTL yang telah disusun sebagai peta jalan transformasi sistem kelistrikan nasional menuju arah yang lebih hijau, adil, dan berkelanjutan.
BACA JUGA:Menggali PAD Bangka: Jangan Hanya Parkirkan Harapan di Lahan Parkir