JAKARTA – Pemerintah Indonesia menegaskan komitmennya dalam menjunjung tinggi hak asasi manusia (HAM) sebagai hak dasar yang secara kodrati melekat pada setiap manusia. Sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 28I ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, negara melalui pemerintah wajib menghormati, melindungi, memenuhi, menegakkan, dan memajukan HAM bagi seluruh warganya, termasuk kelompok masyarakat penyandang disabilitas mental/psikososial.
Prinsip universalitas HAM yang menitikberatkan pada hakekat manusia telah membentuk sifat HAM yang dinamis, mengikuti perkembangan kehidupan manusia itu sendiri.
Penyandang disabilitas mental/psikososial memiliki hak-hak asasi yang sama dengan warga negara lainnya. Berdasarkan prinsip non-diskriminasi, penghormatan, pelindungan, pemenuhan, bahkan pemajuan HAM bagi penyandang disabilitas mental/psikososial menjadi bagian penting dalam implementasi hak-hak mereka secara menyeluruh.
Hal ini mencerminkan pergeseran pendekatan dari berbasis belas kasihan atau charity-based menuju pendekatan berbasis HAM atau human rights-based.
Sebagai wujud nyata komitmen tersebut, pemerintah telah mengimplementasikan Peta Jalan P5HAM untuk Penyandang Disabilitas Mental (PDM). Peta jalan ini merupakan bentuk implementasi dari UU Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, yang menjamin berbagai hak PDM, seperti hak hidup, bebas dari stigma, serta akses terhadap pendidikan dan kesehatan.
Penyusunan peta jalan ini dilakukan melalui konsolidasi panjang antara kementerian dan lembaga sejak tahun 2022, dengan melakukan audiensi serta kunjungan ke panti rehabilitasi di berbagai daerah.
Pokja P5HAM, yang dibentuk oleh Kementerian Hukum dan HAM pada tahun 2021, berperan penting dalam melindungi PDM dari kekerasan dan diskriminasi. Stigma dan diskriminasi yang sering kali dialami PDM, baik dari keluarga, masyarakat, maupun penyelenggara layanan dasar, meningkatkan kerentanan mereka terhadap berbagai bentuk kekerasan, termasuk pemasungan dan pemaksaan pemasangan kontrasepsi, terutama pada perempuan dan anak.
Sebagai langkah untuk mengatasi masalah ini, Pokja P5HAM menyelesaikan Peta Jalan P5HAM bagi PDM pada tahun 2022. Dokumen ini dirancang melalui kolaborasi intensif dengan berbagai pihak terkait untuk memajukan kehidupan PDM secara inklusif di masyarakat.
Selain itu, Pedoman P5HAM bagi PDM juga telah disusun sebagai instrumen penting untuk memastikan tidak ada kekerasan dan pelanggaran HAM di panti rehabilitasi mental, serta untuk memberikan umpan balik positif pada penyelenggaraan layanan kesehatan jiwa di Indonesia.
Kolaborasi ini melibatkan berbagai pihak, termasuk kementerian/lembaga, pemerintah daerah, dan organisasi masyarakat sipil, seperti PJS, LBHM, dan PR YAKKUM Yogyakarta. Dukungan dari organisasi masyarakat sipil dan organisasi penyandang disabilitas juga telah berjalan untuk melindungi PDM dari kekerasan.
Direktorat Jenderal HAM, sebagai koordinator, terus berupaya memastikan penghormatan, pelindungan, pemenuhan, dan penegakan HAM bagi PDM, khususnya di panti rehabilitasi mental.
Dengan adanya Peta Jalan P5HAM dan Pedoman P5HAM bagi PDM, diharapkan dapat terwujud kehidupan yang lebih inklusif dan bebas dari diskriminasi bagi penyandang disabilitas mental di Indonesia.
Pada hari ini Pemerintah mewujudkan komitmennya dengan Peluncuran (Launching) Pedoman Penghomratan, Pelindungan, Pemenuhan, Penegakan, dan Pemajuan HAM (P5 HAM) Bagi Penyandang Disabilitas Mental Di Panti Rehabilitasi Mental Secara Daring di Graha Pengayoman Kementerian Hukum dan HAM.
Jajaran Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Kepulauan Bangka Belitung turut mengikuti kegiatan tersebut secara virtual dari Ruang Rapat Kantor Wilayah. Hadir mengikuti kegiatan tersebut, Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Kemenkumham Babel (Harun Sulianto), Kepala Divisi Pelayanan Hukum dan HAM (Fajar Sulaeman Taman), Kepala Bidang HAM (Suherman), Kepala Subbidang Pemajuan HAM (Yulizar), Kepala Subbidang BSK (Poppy Rinafani), beserta jajaran.