Hakim lalu menguraikan kalau duit yang diterima Sanem itu berasal dari penyertaan modal itu -bukan duit pribadi Iskandar Rosul.
Konyolnya lagi ternyata perusahaan juga belum ada untung sama sekali -bahkan buntung.
"Saya tidak pernah minta yang mulia," kelitnya terus.
"Saudara tak minta tapi menerima," sanggah Irwan Munir.
"Tapi saya menerima tapi tak menggunakan uang itu. Demi Allah, cuma saya simpan. Uang itu telah saya kembalikan ke Kejaksaan," kelitnya lagi.
Dakwaan lalu berupa penyimpangan pengelolaan keuangan BUMD PT Pelabuhan Tanjong Batu Belitong Indonesia (PTBBI) tahun anggaran 2015-2019.
BACA JUGA:Tipikor Dirut dan Dir Ops PT PT BBI, Komisaris Akui Terima Duit 'Gaji'?
Ke 2 terdakwa didudukan sebagai pesakitan di muka sidang dengan majelis hakim yang diketuai Irwan Munir masing-masing: Iskandar Rosul selaku Dirut PT PTBBI dan terdakwa Yudi Hartono selaku direktur operasional PTBBI.
JPU Anggoro Arif Wicaksono, dalam dakwaan mengungkap kalau tahun 2015 Pemda Belitung telah menggelontorkan modal sebesar Rp 5 miliar dan modal dari pihak swasta sekitar Rp 250 juta.
Pemberian modal dengan tujuan untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat di bidang kepelabuhan. Dengan harapan dapat menggerakan perekonomian dan berkontribusi terhadap daerah.
Tetapi faktanya, uang penyertaan modal tersebut malah dipergunakan untuk kepentingan pribadi para terdakwa. Tidak hanya itu juga dipinjamkan ke sejumlah perusahaan lain. Yakni PT Mega Karya Cemindo (MKC), PT Billiton Industrial Global (BIG), PT Next Biliton Indonesia (NBI) dan KOP.
Membuat bukti-bukti pertanggungjawaban laporan keuangan yang tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya serta tidak melengkapi bukti yang lengkap dan sah dalam penggunaan Dana Penyertaan Modal PT. Pelabuhan Tanjong Batu Belitong Indonesia.
Dari hasil audit oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Provinsi Bangka Belitung, ditemukan kerugian negara sebesar Rp 1.285.902.356.
BACA JUGA:Rugikan Negara 1,2 Miliar, Dirut dan Direktur BUMD PTBBI Belitung Jadi Pesakitan
Dalam kasus ini, keduanya dijerat dengan primair pasal 2 ayat 1 juncto pasal 18 undang-undang (UU) nomor 31 tahun 1999 tentang tindak pidana korupsi.
Para terdakwa dinilai tim JPU telah melalukan tindak pidana korupsi, telah melakukan atau turut serta melakukan perbuatan secara melawan hukum yakni bertentangan dengan: Undang-undang nomor 17 tahun 2003 tentang keuangan negara pasal 3 yakni keuangan negara dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.