PANGKALPINANG- Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Kepulauan Bangka Belitung menggelar Rapat Koordinasi Dilkumjakpol-Plus 2024 (Pengadilan Tinggi, Kemenkumham, Kejaksaan Tinggi, Kepolisian Daerah dan Badan Narkotika Nasional), di Swiss-Belhotel Pangkalpinang, Selasa (15/10/2024).
Rapat Dilkumjakpol-Plus kali ini mengangkat tema "Peran Aparat Penegak Hukum dalam Sinergi Penegakan Hukum dalam Sistem Peradilan Pidana dan Mencegah Overcrowding di Lapas/Rutan di Bangka Belitung".
Kegiatan tersebut dihadiri oleh Ketua Pengadilan Tinggi Babel (M Suwidya), Kakanwil Kemenkumham Babel (Harun Sulianto), Kepala Kejaksaan Tinggi Babel (M Teguh Darmawan), Kepolisian Daerah Babel yang diwakili oleh Dir Reskrimum (Kombes Pol I Nyoman Mertadana) dan Kepala Badan Narkotika Nasional Provinsi Babel (Brigjen Pol. Hisar Siallagan).
Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Kemenkumham Babel, Harun Sulianto menyampaikan, total penghuni tahanan dan narapidana di Indonesia menurut laman Sistem Database Pemasyarakatan (SDP) publik Direktorat Jenderal Pemasyarakatan per 1 Oktober 2024 yaitu sebanyak 273.541 orang. Jumlah tersebut melebihi kapasitas/daya tampung Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) dan Rumah Tahanan Negara (Rutan) yang seharusnya dihuni oleh 143.879 orang.
"Hingga 14 Oktober, penghuni di Lapas/Rutan/LPKA pada Kanwil Kemenkumham Babel mencapai 2.808 orang, sementara kapasitasnya hanya untuk 1.364 orang," kata Harun.
Untuk mengatasi hal tersebut, Harun Sulianto menuturkan jika jajaran pemasyarakatan telah memberikan pembebasan bersyarat kepada 402 orang dan cuti bersyarat kepada 315 orang. Upaya tersebut sesuai dengan Undang-undang Nomor 22 tahun 2022 tentang Pemasyarakatan.
"Diharapkan pencegahan overcrowding melalui penerapan restorative justice di wilayah Bangka Belitung terus dapat berjalan sesuai kewenangan yang ada menurut peraturan per Undang-undangan yang berlaku," harap Harun.
Narasumber pertama kegiatan ini, Ketua Pengadilan Tinggi Babel, Suwidya menuturkan, sesuai data perkara Pengadilan Tinggi Babel, perkara yang paling banyak menyumbang overcrowding di Lapas yaitu narkotika dan pencurian.
Untuk itu, Pengadilan Tinggi menerapkan restorative justice pada tindak pidana seperti, tindak pidana yang dilakukan merupakan tindak pidana ringan atau kerugian korban bernilai tidak lebih dari Rp 2.500.000 (dua juta lima ratus ribu rupiah) atau tidak lebih dari upah minimum provinsi setempat. Lalu tindak pidana merupakan delik aduan, serta tindak pidana dengan ancaman hukuman maksimal 5 tahun penjara dalam satu dakwaan.
“Kemudian tindak pidana dengan pelaku anak yang diversinya tidak berhasil dan tindak pidana lalu lintas yang berupa kejahatan,” ujarnya.
Suwidya mengatakan, untuk meminimalisir terjadinya over kapasitas di Lapas, perlu dibangun sinergi dan persamaan persepsi antar Criminal Justice System dengan tanpa intervensi terhadap ruang lingkup masing-masing secara kasuistik, khususnya dalam penerapan restorative justice dan penerapan Undang-undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika.
Kemudian narasumber kedua yaitu Kepala Kejaksaan Tinggi Babel, M. Teguh Darmawan yang menyampaikan jika restorative justice memberikan kontribusi terhadap pengurangan overcrowding di dalam Lapas.
Teguh melanjutkan, Kejaksaan Tinggi telah menerapkan restorative justice, salah satunya restorative justice bagi kasus narkotika. Namun ada beberapa syarat yang harus dipenuhi, seperti tersangka tersebut tidak terafiliasi dengan sindikat narkotika.
Narasumber ketiga, yaitu Direktur Reskrimum Polda Babel, KBP I Nyoman Mertha Dana menyampaikan, jika Polda Babel telah melakukan upaya pencegahan overcdowding di Lapas melalui kegiatan preventif.
"Salah satunya yaitu menghadirkan petugas kepolisian di tengah masyarakat untuk meminimalisir oknum yang akan melakukan tindak pidana," kata Nyoman.