Di sisi lain, Syahril Sahidir yang dimintai komentar soal angka kerugian senilai Rp 271 Triliun, menyatakan jangan dianggap sebagai jumlah uang yang 'dikorupsi'. Karena angka itu adalah nilai kerugian ekologi Babel akibat penambangan.
''Kerugian ekologi atau alam Babel akibat penambangan yang sudah terjadi sejak lama, bukan hanya zaman Belanda, tapi bahkan zaman Kerajaan Sriwijaya penambangan timah sudah ada. Nilai kerugian akibat penambangan, bukan hanya tambang timah, tapi juga tambang yang lain itu mencapai Rp 271 Triliun. Soal kerugian keuangan negara yang tengah diusut Kejagung sekarang, itu masih menunggu hitung-hitungan dari BPK. Dan itu untuk selama 7 tahun, yaitu 2015-2022,'' ujarnya.***